Ada 2 Jenis Alergi yang Kerap Dialami Masyarakat Indonesia, Apa Saja?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi anak alergi. communitytable.parade.com

Ilustrasi anak alergi. communitytable.parade.com

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaAlergi atau reaksi hipersensitivitas terhadap zat tertentu (alergen) umum terjadi. World Allergy Organization (WAO) memperkirakan prevalensi alergi di setiap negara di dunia mencapai 15-20 persen. 

Meski tidak tergolong sebagai penyakit berbahaya, alergi bisa mempengaruhi aktivitas penderitanya, termasuk mengganggu produktivitas. Bahkan, studi American Journal of Rhinology and Allergy (2012) menyebutkan bahwa pilek alergi merupakan penyebab turunnya produktivitas pekerja sebesar 27 persen, dan berkurangnya kualitas hidup hingga 28 persen.

Pilek alergi (rhinitis) bersama gatal alergi (urtikaria) merupakan dua jenis alergi yang kerap dialami masyarakat Indonesia. Prevalensi pilek alergi di Tanah Air sebesar 53 persen dengan penderitanya paling sering ditemukan di kalangan usia produktif. Sementara, untuk gatal alergi, sebuah penelitian di Palembang mendapati prevalensinya mencapai 43 persen.

Pharmacy expert, Prof. Dr. apt. Zullies Ikawati, menegaskan di Indonesia, pilek Alergi dan gatal Alergi/Urtikaria merupakan jenis alergi yang paling umum dijumpai. "Para penderita alergi pilek atau rhinitis akan mengalami gejala seperti gangguan tidur; telinga gatal atau berdengung; mata berair, gatal dan merah; bersin-bersin, hidung tersumbat, hidung banyak ingus, hidung gatal; serta tenggorokan gatal, batuk dan postnatal drip,” katanya dalam konferensi pers virtual peluncuran Claritin, Swamedikasi Alergi untuk Bebas Beraktivitas Tanpa Kantuk pada 12 Juli 2022.

Sementara  gatal alergi atau urtikaria yang biasa disebut biduran atau kaligata, dapat terjadi pada semua kelompok usia. Bahkan, sekitar 15-20  persen populasi pernah mengalami gatal alergi atau urtikaria selama hidupnya. Gatal alergi atau urtikaria  ditandai dengan munculnya ruam dan flare disertai dengan bentol, rasa gatal atau rasa panas. “Menghindari alergen merupakan penanganan terbaik untuk mengatasi alergi. Meski demikian, seringkali penderita alergi berada di situasi yang tidak memungkinkan mereka untuk menghindari pemicu alergi Misalnya, pelaku perjalanan yang memiliki alergi debu, tetapi harus mengunjungi daerah tersebut. Swamedikasi menghindari pemicu alergi dan anti alergi tanpa kantuk untuk dapat dapat meredakan alerginya,” katanya. 

Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Farmasi Universitas Gadjah Mada itu, biasanya pemicu alergi beragam seperti debu, makanan, serbuk sari bunga, dan hal lainnya yang juga disebut alergen.

Country Division Head of Consumer Health Bayer Indonesia, Steven Lee, mengatakan selama ini penderita alergi seringkali enggan mengonsumsi obat alergi atau antihistamine. Sebab, mayoritas obat tersebut kurang praktis diperoleh lantaran membutuhkan resep dokter. Selain itu, efek sampingnya memicu kantuk sehingga mengganggu produktivitas dan kualitas hidup. Timnya pun merilis obat tanpa resep dokter, Claritin, untuk mengobat alergi. "Hadirnya Claritin dari Bayer kami harap menjadi solusi bagi penderita alergi untuk tetap bebas beraktivitas dan kembali dapat menjalani hidup secara berkualitas untuk redakan alergi,” kata Steven Lee. 

Zullies mengatakan pemerintah mendukung upaya swamedikasi penyakit alergi melalui perubahan golongan obat Loratadine menjadi obat bebas terbatas. Berdasarkan Peraturan Kemenkes (PMK no.3 tahun 2021), swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan secara mandiri untuk mengobati gejala penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Hal ini akan mendukung pelayanan di apotek untuk swamedikasi alergi yang benar kepada konsumen dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gejala alergi. "Alergi melibatkan pemicu alergi. Oleh karena itu diperlukan obat Anti Alergi. Loratadine yang merupakan salah satu anti alergi yang dapat diberikan secara swamedikasi untuk penanganan Alergi,” kata Zullies.

Baca: Berikut Tanda-tanda Alergi Vaksin Covid-19

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."