Bahaya Femisida: Ancaman Nyata Bagi Perempuan dan Contoh Kasusnya - lifestyle Cantika.com

Advertisement
Advertisement
Advertisement

Bahaya Femisida: Ancaman Nyata Bagi Perempuan dan Contoh Kasusnya

google-image
Ilustrasi pria melakukan kekerasan kepada perempuan. Foto: Freepik

Ilustrasi pria melakukan kekerasan kepada perempuan. Foto: Freepik

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Kasus kekerasan terhadap perempuan masih menjadi isu serius di banyak negara, termasuk Indonesia. Salah satu bentuk kekerasan ekstrem yang kerap luput dari perhatian publik adalah femisida. Meski tidak selalu disebut secara langsung, tindakan pembunuhan terhadap perempuan karena alasan gender merupakan fenomena yang nyata dan terus terjadi.

Banyak pihak belum memahami apa itu femisida dan mengapa hal ini menjadi ancaman besar bagi keselamatan perempuan. Padahal, bahaya femisida tidak hanya mengancam nyawa, tetapi juga mencerminkan ketimpangan sosial yang mendalam. Melalui artikel ini, kita akan membahas secara komprehensif mengenai pengertian, dampak femisida, serta beberapa contoh kasus femisida yang pernah terjadi, agar kesadaran masyarakat terhadap isu ini semakin meningkat. 

Apa itu Femisida?

Femisida merujuk pada tindakan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan karena adanya rasa superioritas, dominasi, agresi, atau bahkan kebencian terhadap perempuan (misogini). Selain itu, femisida sering kali dipicu oleh rasa kepemilikan terhadap perempuan serta ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan sosial atau personal. Istilah ini digunakan untuk menyoroti bahwa tindakan pembunuhan tersebut terjadi semata-mata karena korbannya adalah perempuan dan erat kaitannya dengan ketidaksetaraan gender serta kekerasan berbasis gender yang masih terjadi di berbagai lapisan masyarakat.

Dampak Femisida yang Meresahkan

Dampak femisida tidak hanya dirasakan secara langsung oleh korban dan keluarganya, tetapi juga membawa konsekuensi yang luas bagi masyarakat. Keluarga korban biasanya mengalami trauma mendalam, kehilangan orang terkasih, serta harus menghadapi stigma dari lingkungan sekitar. Anak-anak yang ditinggalkan ibu mereka akibat femisida berpotensi menghadapi tekanan psikologis serius dan hambatan sosial yang besar dalam tumbuh kembang mereka.

Lebih jauh lagi, meningkatnya kasus femisida menjadi indikasi bahwa perempuan masih belum sepenuhnya aman di lingkungan sosialnya, baik dalam ruang publik maupun privat. Situasi ini memperlihatkan bahwa ketidaksetaraan gender dan kekerasan berbasis gender masih menjadi masalah struktural yang harus ditangani dengan serius.

Contoh Kasus Femisida di Indonesia

Salah satu contoh kasus femisida yang menarik perhatian publik di Indonesia adalah peristiwa yang menimpa Dini Sera Afrianti. Ia dibunuh oleh pacarnya, Gregorius Ronald Tannur, yang diketahui merupakan anak dari anggota legislatif. Peristiwa tragis ini terjadi pada Oktober 2023 dan menjadi bukti bahwa hubungan percintaan pun bisa menjadi berbahaya bagi perempuan, terutama jika dilandasi oleh relasi kuasa yang timpang.

Lebih jauh, laporan dari Jakarta Feminist tahun 2023 mencatat adanya 184 kasus femisida yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, tercatat ada 194 korban dan 208 pelaku, di mana mayoritas pelaku adalah laki-laki dengan persentase mencapai 88%. Data ini menegaskan bahwa bahaya femisida bukanlah hal yang sepele dan perlu mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat dan pemerintah.

Langkah-Langkah Pencegahan dan Penanganan Femisida

Dalam menghadapi bahaya femisida, diperlukan upaya pencegahan dan penanganan yang menyeluruh. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  • Meningkatkan Edukasi Publik: Penyuluhan mengenai kesetaraan gender dan bahaya kekerasan terhadap perempuan harus digencarkan melalui berbagai media, termasuk pendidikan formal dan kampanye sosial.

  • Penegakan Hukum yang Tegas: Setiap pelaku femisida harus ditindak secara hukum dengan adil dan tegas. Hukum harus berpihak pada korban dan keluarga korban untuk menegakkan keadilan.

  • Layanan Dukungan Psikososial: Korban kekerasan serta keluarga korban femisida perlu mendapatkan akses terhadap layanan konseling, bantuan hukum, serta dukungan sosial yang memadai.

  • Pengumpulan dan Analisis Data: Penting untuk memiliki data akurat mengenai contoh kasus femisida agar kebijakan pencegahan bisa disusun secara efektif berdasarkan pemahaman yang utuh terhadap pola-pola kekerasan.

Dengan berbagai langkah di atas, diharapkan jumlah kasus femisida bisa ditekan dan lingkungan yang lebih aman serta adil bagi perempuan dapat terwujud. Pemberantasan femisida bukan hanya menjadi tanggung jawab satu pihak, tetapi memerlukan keterlibatan aktif seluruh elemen masyarakat.

Femisida, sebagai bentuk ekstrem dari kekerasan berbasis gender, mencerminkan ketidaksetaraan dan diskriminasi yang masih dihadapi perempuan dalam masyarakat. Untuk mengatasi bahaya femisida, diperlukan upaya kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga penegak hukum, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat luas.

Pentingnya pendidikan yang menekankan kesetaraan gender, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku, serta dukungan bagi korban dan keluarganya harus menjadi prioritas. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan kasus femisida dapat diminimalisir, menciptakan lingkungan yang aman dan setara bagi perempuan, serta menghapus stigma dan ketidakadilan yang selama ini melekat.

Pilihan Editor: Kylie Jenner Ungkap Alasan Rilis Parfum Kedua, Tandai Babak Baru dalam Hidupnya

UN WOMEN | JAKARTA FEMINIST | EIGE | KOMNAS PEREMPUAN

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Advertisement

Related Article

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement