Rentan Alami Gangguan Kesehatan Mental, Pasien Tuberkulosis Butuh Dukungan Psikologis

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock

Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Peneliti tuberkulosis dan akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Ahmad Fuady M.Sc PhD mengatakan pasien tuberkulosis atau TBC rentan mengalami gangguan kesehatan mental karena kerap dikucilkan dari lingkungannya.

"Yang kena TBC apalagi yang resistan obat, mereka masih mengalami mental health yang terganggu, gimana kerjaannya, gimana kalau ditinggal teman, dikeluarkan dari kerjaan, ditinggal pasangan. Mereka butuh support psikologis," kata Ahmad dalam konferensi pers Hari Tuberkulosis bersama Stop TB Partnership Indonesia (STPI) di Jakarta, Senin 25 Maret 2024.

Ahmad mengatakan dalam penelitian yang pernah ia lakukan di tujuh provinsi di Indonesia, sebanyak 61 persen orang mengalami stigmatisasi TBC, dan 31 persen di antara mereka mengalami depresi.

Pengukuran tingkat depresi pasien TBC ada pada bagaimana stigmatisasi masyarakat yang dialamatkan pada pasien, adanya depresi atau kecemasan terhadap pekerjaan dan reaksi keluarga, dan bagaimana kualitas hidupnya setelah didiagnosa terkena tuberkolosis.

Ia mengatakan perlu adanya intervensi dari berbagai pihak baik pribadi maupun komunitas penyintas TBC agar bisa membangun sebuah sistem dukungan yang bisa menurunkan masalah kecemasan pasien TBC.

"Yang sedang kami lakukan di dua provinsi Depok dan Padang, kami ukur kalau ada pasien datang pertama kali terdiagnosis TBC baik sensitif maupun kebal ditanya ada nggak masalah mentalnya, kalau ada kita skrining dan di arahkan ke pertemuan kelompok," katanya.

Grup konseling dilakukan dengan memberikan ruang pada pasien TBC mengekspresikan keluh kesahnya dan saling membantu satu sama lain karena memiliki kesamaan yang bisa dibagikan.

Konseling juga bisa dilakukan untuk keluarga yang kerap mengucilkan anggota keluarga lainnya yang terkena TBC, agar mereka tetap bisa diterima di lingkungan keluarganya.

Dukungan juga bisa diwujudkan dari lingkungan pekerjaan dengan memberikan hak-hak bagi pasien TBC jika mereka pergi ke pusat kesehatan. Ahmad mengatakan perusahaan sebaiknya tidak mengeluarkan karyawannya karena TBC, diberikan keleluasaan untuk berobat, dan tidak dipotong gaji saat izin berobat setidaknya 2 bulan atau 2 minggu sampai pasien merasa lebih baik.

Bagi pekerja yang memiliki risiko terpapar silika di pekerjaannya, perusahaan diharapkan memberikan fasilitas skrining agar TBC bisa dicegah lebih awal.

Pilihan Editor: Ketahui Gejala TBC, Batuk Berdahak selama 2 Pekan Salah Satunya

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."