Tak Cuma Me Time, Berani Berkata Tidak juga Termasuk Self Love

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi wanita mengatakan tidak. Freepik.com/Wayhomestudio

Ilustrasi wanita mengatakan tidak. Freepik.com/Wayhomestudio

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Self love merupakan suatu kondisi ketika diri sendiri merasa layak untuk dicintai dan diprioritaskan. Jika seseorang belum mampu merasakan kelayakan tersebut, paling tidak ia memiliki kemauan untuk memotivasi dirinya sendiri untuk merasakan hal tersebut.

Konsep self love tampak mudah ketika dibicarakan, namun lebih sulit dan menjadi tantangan tersendiri ketika dijalankan setiap hari.

“Siapapun kita, apapun latar belakang kita, masa lalunya, bentuk badannya, kita semua itu berharga dan layak untuk dicintai,” ujar psikolog klinis Inez Kristanti, M.Psi dalam sesi bincang-bincang bersama Shopee secara virtual pada Rabu, 26 Januari 2022.

Menurut Inez, self love juga sebuah perjalanan dalam hidup manusia yang akan selalu berproses dan tidak pernah selesai. Konsep self love, lanjut Inez, hendaknya tidak dijadikan sebagai tujuan hidup.

“Ada masanya mungkin kita merasa down, kita butuh teman-teman kita untuk lebih menyemangati kita atau butuh hal-hal lain untuk bisa membuat kita melihat diri kita sendiri secara lebih positif dan mengapresiasi, kadang itu susah, tapi tidak apa-apa,” kata psikolog lulusan Universitas Indonesia itu.

Pada dasarnya, kata Inez, manusia mustahil untuk selalu merasa dan berpikir positif, bahkan ada kalanya seseorang menjadi sulit untuk melihat hal-hal positif di dalam dirinya sendiri

“Jadi, yang bisa kita lakukan adalah dengan melakukan usaha, misalkan langkah-langkah apa yang bisa kita lakukan untuk bisa mengingatkan kepada diri sendiri bahwa kita berharga,” tutur psikolog yang berpraktik di Angsamerah Institution itu.

Berikut adalah empat hal konkret yang bisa dilakukan untuk melatih self love, menurut psikolog Inez.

1. Mendengar kebutuhan diri sendiri

Untuk memberi gambaran perihal ini, Inez menganalogikan tubuh dan jiwa manusia seperti ponsel yang kadang kala mengalami kondisi kehabisan daya sehingga membutuhkan waktu untuk mengisi ulang energi dan mengistirahatkannya.

“Kalau baterai handphone low-bat, kita panik, kan? Kenapa kalau diri sendiri 'low-bat' dibiarkan? Kita juga dalam tanda kutip ada baterainya, butuh di-charge juga dengan hal-hal yang mungkin bisa meningkatkan energi kita dan membuat kita jadi lebih beristirahat,” katanya.

Ia menegaskan pentingnya mendengarkan kebutuhan diri sendiri dan mampu memenuhi kebutuhan tersebut, dimulai dengan hal yang paling sederhana seperti kualitas tidur harian.

Selain itu, ia juga menyarankan agar seseorang bisa memisahkan dan mengatur lebih bijak antara jam kerja dengan jam istirahat.

“Memisahkan mana jam kerja dan istirahat itu adalah salah satu contoh mendengarkan kebutuhan diri sendiri yang bisa didisiplinkan di kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Ilustrasi wanita bahagia. Unsplash.com

2. Pentingnya me time

Me time sebetulnya tidak membutuhkan waktu yang lama dan panjang. Boleh beberapa menit saja untuk melakukan sesuatu yang memang untuk diri kita sendiri. Yang dilakukan itu memang karena kita ‘mau’, bukan karena kita ‘harus’,” kata Inez.

Me time bisa dilakukan dalam bentuk apa pun, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda untuk menikmati waktu. Menurut Inez, me time bermanfaat untuk kesehatan mental diri sendiri sebab tidak selamanya hidup seseorang hanya dilakukan untuk orang lain.

3. Berani berkata “tidak”

Menurut Inez, berkata “tidak” atau menolak permintaan bantuan dari orang lain bukan berarti mengindikasikan seseorang jahat atau tidak baik. Ada kalanya kita memberi batasan pada diri sendiri ketika merasa tidak mampu untuk menolong atau memenuhi permintaan orang lain.

Ia mengingatkan bahwa ketika hendak menolak permintaan orang lain, sebaiknya menggunakan komunikasi yang lebih asertif dengan sopan dan tegas, sehingga lawan bicara tidak merasa tersinggung.

4. Memisahkan hal-hal yang bisa diubah dan yang tidak bisa diubah

Biasanya, banyak kasus orang mengalami berpikir berlebihan atau overthinking terkait dengan hal-hal yang tidak bisa diubah atau di luar kendali diri sendiri.

“Misalkan, situasi pandemi ini. Pandemi selesainya kapan, kita kan juga tidak bisa ubah, ya, kita tidak bisa kendalikan. Tapi, kita bisa melakukan hal-hal apa sih yang bisa kita ubah, lalu kita pisahkan,” kata Inez.

Ia menyarankan untuk menuliskan dalam kolom terpisah, daftar apa saja apa yang berada di bawah kendali pada sisi kolom kiri dan apa saja yang ada di luar kendali pada sisi kolom kanan.

“Pisahkan kedua hal itu dan fokus ke hal-hal yang ada di bawah kendali. Kalau misalkan kita tidak memisahkan ini, kepala kita jadi ruwet sehingga tidak terlalu merasa bahagia. Dengan memisahkan keduanya, ini juga bisa jadi bentuk self love,” terang Inez.

 
 
Baca juga: Tidak Perlu Pusing Bandingkan Diri dengan Orang Lain, Ini 5 Tips Mudah Self Love
Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."