Fenomena Bucin Bikin Perasaan Tak Terkendali, Apa Penyebabnya?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi putus cinta. Shutterstock.com

Ilustrasi putus cinta. Shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Beberapa waktu lalu, warga Twitter diramaikan oleh nama Dhea Regista Ananda yang menjadi perbincangan, usai sebuah postingan yang menjelaskan bahwa dirinya diduga menipu dan memanfaatkan kekasihnya.

Melalui unggahan seseorang yang diduga adik korban dinarasikan bahwa kakaknya telah ditipu sang pacar. Empat tahun menjalin hubungan lantas bukan karena cinta melainkan ingin menikmati kekayaan yang dimiliki sang pria.

Dhea Regista yang viral dan trending di Twitter itu menjadi bahan perbincangan publik. Trending topik tersebut sampai menarik perhatian penyanyi Indonesia Ziva Magnolya dan mempertanyakan apa yang sedang terjadi.

Banyak Warganet yang langsung menghakimi Dhea, tapi tak sedikit pula yang menyayangkan sikap si lelaki yang seolah abai dengan kondisi lantaran telah dimanfaatkan.

Kasus tersebut mengingatkan tentang fenomena budak cinta atau bucin yang juga menjadi salah satu istilah kekinian, menunjukkan seseorang yang cinta mati sehingga rela melakukan apa saja.

Menurut Psikolog Anisa Cahya Ningrum, fenomena budak cinta sebetulnya bukan hal baru dalam hubungan cinta antar manusia. Setiap orang memiliki motif tersendiri dalam menjalin ikatan cinta. Ada orang jatuh cinta kepada seseorang karena parasnya, kepribadiannya, kesuksesannya, atau hartanya. Selama motif-motif ini disadari sepenuhnya oleh kedua pihak, maka hubungan akan terjalin dengan normal dan wajar.

Menjadi bermasalah, ketika salah satu pihak (atau orang-orang di sekitarnya) merasa dirugikan karena motif tersebut. Atau dilihat dari sudut pandang norma masyarakat dianggap kurang pantas.

"Mengapa demikian? Karena mungkin motifnya dimainkan secara tersembunyi, atau dilakukan secara berlebihan, maka hubungan menjadi tidak seimbang dan meresahkan," ucapnya melalui pesan singkat, Jumat 27 Agustus 2021.

Istilah budak cinta, menurut Anisa banyak digunakan generasi milennial yang menggambarkan perilaku seseorang yang rela melakukan apa saja untuk pasangannya, tanpa pertimbangan yang logis atau masuk akal.

"Sebetulnya, pada saat awal-awal hubungan, atau ketika sedang mulai jatuh cinta, hal ini sangat jamak terjadi. Itulah sebabnya ada istilah “cinta itu buta”. Pada saat itu semua hal yang terkait dengan orang yang kita cintai akan terasa indah dan memabukkan," ungkapnya, 

Perasaan cinta yang kita ekspresikan itu menimbulkan efek candu yang sangat menyenangkan. Demikian pula ketika kita mendapat respon yang sama dari orang yang kita cintai. Maka hormone dopamine akan semakin banyak diproduksi oleh tubuh, dan ini membuat ketagihan. Ingin terus mengulangi perilakunya, karena dirasa sangat menyenangkan.

Ada beberapa hal yang membuat seseorang menjadi tak terkendali dalam ikatan cintanya, yaitu:

1. Perasaan takut kehilangan yang terlalu berlebihan, sehingga apapun ingin dilakukannya, tanpa pertimbangan yang logis.

2. Perasaan cinta yang tak terbendung, sehingga dirinya tak memiliki kendali atas dirinya sendiri

3. Kurangnya kepekaan atas respon orang lain, sehingga apapun yang diinginkan pasangannya menjadi sah untuk dituruti, dan bahkan merasa wajib untuk melakukannya.

4. Rendahnya self-esteem yang menyebabkan menjadi begitu mudah untuk dikendalikan oleh orang lain, termasuk pasangannya.

5. Faktor pola asuh dan lingkungan

Pola asuh sebetulnya juga termasuk bagian dari pengaruh lingkungan. Seseorang yang memiliki kecenderungan untuk menjadi bucin, adalah pribadi yang terbentuk dari kurangnya keterampilan sosial dalam berinteraksi dengan lingkungan. Mereka tidak bisa membedakan apakah perilaku pasangannya cukup wajar atau tidak jika dinilai dari norma-norma masyarakat.

"Pelaku bucin juga tidak memiliki harga diri yang cukup, sehingga mengannggap dirinya layak diperlakukan demikian oleh pasangannya," pungkas Annisa.

Baca: Jatuh Cinta Tapi Gengsi, Ini 10 Tanda Teman Pria Mendekati Anda

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."