Advertisement
Advertisement
Advertisement

4 Saran Psikolog agar Para Ibu Tidak Impulsif Menggunakan Paylater

foto-reporter

Reporter

google-image
Paylater adalah opsi pembayaran praktis jika tidak punya uang tunai. Sebelum membuat akun paylater, sebaiknya ketahui manfaat serta beberapa kerugiannya. Foto: Canva

Paylater adalah opsi pembayaran praktis jika tidak punya uang tunai. Sebelum membuat akun paylater, sebaiknya ketahui manfaat serta beberapa kerugiannya. Foto: Canva

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Di tengah rutinitas mengasuh anak, kerja, sampai menjaga emosi seisi rumah, ibu juga jadi penentu utama urusan keuangan keluarga. Tapi pernah nggak sih, saat emosi lagi naik-turun malah impulsif bikin keputusan keuangan? Contohnya, habis capek kerja tiba-tiba checkout 
keranjang belanja buat “healing”, beli mainan anak karena rasa bersalah terlalu sibuk dengan paylater.

Enggak sepenuhnya salah, tapi yuk mulai lebih sadar. Sebab emosi yang enggak stabil seringkali memengaruhi keputusan finansial yang kita buat, tanpa disadari.  

Faktanya, data Kredivo dan Katadata Insight Center 2024 menunjukkan hampir 5 dari 10 pengguna 
paylater itu perempuan, dan kebanyakan berusia 18–35 tahun. Data pinjaman daring juga tidak
kalah menarik, karena perempuan ternyata mendominasi dengan lebih dari 50 persen peminjam pada tahun 2024 lalu. Ini jadi sinyal kalau akses ke kredit digital, baik paylater maupun pinjaman daring, makin  terbuka lebar, termasuk untuk para ibu yang punya peran penting nentuin masa depan keuangan keluarga.

Akan tetapi, di balik akses cepat dan solusi kredit digital, kita juga perlu tetap mawas diri. Soalnya, data 
dari Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI OJK) mencatat lebih dari 15 ribu aduan terkait pinjaman ilegal sepanjang 2024, dan yang paling banyak melapor justru perempuan 
usia produktif di 26–35 tahun.

Jadi, alih-alih mau mencari solusi, akses kredit digital yang tidak dibarengi dengan pemahaman malah bisa jadi bumerang bagi para ibu.

Faktor Para Ibu Impulsif dalam Membuat Keputusan Finansial

Menurut psikolog Marissa Meditania, banyak ibu yang berperan sebagai "menteri keuangan"  keluarga dan sering kali membuat keputusan finansial dalam kondisi yang kurang ideal. “Bukan karena tidak peduli, tapi karena harus bertindak cepat di tengah rutinitas yang padat dan dorongan kuat untuk melindungi keluarga di tengah rutinitas yang padat dan akses edukasi yang belum merata.

"Keputusan finansial sering diambil sambil masak, antar anak, atau mengurus rumah. Akhirnya, kebutuhan hari ini  terasa lebih penting daripada memikirkan dampaknya di kemudian hari,” jelasnya dalam siaran pers yang diterima Cantika, Jumat, 1 Agustus 2025.

Jadi, apa aja yang harus ibu lakukan sebelum menggunakan paylater agarr manfaatnya bisa 
bener-bener terasa? Berikut empat tips dari Kredivo dan psikolog Marissa.

1. Tarik napas dulu, kenali emosi sebelum ambil keputusan keuangan

Lagi capek atau cemas? Emosi naik-turun? Setop bentar, sebelum klik "bayar" atau "ajukan"! Emosi yang enggak stabil bisa bikin keputusan jadi impulsif, apalagi buat belanja harian atau kebutuhan mendesak yang kadang bikin kita nekat.

Yuk, mulai biasakan mindful  spending, pakai paylater buat kebutuhan yang benar-benar penting, bukan cuma karena lagi ingin atau ke trigger emosi sesaat.

2. Hitung-hitungan dulu supaya enggak boncos!

Paylater memang memudahkan, tapi tetap harus ada batasan. Agar cash flow tetap aman, idealnya total cicilan tidak lebih dari 30 persen dari penghasilan bulanan.

3. Checklist wajib: pastikan layanan paylater yang resmi

Sebelum klik “ajukan”, pastikan dulu layanannya terdaftar di OJK. Soalnya, pinjaman ilegal itu sering banget enggak transparan, bunganya selangit, dan rawan penyalahgunaan data pribadi, bahkan bisa sampai mengancam saat nagih. Seram banget, kan?

Tapi tenang, kalau pakai paylater yang resmi dan diawasi OJK, tidak bakal kejadian seperti gitu. Oiya, kita bisa langsung cek legalitasnya di laman OJK sebelum pakai!

4. Bicarakan keuangan dengan pasangan atau orang terdekat

Peran ibu memang berat, tapi bukan berarti ibu harus menghadapinya sendirian. Ajak pasangan atau orang yang ibu percaya untuk diskusi, biar dapat perspektif tambahan dan dukungan emosional, apalagi kalau lagi tertekan atau harus menghadapi pengeluaran tak terduga.

Menurut Marissa, keputusan finansial ibu bukan cuma soal hari ini, tapi juga jadi cermin buat anak-anak 
di rumah.

“Tanpa sadar, cara ibu menggunakan uang jadi pelajaran pertama soal keuangan untuk anak.  Karena yang paling membekas bukan nasihat, tapi kebiasaan yang mereka lihat setiap hari. Karena itu, penting bagi ibu untuk mengambil keputusan secara mindful, bukan hanya demi menjaga keuangan  tetap sehat, tapi juga untuk menanamkan nilai finansial yang bertanggung jawab sejak dini,” jelas  Marissa. 

Nah, di sinilah pentingnya mengenali kondisi emosional sebelum mengambil keputusan finansial. Soalnya, saat emosi lagi nggak stabil, keputusan yang diambil bisa cenderung impulsif dan kurang terukur.

Paylater itu sebenarnya kayak pedang bermata dua, bisa bantu tapi juga bisa jadi beban, tergantung cara pakainya. Kalau kita gunakan dengan bijak, paylater bisa jadi solusi cerdas untuk kebutuhan harian tanpa mengganggu stabilitas keuangan keluarga.

Untuk itu, selain terus mengedukasi masyarakat mengenai literasi finansial, Kredivo juga punya sistem yang bantu ibu memakai paylater dengan aman. Lewat prinsip responsible lending dengan teknologi canggih berbasis AI (kecerdasan buatan), limit kredit juga disesuaikan secara berkala sesuai kemampuan ibu. Prinsipnya, biar nggak kebablasan dan  tetap sesuai kebutuhan. Jadi, enggak cuma praktis, tapi juga lebih aman dan terukur untuk tetap mendukung stabilitas keuangan keluarga. (SRP)

Pilihan Editor: Utang Dalam Segala Rupa Menghantui Gen Z dan Milenial

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement