Tanda Kamu sedang Terjebak dalam Toxic Relationship, Tidak Boleh Bertemu Teman

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Istilah toxic relationship mengacu pada sebuah hubungan yang tidak sehat dan ditandai dengan berbagai perilaku 'beracun' yang punya potensi merusak fisik dan mental diri sendiri atau pasangan. (Foto: Canva)

Istilah toxic relationship mengacu pada sebuah hubungan yang tidak sehat dan ditandai dengan berbagai perilaku 'beracun' yang punya potensi merusak fisik dan mental diri sendiri atau pasangan. (Foto: Canva)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Psikolog Rininda Mutia dari Universitas Indonesia menjelaskan ciri-ciri bila Anda terjebak dalam toxic relationship atau adalah emosi negatif yang sering muncul. Emosi negatif tersebut merupakan alarm dari dalam diri bahwa ada sesuatu tidak baik yang terjadi di sekitar. "Tanda-tandanya apa? Kita lebih sering marah, nangis, lebih sensitif juga," kata Rininda.

Secara umum, kesehatan mental juga jadi kurang sehat dan Anda merasa tidak berdaya di dalam hubungan tersebut. Apa yang diharapkan dan diinginkan dari hubungan itu terasa tidak kunjung tercapai.

"Misalnya lebih banyak porsinya dia yang memaksakan kehendaknya dia. Dan saya merasa tidak berdaya, saya tidak bisa melawan, tidak bisa berbuat apa-apa," kata dia mengenai salah satu tanda "toxic relationship".

Dampak terjebak dalam hubungan yang tidak sehat bisa terasa hingga jangka panjang, ujar dia. Seseorang bisa merasa tidak percaya diri, mengetahui hubungan ini memang tidak baik tapi sulit merasa lepas karena merasa sayang dengan orang tersebut.

"Bisa jadi itu bukan sayang sih. Bisa jadi karena ini sudah jadi kebiasaan, sehingga ketika dia tidak ada, pasangannya hilang, dia akan merasa kehilangan," kata dia.

Untuk mengetahui apakah orang terdekat berada dalam hubungan tidak sehat, amati perilakunya bila ada yang berubah drastis. Dia mencontohkan, misalnya seseorang yang biasanya mudah bertemu dengan teman mendadak tidak pernah bersosialisasi gara-gara dilarang oleh pacarnya.

"Bahkan sampai bilang tidak boleh main sama pacar saya, saya harus temani pacar saya. Nah, itu salah satu kekerasan psikis. Namanya isolasi. Artinya memang si pelaku kekerasan ini membuat pasangan atau korbannya itu tidak punya tempat bergantung lain selain dirinya. Dijauhkan dari teman-teman, keluarga. Jadi si korban menganggap yang peduli itu hanya pasangannya atau pelakunya."

Itulah mengapa seseorang yang ada dalam hubungan tidak sehat merasa sulit lepas dari kekasihnya. Dia mengingatkan bila ada tanda-tanda seperti itu, jangan lupa untuk sering mengecek kabar teman terdekat. Tanyakan keadaan, tawarkan diri untuk menjadi pendengar bila ada yang ingin diceritakan.

Ciri lain dari hubungan tidak sehat adalah penampilan fisik yang tampak semakin berantakan atau munculnya lebam-lebam di badan. Anda bisa bertanya apa penyebab dan menawarkan bantuan, tapi jangan langsung menghakimi dan menuduh. "'Ini dipukulin pacar ya?' jangan begitu juga. Pasti dia akan defensif. Dia akan membela pacarnya biasanya. Tapi, kita pancing sedikit- sedikit supaya dia mau cerita. Dan jangan menghakimi juga ketika dia bercerita supaya ceritanya bisa lengkap."

Sebab, kadang korban menutupi kebiasaan yang dilakukan pasangan agar kekasihnya tidak dinilai negatif oleh teman-temannya.

Kekerasan psikis yang dialami dalam hubungan tidak sehat bisa juga berupa posesif yang berlebihan. Kekasih selalu bertanya di mana dia berada, bersama siapa, apa yang dilakukan dan sebagainya. Jika tidak dijawab atau dibalas, orang tersebut akan mengamuk. Bila itu yang terjadi, berarti hubungan tersebut tidak sehat.

"Seseorang itu harus bisa mengembangkan kepercayaan kepada pasangannya. Tentu dengan orang yang tepat ya. Karena kalau dari dulu dia suka bohong, ya wajar kalau sering mempertanyakan. Tapi artinya apa? Hubungannya sudah tidak sehat lagi. Sudah tahu pacarnya suka bohong, tapi tidak mau pisah, jadi posesif banget juga. Sebenernya sudah tidak sehat juga," katanya.

Hubungan yang tidak sehat bisa disembuhkan, hanya butuh waktu dan kesadaran dari dua belah pihak untuk menyelesaikan konflik yang belum selesai.

Ciri kedua adalah terlalu banyak mengatur, mulai dari siapa yang boleh jadi teman, baju yang dipakai, sampai-sampai pasangan tidak punya hak mengatur kehidupannya sendiri.

Sebab, berpasangan adalah dua individu yang terpisah tapi berada di satu "kapal" dan tujuan. Beda pendapat boleh saja dan bisa diselesaikan dengan negosiasi dan diskusi. "Bukan berarti si A jadi harus sama kaya si B atau si B harus sama kaya si A. Bukan berarti mereka menjadi satu orang yang sama. Nah itu sudah tidak sehat, terlalu nge-blend antara pasangan yang satu dengan pasangan yang lainnya."

Ketiga adalah isolasi. Seseorang dituntut untuk tidak boleh bertemu dengan siapa pun kecuali pasangannya sehingga dia merasa bergantung. Bergantung secara ekonomi juga bisa terjadi, misalnya memaksa kekasihnya untuk membayari sesuatu bila memang ingin terus berpacaran.

Penghinaan secara langsung atau secara verbal seperti “kamu tidak cantik”, ”kamu tidak layak”, ”kamu tidak berharga”,”kamu tidak pintar”,”kamu tidak pantas untuk disayangi”, dan sebagainya bisa dilontarkan dari mulut pasangan.

Dia menyarankan perbaiki hubungan bila itu terjadi sebelum menikah. "Jangan dipikir kalau sudah menikah dia bakal berubah, tidak. Kalau memang ada di toxic relationship dan berpikir untuk menikah, perbaiki dulu sebelum menikah. Karena tugas nanti setelah menikah itu lebih berat lagi."

Lebih mudah untuk meninggalkan pasangan yang membuat Anda dalam hubungan tidak sehat dan lebih baik mencari orang yang memperlakukan Anda lebih baik.

Baca: Tidak Asyik Punya Toxic Relationship, Cemburu dan Diabaikan

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."