Daftar 10 Pahlawan Nasional Perempuan, dari RA Kartini hingga Laksamana Malahayati

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Laksamana Malahayati. Wikipedia.org

Laksamana Malahayati. Wikipedia.org

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan oleh golongan laki-laki saja. Sejumlah tokoh perempuan diketahui juga ikut berjuang melawan penjajah merebut kemerdekaan baik melalui pikiran maupun tenaga.

Bila melihat sejarah pada masa penjajahan, terdapat sejumlah wanita yang berjuang baik dengan tenaga maupun pikiran. Salah satunya Laksamana Malahayati yang memimpin 2.000 pasukan wanita untuk menyerang kapal dan benteng Belanda sekaligus membunuh pemimpinnya. Lalu, bagaimana peran pahlawan wanita lainnya? Simak uraiannya berikut.

Daftar 10 Pahlawan Nasional Perempuan 

1. Raden Ajeng Kartini

Raden Ajeng Kartini. Wikipedia/Tropenmuseum

Jika ditanya siapa pahlawan wanita, pasti Anda akan menjawab R.A Kartini yang lahir di Jepara, 21 April 1879, dan dibesarkan dari keluarga bangsawan. Kaum bangsawan saat itu sangat patriarki sehingga memberi ruang bagi Kartini untuk berjuang mendapatkan hak-hak kaum wanita. Kartini banyak memberi inspirasi melalui pendidikannya yang pernah bersekolah  dan berhubungan dengan orang-orang asing seperti orang Belanda untuk memberi inspirasi perjuangan kesetaraan.

2. Cut Meutia

Cut Nyak Meutia. Wikipedia

Anda juga pasti tidak asing dengan sosok yang ada dalam uang pecahan seribu rupiah. Cut Meutia adalah istri dari Teuku Tjik Tunong yang sama-sama menjadi pahlawan Indonesia. Dia lahir di Kesultanan Aceh pada 15 Februari 1870 dan telah mendedikasikan diri untuk membela hak kemerdekaan rakyat melalui gerilya. 

3. Fatmawati

Fatmawati dikenal karena jasa besarnya saat detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan istri dari Presiden Republik Indonesia, Soekarno. Seperti dituturkan dalam laman kemensos.go.id, Fatmawati diketahui menjahit bendera Sang Saka Merah Putih saat dirinya sedang hamil besar. Menggunakan alat jahit tangan, bendera Merah Putih berukuran 2x3 meter itu dijahit oleh Fatmawati di ruang makan dengan harapan kelak dapat digunakan untuk keperluan bangsanya.

4. Rasuna Said 

Hajjah Rangkayo (HR) Rasuna Said. wikipedia

Rangkayo Rasuna Said mungkin masih asing di telinga Anda. Namun, perannya dalam memperjuangkan hak-hak wanita perlu diacungi jempol.  Rasuna Said lahir di Agam, Sumatera Barat, 14 September 1910 dan diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 13 November 1974 lewat Surat Keputusan Presiden RI No.084/TK/Tahun 1974. Saat itu, Rasuna Said mendidik kaum wanita di lingkungannya untuk belajar politik dan segala aspek bidang untuk menuju kesetaraan sosial.

5. Dewi Sartika 

Pada 1911 bersama Dewi Sartika, Lasminingrat mendirikan sekolah perempuan bernama Sekolah Kautamaan Puteri. Karena kontribusinya yang besar terhadap pendidikan di Tanah Air dan menjadi tokoh intelektual perempuan pribumi, Lasminingrat dijuluki sebagai tokoh perempuan ‘Sang Pemula’ . Wikipedia dan Jogjaprov.go.id

Raden Dewi Sartika berjuang menjadi pelopor pendidikan kaum wanita yang saat itu dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Raden Dewi Sartika lahir di Cicalengka, Jawa Barat, pada 4 Desember 1884. Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika memprakarsai Sekolah Isteri Wanita di Pendopo Kabupaten Bandung. Kemudian, ia  sempat pindah tempat tinggal di Jalan Ciguriang tahun 1910 dan kemudian mendirikan Sekolah Kaoetamaan Isteri. Alasan pendirian sekolah tersebut salah satunya agar perempuan menjadi istri yang cerdas, merdeka, dan berani.

6. Andi Depu

Jasa Andi Depu Maraddia Balanipa telah dikenang dan dihargai oleh pemerintah Indonesia melalui penganugerahan gelar pahlawan nasional. Sosok Andi Depu sangat gesit, terbukti dengan aksinya yang berhasil mengibarkan bendera merah putih saat pasukan kolonial Jepang datang di Mandar 1942. Aksinya itu kemudian mendapat apresiasi melalui penghargaan Bintang Mahaputra Tingkat IV dari Soekarno.

7. Maria Walanda Maramis

Maria Walanda Maramis. wikipedia.org

Pahlawan wanita tidak sekadar berperang melawan pendudukan kolonial, tetapi juga melawan bangsa sendiri untuk mendapatkan hak-haknya sebagai wanita terutama bidang pendidikan dan politik. Begitulah Maria Walanda Maramis, salah satu pahlawan nasional asal Sulawesi Utara. Pada 8 Juli 1917, mendirikan PIKAT untuk memajukan pendidikan wanita Minahasa. Hasil perjuangannya, yaitu kaum wanita Minahasa berhasil memiliki hak suara politik.

8. Nyai Ahmad Dahlan 

Tokoh pahlawan nasional wanita lainnya yakni Nyai Ahmad Dahlan alias Siti Walidah. Semasa hidupnya, Nyai Ahmad Dahlan memprakarsai didirikannya asrama putri wanita untuk pendidikan Islam yang didalamnya mempelajari retorika hingga dakwah Islam. Selain itu, ia juga mendirikan Sopo Tresno pada 1941. Untuk memimpin perjuangan rakyat, Nyai Ahmad Dahlan bersama Soekarno dan Soedirman pernah diskusi bersama membahas perang melawan pemerintah kolonial.

9. Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dien. Wikipedia

Pahlawan wanita Cut Nyak Dhien lahir pada 1848 di Aceh. Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan Aceh terkemuka yang memiliki sikap tegas dan nasionalisme tinggi. Terbukti dengan dirinya yang rela berjuang untuk membebaskan rakyat Aceh dari cengkeraman penjajah di Tanah Rencong bersama Teuku Umar. Cut Nyak Dhien juga tanpa takut memimpin perang melawan Belanda dengan segala taktiknya sebagai wanita yang cerdas.

10. Laksamana Malahayati 

Aceh terkenal dengan tanah pahlawan kemerdekaan RI. Salah satunya ialah Keumalahayati yang kemudian diberi gelar Laksamana. Saat itu 11 September 1599, Malahayati memimpin pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah syahid) yang berjumlah 2 ribu orang untuk berperang melawan Belanda di benteng serta membunuh Cornelis de Houtman.

Pilihan Editor:  Mengenal Ratu Kalinyamat, Pejuang Perempuan yang Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional

NIA HEPPY | ALFI MUNA SYARIFAH | ANDIKA DWI | ZACHARIAS WURAGIL 

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."