Mengenang Kepergian Joko Pinurbo Lewat Puisinya, Perjamuan Khong Guan hingga Celana Ibu

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Sastrawan Joko Pinurbo. Dok.TEMPO/Suryo Wibowo

Sastrawan Joko Pinurbo. Dok.TEMPO/Suryo Wibowo

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kepergian Sastrawan Joko Pinurbo alias Jokpin yang berpulang pada usia 61 tahun, Sabtu pagi 27 April 2024, di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pukul 06.03 WIB meninggalkan kenangan dan cerita. Salah satu WhatsApp Group bertajuk Klub Baca Pangeran dari Timur mengenang Jokpin dengan membagikan puisi-puisi karya mendiang.  

Karya-karya puisi Joko Pinurbo telah memberikan warna tersendiri dalam dunia sastra Indonesia. Gaya khasnya yang memadukan humor, ironi, lirik, budaya populer, dan satir sosial telah memikat banyak pembaca. Berikut cuplikan puisi yang dihimpun dari Grup PDT. 

Ibu Khong Guan

Ibu pulang dari gereja
membawa lima roti dan dua ikan
dalam kaleng Khong Guan,
persediaan makan sebulan.

(Joko Pinurbo - 2019)

Rumah Khong Guan

Biskuit berterima kasih
kepada rengginang
yang telah ikut melestarikan
rumahnya yang merah:
kaleng Khong Guan.

(Joko Pinurbo - 2019)

Tuhan, ponsel saya rusak dibanting gempa.
Nomor kontak saya hilang semua.
Satu -satunya yang tersisa ialah nomor MU

Tuhan berkata: Dan itulah satu satunya nomor yang tak pernah kau sapa.

(Joko Pinurbo - Perjamuan Khong Guan - 2019)

Celana Ibu 

Maria sangat sedih
menyaksikan anaknya
mati di kayu salib tanpa celana
dan hanya berbalutkan sobekan jubah
yang berlumuran darah.

Ketika tiga hari kemudian
Yesus bangkit dari mati,
pagi-pagi sekali Maria datang
ke kubur anaknya itu, membawa
celana yang dijahitnya sendiri
dan meminta Yesus mencobanya.

"Paskah?" tanya Maria.
"Pas!" jawab Yesus gembira.

Mengenakan celana buatan ibunya,
Yesus naik ke surga.

(Joko Pinurbo - 2004)

Pulang

“Rinduku yang penuh, pecah di atas jalanan macet,
sebelum aku tiba di ambang ambungmu.”

“Kegembiraanku sudah mudik duluan,
aku menyusul
kemudian.
Judul sajakku sudah pulang duluan.
Baris- baris sajakku masih berbenah di perjalanan.”

“Jika nanti air mataku, terbit di matamu.
Dan air matamu terbenam di mataku,
maaf selesai dan cinta kembali dimulai.”

(Joko Pinurbo - 2016)

Tengah Malam

Badai menggemuruh di ruang tidurmu.
Hujan menderas, lalu kilat, petir
dan ledakan-ledakan waktu dari balik dadamu.

Sesudah itu semuanya reda.
Musim mengendap di kaca jendela.
Tinggal ranting dan dedaunan kering
berserakan di atas ranjang. Hening.

Waktu itu tengah malam. Kau menangis.
Tapi ranjang mendengarkan suaramu sebagai nyanyian.

(Joko Pinurbo - 1989)

Kondisi Kesehatan Menurun 

Joko Pinurbo  meninggalkan istri Nurnaeni Amperawati Firmina dan dua anak Paskasius Wahyu Wibisono, Maria Azalea Anggraeni, Alexander Gilang Samudra Rajasa (menantu) serta dua cucu.

Jenazah penyair peraih Achmad Bakrie Awards 2023 itu lantas dimandikan dan disemayamkan. Rencananya jenazah akan dimakamkan pada Minggu 28 April di Pemakaman Demangan Wedomartani Ngemplak Sleman. 

Putri Jokpin, Maria Azalea Anggraeni menuturkan kondisi kesehatan sang ayah sudah tampak menurun sejak Jumat 26 April 2024. "Tapi dibawa ke rumah sakit sudah sejak Kamis (25 April 2024), saat itu keluhannya di paru-paru," kata Azalea.

Profil singkat Joko Pinurbo

Joko Pinurbo lahir di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, pada 11 Mei 1962. Jokpin menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang sekarang menjadi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Kegemarannya dalam mengarang puisi sudah dimulai sejak di Sekolah Menengah Atas.

Penghargaan pun telah banyak menghampiri Joko Pinurbo sebagai pengakuan atas prestasinya yang gemilang. Tahun 2023 lalu, Jokpin meraih penghargaan Achmad Bakrie XIX atau Achmad Bakrie Awards 2023 untuk kategori sastra.

Beberapa penghargaan lainnya termasuk Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta (2001), Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001,2012), Hadiah Sastra Lontar (2001). Ada pula Penghargaan Sastra Badan Bahasa (2002, 2014), Kusala Sastra Khatulistiwa (2005, 2015), dan South East Asian (SEA) Write Award (2014), dan Anugerah Kebudayaan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (2019).

Selain itu, karya-karya sastrawan ini tak terbatas pada puisi saja. Dia juga membuat beberapa buku puisi seperti Celana (Magelang: Indonesia Tera, 1999; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018), Di Bawah Kibaran Sarung (Magelang: Indonesia Tera, 2001), Pacarkecilku (Magelang: Indonesia Tera, 2002), Telepon Genggam (Jakarta: Kompas, 2003; Yogyakarta: Basabasi, 2016; Diva Press, 2019), Kekasihku (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2004; Jakarta: Omah Sore, 2010), Pacar Senja (Jakarta: Grasindo, 2005), Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), Kepada Cium (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), Tahilalat (Jakarta: Omah Sore, 2012; Yogyakarta: Basabasi, 2017), Baju Bulan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), Surat Kopi (Motion Publisihing, 2014; Jakarta: Grasindo, 2019), Bulu Matamu: Padang Ilalang (Motion Publisihing, 2014; Yogyakarta: Diva Press, 2019), Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016) dan masih banyak lainnya. 

Karya lainnya termasuk buku cerita Srimenanti (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2019), kumpulan esai Bermain Kata, Beribadah Puisi (Yogyakarta: Diva Press, 2019), Berguru kepada Puisi (Yogyakarta: Diva Press, 2019) dan terjemahan (puisi) Trouser Doll (Jakarta: Lontar, 2002) serta Borrowed Body and Other Poems/Geliehener Korper und Andere Gedichte(Jakarta: Lontar, 2015)

Selamat jalan, Mas Jokpin.

Pilihan Editor: Bacakan Puisi untuk Palestina, Retno Marsudi: Pantang Mundur Terus Membantumu

PRIBADI WICAKSONO | YUNIA PRATIWI 

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."