Cara Asyik Komunitas Pecinta Kebaya Nusantara dan Blangkonde Rayakan Hari Ibu

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Komunitas Pecinta Kebaya Nusantara dan Blankonde merayakan Hari Ibu dengan berkebaya di Kota Tua, Jumat, 22 Desember 2023/Foto: Susi Enita

Komunitas Pecinta Kebaya Nusantara dan Blankonde merayakan Hari Ibu dengan berkebaya di Kota Tua, Jumat, 22 Desember 2023/Foto: Susi Enita

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Momen Hari Ibu yang terinspisrasi dari gerakan perempuan Indonesia dimaknai dengan berbagai cara oleh banyak orang. Begitu pula dengan Komunitas Pecinta Kebaya Nusantara dan Blangkonde yang berkolaborasi menggelar perayaan Hari Ibu dengan sederet acara di Kota Tua, Jumat, 22 Desember 2023. Mulai dari parade berkebaya dan berkonde, merajut, membaca tarot, tingwe atau nglinthing dhewe (melinting sendiri) tembakau hingga pembacaan puisi bertema Ibu. 

Pegiat komunitas Pecinta Kebaya Nusantara (PKN), Tinna Ling mengatakan perayaan Hari Ibu kali ini menjadi salah satu acara yang digagas oleh komunitas yang berdiri sejak akhir 2021 lalu. PKN sendiri, kata Tinna dimulai dari para perempuan pecinta kebaya yang masih belum memiliki keberanian berkebaya sendiri-sendiri. 

Tinna sendiri mengaku jatuh cinta pada kebaya sebelum badai pandemi datang, saat ia masih tinggal di Bali. Di Pulau Dewata itulah Tinna menemukan kebaya kutubaru berbahan lembut. Kebaya itu rasanya kayak pakai kaus, enggak pakai kancing jadi tinggal dipasang. Akhirnya jadi suka pakai kebaya," ucap Tinna saat ditemui CANTIKA. 

Berawal dari kecintaan pada kebaya, Tinna pun membuat komunitas Pecinta Kebaya Nusantara supaya setiap bulan ada acara berkebaya bersama-sama. Parade kebaya akbar dimulai di acara Car Free Day dimulai saat Covid-19 mulai mereda di akhir tahun 2021. "Mulai dari situlah kita kemudian ketemu sama banyak orang yang memiliki visi dan misi yang sama untuk membentuk komunitas," kata Tinna. 

Melalui PKN yang anggotanya sudah lebih dari 40 member ini, Tinna ingin membudayakan kebaya dengan pakem beserta kondenya. Hal itu terinspirasi dari masa di mana ia pernah tergabung di komunitas Wanita Bersanggul Indonesia (WBI) Surabaya. "Agenda kami sebulan dua kali berkebaya bersama-sama, salah satunya berkunjung ke museum dan ruang publik lainnya," imbuh Tinna. 

Selain itu, PKM memiliki visi dan misi yang kuat dengan tujuan agar perempuan Indonesia kembali ke jati diri bangsa. "Agar busana Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Semakin menyadari bahwa kita harus mulai membangkitkan kembali budaya kita sendiri, salah satunya dengan kampanye kebaya," harap Tinna. 

Tinna Ling, pegiat komunitas Pecinta Kebaya Nusantara/Foto: CANTIKA/Ecka Pramita

Senada dengan PKN yang ingin melestarikan budaya Nusantara, begitu pula dengan pegiat komunitas BlangKONde yang lahir karena keresahan busana tradisional semakin hari semakin kurang eksistensinya. Hal itu dikatakan oleh Susi Enita, salah satu pegiat Blangkonde. "Coba, deh, kalau ditanya sama anak-anak remaja sekarang apa busana tradisional Indonesia, kebanyakan jawab batik bukan kebaya," ucap Susi saat ditemui dalam kesempatan yang sama. 

Kegelisahan itu menjadi muasal lahirnya BlanKONde yang ingin mempopulerkan perempuan berkonde dan pria pakai blangkon atau penutup kepala tradisional lainnya pada akhir 2021 lalu. "Sekumpulan pria dan wanita yang berasal dari berbagai latar belakang dari usia muda hingga sepuh, tetapi memiliki misi yang sama untuk melestarikan budaya dan menyuarakan kesetaraan" ucap Susi. 

Saat disinggung apakah komunitas ini hanya untuk perempuan berkonde saja, Susi menanggapi bahwa BlangKONde terbuka untuk semua orang termasuk perempuan yang berhijab. "Namun, jika merujuk pada kehidupan para perempuan zaman dulu muasalnya perempuan memang pakai sanggul," ucap Susi yang hampir setiap kegiatan selalu berkebaya dan berkonde ini. 

Susi Enita, pegiat Komunitas BlangKONde/Foto: CANTIKA/Ecka Pramita

Di sisi lain, Susi merasakan jika era sekarang busana tradisional khususnya kebaya mulai terus dikampanyekan gaungnya, bisa dikenakan di berbagai kesempatan bahkan difasilitasi oleh negara dalam bentuk peringatan perempuan berkebaya. "Kami sangat terbuka jika teman-teman ingin bergabung dan mengenal kebaya lebih dekat, termasuk belajar pakai kain," tambah Susi. 

Secara esensi, Susi bersama anggota BlangKONde berupaya mengembalikan otentitas budaya Indonesia, dalam hal ini kebaya dan blangkon agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan tidak diakui oleh negara lain. "Ingin mengembalikan makna dan pakemnya seperti semula, sama dengan peringatan Hari Ibu ingin agar kembali ke maknanya bahwa yang disebut ibu adalah perempuan bukan hanya yang sudah pernah melahirkan," tambah Susi. 

Kini, BlangKONde yang membernya telah mencapai lebih dari 100 member ke depannya ingin terus melakukan kampanye busana tradisional di ruang publik, termasuk salah satunya di Sarinah. "Kami juga akan mengambil momen penting seperti 17-an dan ada rencana mau bikin festival soto juga," ucap Susi membocorkan rencana BlangKONde.

Diketahui, Indonesia memiliki warisan budaya yang kaya, salah satunya adalah kebaya, busana tradisional yang sering dipadukan dengan kain batik, songket, atau tenun. Namun, dengan perubahan zaman, kekhawatiran akan sirnanya busana tradisional tersebut semakin meresahkan. Dengan semangat komunitas Pecinta Kebaya Nusantara dan BlangKONde diharapkan menjadi salah satu langkah kongkret untuk ikut melestarikan budaya Nusantara. 

Pilihan Editor: Hari Ibu, Cerita Mikawati Berjuang Menjadi Single Mom yang Tegar dan Bisa Berdiri Tegak

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."