Mana Lebih Baik, Minum Jamu Dingin atau Panas?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
ilustrasi jamu (pixabay.com)

ilustrasi jamu (pixabay.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Apakah kamu termasuk yang masih bingung memilih minum jamu dingin atau panas? Jawabannya boleh keduanya, Sahabat Cantika. Menurut dokter apoteker Kintoko, mengonsumsi jamu dingin atau panas tidak mengubah nilai gizi asalkan diekstraksi dengan air panas dalam proses pembuatannya.

"Disajikan tergantung selera, panas atau dingin. Jamu ala kafe atau milenial disajikan dingin dikasih es batu. Itu tidak mengubah nilai gizi asalkan pengolahannya dilakukan secara tepat yaitu diekstrasi dengan air panas seperti kebudayaan nenek moyang kita," ujar Kintoko yang juga Ketua Umum Apoteker Praktek Herbal Indonesia dalam Pameran Super Drink dan Super Food di Bukit Podomoro, Jakarta Timur, Minggu, 3 Maret 2024.

Bila kamu ingin menambahkan madu atau gula aren, boleh juga. Namun, dokter Kintoko mengingatkan untuk memilih madu asli agar menambah nilai kesehatan.

Kintoko juga merekomendasikan minum jamu sebelum makan karena komponen nutrisi di dalam jamu mudah diserap oleh usus dalam perut kosong. "Secara umum, herbal-herbal multikomponen, kalau dikonsumsi setelah makan akan berpotensi berinteraksi dengan makanan-makanan yang kita makan seperti protein, karbohidrat," kata Kintoko.

Dokter apoteker Kintoko ditemui di pameran Super Drink dan Super Food di Bukit Podomoro, Jakarta Timur, Minggu, 3 Maret 2024. Foto: CANTIKA/Silvy Riana Putri

Sekilas Sejarah Jamu

Dalam bahasa Jawa, jamu adalah jampi. Kata jamu (jampi) ditemukan pada naskah kuno Gathotkacasraya karya Mpu Panuluh di era Kerajaan Kediri. Indonesia punya akar budaya terkait jamu sejak abad ke-8, yaitu pada saat wangsa Syailendra membangun Candi Borobudur.

"Kita tahu di sana ada relief yang pahatan tanaman-tanaman sebanyak 65 jenis. Dan ini berhubungan dengan kebudayaan sampai bisa melihat adanya istilah jamu gendong sudah masuk era Majapahit di abad ke-14. Dan kemudian dilanjutkan era Mataram Islam lewat naskah kuno pengobatan primbon jampi jawi, itu ramuannya lebih dari 300 tanaman yang dipakai. Dari perjalanan ini menunjukkan punya akar budaya jamu," ucapnya.

Menurut dokter Kintoko, di zaman wangsa Syailendra, jamu umumnya menggunakan tanaman kacang-kacangan, jambu-jambuan, dan sukun-sukunan. Di masa itu, jamu menjadi makanan untuk kesehatan, tanaman yang digunakan sebagai makanan harian yang berdampak kepada kesehatan, promotif dan preventif.

Pilihan Editor: Metta Murdaya: Jamu, Tradisi Kesehatan yang Sering Disepelekan

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."