Mengulik Sejarah Kampung Ketandan, Kawasan Pecinan di Yogyakarta

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Kampung pecinan Ketandan di Jalan Malioboro Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono

Kampung pecinan Ketandan di Jalan Malioboro Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kampung Ketandan salah satu kawasan pecinan di Yogyakarta. Kampung ini terletak di jantung kota, yaitu area Malioboro, tepatnya di persimpangan Jalan Margo Mulyo, Jalan Beskalan, dan Jalan Ketandan. Bicara soal arsitektur, ciri khas bangunan di kampung ini kental suasana masa lalu. Sebagian besar rumah di Ketandan dibangun di bagian belakang dan digunakan oleh pemiliknya sebagai toko.

Dikutip dari warta.jogjakota.go.id, sebagian besar penduduk di kawasan ini bekerja sebagai pedagang emas dan permata, toko kelontong, toko herbal, penyedia kebutuhan pokok, serta kuliner. Menjelang tahun 1950-an, hampir 90 persen warga di sana beralih usaha ke toko emas. Pada 1955, kawasan ini menjadi tempat dibukanya toko emas pertama di Yogyakarta. 

Dilansir dari pariwisata.jogjakota.go.id, Kampung Ketandan memiliki hubungan sejarah dengan Keraton Yogyakarta. Hal ini lantaran pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono III, Kampung Ketandan merupakan tempat tinggal para “tondo”, pegawai pajak yang bertugas menarik pajak etnis Tionghoa untuk diserahkan kepada Keraton Yogyakarta. Dari sana, etnis Tionghoa memainkan peran penting dalam sejarah dan perkembangan kebudayaan di Kota Yogyakarta. 

Terjadinya akulturasi budaya selama bertahun-tahun melahirkan seseorang bernama Tan Jin Sing, yang menjadi bupati keturunan campuran Tionghoa dan Jawa. Dia merupakan putra dari seorang bangsawan Jawa, dan diangkat menjadi bupati oleh Sri Sultan Hamengkubuwono III. 

Tan Jin Sing adalah anak dari ayahnya, Demang Kalibeber di Wonosobo dan ibunya, Raden Ayu Patrawijaya yang masih keturunan Sultan Amangkurat dari Mataram. Ayahnya meninggal saat dia masih bayi. Akhirnya, dia diadopsi oleh seorang saudagar Tionghoa bernama Oei Tek Long. 

Dia kemudian dididik secara adat istiadat Tionghoa dan tata cara budaya Jawa. Ketika Tek Liong menikah dan menetap di Magelang, Tan Jin Sing juga diajarkan bahasa Belanda dan Inggris, serta budaya Eropa. 

Tan Sin Jing tumbuh menjadi pribadi yang cerdas dan pandai. Dia pun berteman dekat dengan Raffles, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda pada masa itu. Dia pun kemudian menjadi penghubung antara Sri Sultan Hamengkubuwono III dengan Gubernur Jenderal Raffles. Akhirnya, dia diangkat menjadi bupati dan diberi gelar sebagai Kanjeng Raden Tumenggung Secodonongrat. 

Daerah Kampung Ketandan telah menjadi tempat masyarakat Tionghoa tinggal dan mencari nafkah sejak 200 tahun lalu. Sejak 2006, kawasan ini dijadikan tempat digelarnya Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PTBY) untuk menyambut Tahun Baru Imlek oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Berbagai kuliner khas Tionghoa disajikan, seperti kue keranjang, kue mangkok, mi panjang umur, dan masih banyak lagi. Setiap perhelatan PTBY, tidak hanya warga Tionghoa saja yang berkunjung ke Kampung Ketandan, namun juga warga Yogyakarta dan sekitarnya turut menikmati rangkaian acara. PTBY diadakan sebagai upaya untuk melestarikan identitas kawasan pecinan Kampung Ketandan dan mempertahankan keanekaragaman budaya di Kota Yogyakarta.

Pilihan Editor: Cerita Belanja di Teras Malioboro 1, Penjual Informatif dan Bisa Bayar Pakai QRIS

SUKMA KANTHI NURANI  I  M. RIZQI AKBAR | PRIBADI WICAKSONO I  EIBEN HEIZIER

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."