Hari Perempuan Internasional, Begini Harapan Tsamara Amany Alatas

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yayuk Widiyarti

google-image
Tsamara Amany (Twitter)

Tsamara Amany (Twitter)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Di Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2019, para perempuan di seluruh dunia banyak berbagi pandangan tentang kaum hawa. Beragam isu yang masih meliputi perempuan di Indonesia, salah satunya kesetaraan gender.

Hal itu pun disoroti oleh Tsamara Amany Alatas, calon legislatif DPR RI daerah pemilihan DKI II (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Luar Negeri) sekaligus Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Selain menyoroti soal anti korupsi, e-budgeting, rumah aspirasi, dan ragam pekerjaan bagi milenial, politisi muda ini mengkritisi belum meratanya politisi perempuan di dalam partai politik.

“Saya mengapresiasi move yang dibuat Presiden Joko Widodo dengan memilih delapan menteri perempuan yang berkompeten di bidangnya. Namun, di saat yang bersamaan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Partai Politik (Parpol) belum tercermin dengan baik,” jelasnya.

Baca juga:
Menyimak Lika-Liku Penetapan Hari Perempuan Internasional

“Dari parpol sendiri, kaderisasi kaum perempuan belum 100 persen maksimal. Makanya kita lihat di DPR masih baru mencapai angka 17 persen dari 30 persen kuota yang diberikan,” tambah Tsamara saat dihubungi Tempo via telepon pada Kamis, 7 Maret 2019.

Menurut politisi 22 tahun ini, sebenarnya persoalan regenerasi politisi tidak hanya menerpa kaum perempuan, tapi secara keseluruhan. Regenerasi yang ada saat ini dipandang Tsamara banyak memakai sistem dinasti politik yang melibatkan penerus dari trah keluarga si pendiri atau petinggi parpol. 

“Bagi saya, untuk mempercepat regenerasi politisi itu kembali kepada partai politik. Kalau parpol-nya berniat baik, terbuka, bersih, dan transparan dalam melakukan proses rekrutmen, maka kita akan bisa menemukan perempuan-perempuan baik dan berkualitas. Kita harus mendorong kaderisasi kaum perempuan di dalam parpol dan menempatkan perempuan di jabatan-jabatan strategis di parpol, bukan hanya pelengkap kuota atau pelengkap struktur kepartaian saja. Jadi, perempuan yang memiliki jabatan strategis bisa memperjuangkan isu perempuan lewat partai dan fraksi mereka di DPR,” tambah Tsamara.

Dia pun mengungkapkan panggung politik masih terlalu maskulin. Ditambah pula dengan pandangan kebanyakan anak muda dan masyarakat umum bahwa politik dan pencalegan adalah sesuatu yang sepertinya sulit untuk dijangkau. Oleh karena itu, Tsamara menyebutkan perlunya redefinisi tentang ruang publik milik umum, bukan hanya laki-laki.

“Dalam ruang keluarga atau domestik, kita perlu redefinisi. Contohnya kepala keluarga dan pencari nafkah tidak selalu laki-laki, bisa saja seorang ibu. Jadi menurut saya ruang-ruang publik itu lebih banyak dilekatkan kepada laki-laki, sehingga mempengaruhi ruang domestik. Kita harus edukasi ulang tentang itu. Enggak ada yang salah tentang kesetaraan itu selama keluarga itu bersepakat dalam berbagi peran,” tutur perempuan yang sempat magang di Balai Kota DKI Jakarta pada tahun 2016.

Baca juga:
Ungu untuk Hari Perempuan Internasional

Kesempatan peran perempuan di desa juga menjadi perhatiannya. “Jangan sampai kita hanya bias kota. Yaitu hanya kota yang kita lihat sebagai kesempatan yang terbuka lebar bagi perempuan. Kalau kita baca  undang-undang desa, pemerintah desa juga membuka ruang dan mewajibkan para perempuan  ikut terlibat dalam proses penganggaran. Makanya sama-sama kita membuka kesempatan sambil mendorong edukasi para perempuan di desa untuk terlibat,” ucapnya. 

Bila terpilih menjadi anggota legislatif, isu perempuan yang akan diperjuangkannya salah satunya, “Saya akan mendorong pengesahan rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Sebab satu dari tiga perempuan Indonesia mengalami kekerasan seksual tanpa memandang status sosial dan pendidikan," ucap Tsamara.

Lebih lanjut dia menjabarkan, "Kemudian perubahan batas minimal usia perempuan saat menikah menjadi 18 tahun ke atas. Batasan sekarang usia perempuan 16 tahun dan di dunia usia tersebut masih tergolong anak-anak. Jangan kita biarkan anak-anak melahirkan anak. Serta tempat penitipan anak yang merata di perusahaan swasta maupun lembaga pemerintahan. Jam kerja yang fleksibel untuk perempuan agar ibu pekerja bisa berprestasi tanpa rasa khawatir atau bahkan melepaskan pekerjaannya.”

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."