Pelecehan Seksual di Ruang Publik Bikin Tak Nyaman, Cat Calling Paling Sering

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Diskusi 'Stand Strong Against Sexual Harassment'/Zumba

Diskusi 'Stand Strong Against Sexual Harassment'/Zumba

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Ancaman kekerasan dan pelecehan seksual kerap mengintai, baik pada ruang publik secara langsung maupun virtual. Pelecehan seksual di ruang publik juga kerap mengintai di transportasi umum, tempat keramaian, lingkungan rumah, tempat kerja, hingga tempat berolahraga atau pusat kebugaran.

Tamara Lois dari Sanggar Swara membagikan kisah bagaimana kekerasan dan pelecehan seksual di ruang publik, khususnya tempat olahraga. Ia menuturkan melakukan olahraga bersama komunitasnya di lapangan. "Beberapa minggu berjalan baik tapi seiring berjalannya waktu kayak tiba-tiba disiul-siul, megang badan tanpa consent. Pada saat itu belum tau ini bagian dari sexual harassment," kata Tamara dalam diskusi ‘Stand Strong Against Sexual Harassment' pada 25 Maret 2022.

Sementara pelatih zumba, Denada Tambunan menuturkan bahwa bentuk kekerasan dan pelecehan seksual di ruang publik yang paling sering terjadi ialah cat calling. Meskipun mungkin ada yang sampai ke tindakan fisik. Walau begitu, pelecehan seksual yang sering ia alami adalah pelecehan seksual secara verbal. "Kayaknya mungkin yang paling sering banget cat calling ya dan nggak nyaman banget, apalagi itu dilakukan secara beramai-ramai," ucapnya pada 25 Maret 2022.

Denada mengajak agar masyarakat bisa saling menghormati terhadap sesama. "Dan sebaiknya juga setiap orang bisa memiliki kesempatan yang sama," katanya.

Mia Badib selaku pegiat Jakarta Feminist juga mengungkapkan bahwa kekerasan dan pelecehan seksual memang suatu tindakan yang tidak diinginkan, mempermalukan, dan merendahkan. Serta dapat mengintimidasi seseorang baik secara langsung maupun tidak. Dan mirisnya sebagian besar kekerasan dan pelecehan seksual di ruang publik dialami oleh perempuan tanpa bisa dipahami dan hal tersebut dapat terjadi di mana pun.

Sampai saat ini isu kekerasan perempuan lebih banyak ditangani oleh Komnas Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Meurut data dari Catahu 2022, kekerasan seksual di ranah privat terdapat sekitar 1.983. Jenis kekerasan seksual yang menempati urutan pertama adalah pencabulan. Sementara dalam kategori pelaku kekerasan seksual dalam relasi personal, kasus paling banyak dilakukan oleh pacar yang mencapai 1.074 kasus.

Selain kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan, rupanya hal tersebut juga sering terjadi dengan berbasis gender. "Pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender masih terlalu sering terjadi di ruang publik, termasuk di tempat kebugaran dan olahraga. Sudah tahun 2022 tetapi pelecehan masih dianggap sebagai hal yang wajar," ujar Direktur Program Jakarta Feminist, Anindya Restuviani.

Tamara setuju dengan Anindya. Ia mengatakan dalam dunia olahraga, soal itu sering dikemas sebagai trans-phopia yang mana identitas sangat mempengaruhi. Dan banyak orang yang justru berfokus pada gender dan bukan prestasi yang dimiliki oleh mereka. "Kadang banyak juga teman-teman transpuan yang berprestasi, tapi media sering fokus kepada gender bukan prestasi," ungkap Tamara Lois.

Baca: Penyanyi Latin Gloria Estefan Pernah Alami Pelecehan Seksual

DIAH RETNO ANDANI

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."