Jalan Panjang Kebaya Goes to UNESCO, Belum Diputuskan Maju Sendiri Atau Bersama

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Gaya warga saat berkebaya dalam acara Kebaya Lembang Goes to UNESCO di Alun-alun Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 3 Agustus 2022. Kebaya Indonesia saat ini sedang dalam proses diajukan ke UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia. TEMPO/Prima Mulia

Gaya warga saat berkebaya dalam acara Kebaya Lembang Goes to UNESCO di Alun-alun Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 3 Agustus 2022. Kebaya Indonesia saat ini sedang dalam proses diajukan ke UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia. TEMPO/Prima Mulia

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaKebaya bukanlah sekadar pakaian yang kita kenakan, kebaya memiliki filosofi yang melambangkan kesederhanaan, keanggunan, dan kepribadian pemakainya. Tiap-tiap daerah di Indonesia juga memiliki ragam jenis kebaya yang melambangkan nilai dan filosofinya masing-masing.

Seiring waktu, khususnya di era masa kini, kebaya menjelma sebagai tren yang bisa dikenakan sebagai busana keseharian yang banyak dipakai anak muda. Kita tidak lagi menemukannya di acara formal, tetapi di berbagai kegiatan mulai di perkantoran, saat bersepeda, hingga mendaki gunung.

Mengingat betapa khasnya kebaya, membuat eksistensinya semakin bersinar dan turut berpartisipasi dalam pengajuan warisan budaya tak benda dunia oleh UNESCO. Ketua Umum Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), Rahmi Hidayati mengatakan hingga saat ini pihaknya telah menggelar berbagai acara dan program untuk mendukung kebaya goes to UNESCO

"Perlu diketahui negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam mengajak Indonesia untuk mendaftar bareng atau multination. Nah, padahal kalau bisa single nation mengapa tidak, kita punya catatan panjang sejarah kebaya, sejak 300-400 tahun lalu kebaya yang memiliki bukti kesejarahaan," ucap Rahmi melalui live Instagram Cerita Cantika bertajuk Kebaya dan Anak Muda, 12 Agustus 2022. 

Rahmi berharap, pendaftaran bisa dilakukan single nation yakni dari Indonesia sendiri tidak bersama negara lainnya. Oleh sebab itu, pihaknya dan komunitas kebaya lainnya ingin memperjuangkan pendaftaran kebaya ke UNESCO. "Kalau saya pribadi inginnya ya atas nama Indonesia, kendati satu rumpun sama negara tetangga lain. Biar bagaimana kita punya sejarahnya sendiri," imbuh Rahmi. 

"Semoga nanti ada jalannya dengan berdiskusi dan berkolaborasi bersama Dirjen Kebudayaan dan komunitas yang concern pada pelestarian kebaya lainnya. Sampai nanti akan ada keputusan apakah mendaftar sendiri atau apakah akan melakukan kolaborasi" 

Masing-masing keputusan, lanjut Rahmi ada konsekuensinya. kalau mendaftar bersama dengan negara lainnya bisa didaftarkan tahun ini di UNESCO. tetapi kalau mau sendiri butuh tiga atau lima tahun lagi. Sebab satu negara hanya boleh mengajukan warisan budaya. "Kalau pun mau mengajukan sendiri setelaha jamu dan reog," tambahnya. 

Sementara itu, upaya lain selain audiensi dan koordinasi dengan pihak terkait, Perempuan Berkebaya Indonesia juga terus melakukan kampanye kepada masayarakat luas untuk mengenakan kebaya di berbagai acara. "Salah satu pelengkap dokumen ialah bukti bahwa kebaya sering dipakai perempuan Indonesia di setiap generasi. Misalnya kita bikin kegiatan memakai kebaya dengan tools foto dan video," lanjutnya. 

Semakin banyak website yang mengunggah foto berkebaya, menurut Rahmi akan semakin meluaskan semangat perempuan untuk berkebaya. Salah satunya yang diinisasi oleh tim Tradisikebaya.id. Dukungan terhadap Gerakan Kebaya Goes to UNESCO bisa disampaikan lewat foto diri saat berkebaya dan diunggah di laman tradisikebaya.id. Gerakan itu berlangsung sejak 9 Agustus 2022 hingga 9 Desember 2022.

Baca: Dian Sastro Ajak Perempuan Indonesia Ikut Gerakan Kebaya Goes to UNESCO

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."