Advertisement
Advertisement
Advertisement

Apa Itu Fenomena Kidulting?

foto-reporter

Reporter

google-image
Ilustrasi perempuan memegang boneka. Foto: Freepik.com/KamranAydinov

Ilustrasi perempuan memegang boneka. Foto: Freepik.com/KamranAydinov

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Saat ini, tren membeli mainan seperti boneka edisi terbatas sering kali ditemui, khususnya pada generasi Z dan milenial yang kini rata-rata sudah berusia di atas 20 tahun. Fenomena ini ternyata dikenal dengan nama kidulting sebuah paduan dari kata kid dan adulting, merujuk pada orang-orang dewasa yang masih memanjakan diri dengan hal-hal yang biasanya membahagiakan anak-anak.

Dikutip dari India Today pada Selasa, 3 Juni 2025, meski ini terlihat seperti tren viral baru,ternyata istilah kidult ini sudah ada sejak 1980 dan kali pertama muncul di majalah Times pada 11 Agustus 1985 dalam artikel “Coming Soon: TV’s New Boy Network.”

Di masa itu, kidulting dimaksudkan dengan makna ganda. Yang pertama seorang anak yang berpura-pura dewasa, yang kedua adalah orang dewasa yang kekanak-kanakan.

Namun makna lainnya seperti yang dipahami saat ini, merujuk pada fenomena sosial orang dewasa yang tumbuh bersenang-senang dengan kenangan dan hal-hal yang menyenangkan dari masa anak-anak.

Perusahaan riset pasar dan teknologi asal Amerika Serikat, Circana, dalam laporannya menunjukkan bahwa demografi kidult merupakan pendorong utama dalam industri mainan.

Orang dewasa yang dimulai dari usia 18 tahun ke atas, merupakan kelompok usia yang paling cepat berkembang di pasar mainan selama dua tahun terakhir dengan peningkatan penjualan sebesar 5,5 persen, sementara remaja (12–17 tahun) tumbuh sebesar 3,3 persen.

Sebaliknya, penjualan mainan yang memang menyasar anak-anak justru sebenarnya turun secara signifikan sejak 2021, dengan pengeluaran per anak juga menurun.

Dari data tersebut, Circana menyebutkan hal ini terjadi karena beberapa hal di antaranya perasaan nostalgia, daya koleksi, fandom (kepenggemaran), serta kolaborasi. Beberapa jenama yang terbukti mampu memanfaatkan fenomena ini di antaranya seperti LEGO, Mattel, Pokemon, Marvel, DC, dan beberapa perusahaan anime.

Direktur Eksekutif Circana, Melissa Symonds menjelaskan bahwa pembatasan sosial ekstrem saat pandemi COVID-19 juga ternyata ikut memainkan peran penting dalam meningkatkan budaya kidult.

Menurutnya, di saat pembatasan sosial COVID-19, menjadi lebih banyak orang-orang dewasa yang kembali menemukan kegembiraan kecil dalam hidup melakukan hal yang di masa kecilnya mereka gemari.

“Setiap orang menemukan kembali kegembiraan mengerjakan teka-teki, atau bermain game di rumah mereka, atau mengumpulkan produk yang sangat mereka sukai. Itu sebenarnya terus berlanjut sejak saat itu," katanya.

Kidult juga semakin meningkat karena kondisi orang dewasa khususnya dari kalangan Gen Z dan milenial telah memiliki pemasukkan yang mendanai hal-hal yang mungkin tak bisa mereka dapatkan saat masih anak-anak, sehingga hal ini kini tak bisa lagi dihindarkan.

Mungkin memang sempat ada masa di mana orang-orang dewasa yang membeli mainan kartu Pokemon maupun baju bertemakan Hello Kitty dianggap kekanak-kanakan.

Namun saat ini hal tersebut tidak lagi relevan, dengan perubahan situasi sosial justru sekarang kidult sudah menjadi gaya hidup dari orang-orang berusia lebih dari 20 tahun itu dan menyelami hal-hal yang tak bisa didapatkannya ketika masih kecil.

Pilihan Editor: Alasan Mengapa Anak Perlu Didampingi saat Merapikan Mainan

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement