Pesta Pernikahan Tradisional Tetap Diminati Generasi Milenial

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yunia Pratiwi

google-image
Ilustrasi pernikahan tradisional. Shutterstock

Ilustrasi pernikahan tradisional. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta – Gelaran adat di resepsi pernikahan tradisional kerap menjadi isu tersendiri. Sebab di dalamnya banyak pakem-pakem tradisi yang dijaga dan dianut suatu keluarga secara turun-menurun. Pasangan pengantin yang berasal dari satu suku atau daerah ketika menggelar pernikahan tradisional akan menjalani serangkaian ritual adat. Lain pula kisahnya, ketika pasangan menggabungkan dua daerah berbeda, runutan ritualnya bisa lebih beragam. 

Baca juga: Kiat Menghindari Konflik Pernikahan karena Pertentangan Ego

Ternyata hal itu tidak menyurutkan keinginan para pasangan yang akan menikah, termasuk generasi milenial. “Banyak dari klien kami yang berasal dari generasi milenial memilih tema resepsi pernikahan tradisional. Bahkan mereka lebih excited datang sudah membawa referensi atau mood board pernikahan tradisional dari Pinterest atau Instagram,” ucap Kanya Wirasati, PR dan Marketing Suryo Décor di acara Gebyar Pernikahan Indonesia 10th Edition-Asmaradana Pengantin Jawa, Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis 31 Januari 2019.

Menurut Kanya, bagi milenial yang memilih mengikuti pakem tradisional dan berasal dari satu suku lebih mudah prosesnya dibandingkan pasangan berbeda suku. “Contohnya, kalau si pengantin perempuan dari Padang, pengantin prianya asal Jawa. Sebagai mediator, kami mewakili dekorasi masing-masing suku di acara resepsi. Kami tawarkan sejumlah pilihan, misalnya dekorasi area penerima tamu bernuansa Jawa, pelaminannya khas Minangkabau. Atau bisa juga lewat pernak-pernik di ruangan resepsi,” jelasnya. 

Selain lewat jalur diskusi, pembagian porsi adat dari dua suku berbeda kerap disandingkan sebagai simbolisasi gengsi. “Tak dipungkiri, masih banyak yang menilai status seseorang dari seberapa besar resepsi pernikahannya. Terkadang orang tua bisa mengintervensi, bila ada bagian pendanaannya dari kocek mereka. Mengingat ada simbolisasi strata sosial yang ingin ditunjukkan dalam acara resepsi pernikahan,” kata Kanya.

Ketika menghadapi permintaan resepsi pernikahan tradisional yang dimodifikasi, Kanya terlebih dahulu berkonsultasi dengan pakar budaya. Agar dia bisa menetapkan daftar do dan don’t sebagai acuan. “Suku dan budaya di 34 provinsi Indonesia itu sangat adidaya. Jadi, saya selalu riset dan menggandeng pakar budaya saat mendekor. Bayangkan saja, di Indonesia ada 15.000 detail ukiran. Salah sedikit memilihnya, maknanya bisa berubah dari kebahagiaan menjadi kematian,” tuturnya.

Artikel lain: Wow, Priyanka Chopra dan Nick Jonas Gelar Resepsi Pernikahan Lagi

Lebih lanjut, Kanya menjelaskan ada pula yang menempuh cara membagi dua resepsi. Resepsi pernikahan sesuai pakem tradisional, setelah itu baru menggelar after party sesuai gaya yang disenangi kedua pengantin.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."