Kanker Payudara Sering Menghantui Wanita Indonesia, Segera Deteksi Dini

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi peduli kanker payudara. Shutterstock

Ilustrasi peduli kanker payudara. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaKanker payudara menjadi kanker yang paling banyak terjadi di Indonesia. Data Globocan pada 2020 mencatat bahwa sebanyak 16,6 persen pasien kanker merupakan pasien kanker payudara. Oleh sebab itu, penting untuk kita paham tentang deteksi dini kanker payudara.

Penyebab pastinya kanker payudara belum pernah diketahui. Namun ini sangat tergantung dengan hormon esterogen atau progesteron yang ada di dalam tubuh. Gejala utama yang terjadi pada kanker payudara biasanya bermula dari benjolan tanpa rasa nyeri.

Selain gejala tersebut, bisa ditandai dengan adanya luka kecil di sekitar puting dan keluar cairan berwarna merah atau darah dari puting. Namun gejala tersebut umumnya terjadi ketika kanker payudara sudah memasuki stadium 3 atau 4.

“Jika ada benjolan tanpa rasa nyeri yang bertahan 2 bulan dan maksimal 3 bulan harus segera melakukan SADANIS untuk memastikan apakah itu abnormal atau normal,” ujar Dokter Spesialis Bedah Onkologi, Bob Adinata, dalam Love Pink webinar series dengan tema Quality of Live After Breast Cancer oleh Philips, Jumat, 15 Oktober 2021.

Bob pun meminta agar masyarakat melakukan deteksi dini kanker payudara. Orang yang melakukan deteksi dini angka kesembuhan pada kanker bisa sangat tinggi dan biaya pengobatan yang dikeluarkan tidak terlalu banyak. “Kita sulit untuk bisa mencegah kita mendapati kanker, tapi kita bisa menemukan lebih awal kanker payudara stadium awal 0 dan stadium 1,” kata Bob Adinata.

Gerakan Philip Foundation memberikan akses gratis kepada 1.000 perempuan pra-sejahtera untuk skrining kanker payudara/Philips

Ada 2 cara melakukan deteksi dini, pertama adalah dengan melakukan periksa payudara sendiri alias SADARI (Periksa Payudara Sendiri) dengan nyaman di rumah setiap bulan atau hari ke 7-10 setelah hari pertama haid. Yang kedua dengan SADANIS (Sadari Pemeriksaan Klinis), pemeriksaan melalui tenaga kesehatan.

Sadanis ini dengan pemeriksaan skrinning atau mammografi dan USG. Bob juga menyarankan untuk tetap melakukan pemeriksaan berkala ke tenaga kesehatan setelah melakukan pemeriksaan payudara secara mandiri. “Sadanis penting untuk umur di atas 40 tahun, dilakukan 1 tahun sekali sedangkan di bawah 40 tahun bisa 2-3 tahun sekali tergantung faktor risikonya,” lanjut Bob Adinata.

Ada 5 pengobatan untuk kanker payudara yang sudah diakui secara internasional. Pertama adalah pembedahan, radiasi, hormon terapi, kemotrapi, dan target terapi. Untuk pengobatan operasi baru dilakukan ketika kanker payudara masuk pada stadium 2. Pada stadium ini sudah dilakukan pengangkatan payudara namun masih bisa melalukan rekonstruksi dengan silokon padat atau jaringan di tubuh kita sendiri. Sedangkan untuk stadium awal, 0 dan 1 cukup dilakukan terapi karena angka kesembuhan sangat tinggi 95-100 persen.

Bila pasien sudah berada di stadium 3, pengobatan menjadi lebih rumit. Pasien harus melakukan kemoterapi untuk mengurangi ukuran atau memblok sel kanker agar tidak menyebar. “Setelah 3 kali kemoterapi baru melakukan pembedahan,” kata dr Bob Adinata. Selesai pembedahan, pasien tetap dianjurkan untuk tetap melakukan kemoterapi, radiasi, target terapi, dan hormonal terapi.

Namun ketika kanker payudara sudah masuk ke stadium 4, operasi tidak berperan sama sekali. Karena sel kanker sudah menyebar ke organ-organ yang lainnya. Untuk angka kesembuhan pada kanker payudara stadium 3 dan 4 sangatlah berkurang, tidak sampai 50 persen, “Jadi pasien jangan sampai datang (ke dokter) saat sudah berada di stadium 3 dan 4,” ujar Bob Adinata.

Philips Foundation mengumumkan kolaborasinya dengan Lovepink Indonesia dan Docquity untuk menjalankan kampanye di Bulan Peduli Kanker Payudara sedunia. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran atas kanker payudara melalui edukasi awam dan aktivasi masyarakat; serta akan memberikan akses gratis kepada 1.000 perempuan pra-sejahtera untuk skrining kanker payudara di kota-kota Jabodetabek, Bandung, Jember, Pekanbaru, Banjarbaru, Yogyakarta dan Padang.

Ketua Lovepink Indonesia Samantha Barbara mengatakan organisasinya berfokus pada edukasi dan pendampingan deteksi dini bagi perempuan penderita kanker payudara dengan tujuan untuk menekan jumlah penderita kanker payudara stadium lanjut. Walau begitu, ia menyayangkan tidak semua perempuan terutama yang berasal dari keluarga pra-sejahtera, memiliki akses untuk melakukan pemeriksaan payudara, dan tidak memiliki informasi tentang kanker payudara dan dampak penyakitnya. "Dukungan Philips Foundation atas kampanye kami akan memungkinkan kami membantu melakukan skrining kanker payudara bagi para perempuan ini,” kata Samantha.

Direktur Philips Foundation Margot Cooijmans mengatakan Philips Foundation, melalui Philips Indonesia, mendukung kampanye Indonesia Goes Pink 2021 karena akan membantu banyak perempuan Indonesia untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang deteksi dini, dan memberikan pendidikan dan bantuan mengenai implikasi kanker payudara. “Menyediakan keahlian Philips yang memungkinkan akses yang lebih baik ke skrining, terutama bagi perempuan keluarga pra-sejahtera, adalah contoh bagaimana kami memenuhi misi kami. Kami sangat antusias untuk terlibat dalam kampanye peduli kanker payudara ini yang memungkinkan Lovepink Indonesia dan Docquity menjangkau komunitas yang lebih luas melalui webinar edukasi dan dengan menyediakan tes skrining yang dapat menyelamatkan jiwa,” kata Margot Cooijmans.

Presiden Direktur Philips Indonesia Pim Preesman mengatakan sebagai perusahaan teknologi kesehatan, Philips mendorong para perempuan untuk melakukan tes skrining berkala dan berkonsultasi dengan dokter mengenai tanda-tanda kanker payudara. “Philips memiliki solusi dan keahlian dalam memberikan skrining dan deteksi kanker payudara yang berkualitas. Perangkat ultrasound canggih mendukung profesional medis dengan diagnosis yang lebih baik, sehingga bila dibutuhkan perawatan dapat dimulai sesegera mungkin," kata Pim Preesman.

Baca: Menjadi Survivor Kanker Payudara, Shannen Doherty: Saya Berjuang Tetap Hidup

ANDINI SABRINA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."