Kenapa Kita Sering Merasa Paling Benar? Begini Cara Agar Bisa Lebih Open Minded

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Kinanti Munggareni

google-image
Seringkali sebagai manusia kita merasa paling benar, padahal dengan lebih open minded atau berpikiran terbuka kita bisa lebih mudah menjalani hidup.

Seringkali sebagai manusia kita merasa paling benar, padahal dengan lebih open minded atau berpikiran terbuka kita bisa lebih mudah menjalani hidup.

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Sebagai manusia, tentu wajar jika kita berbuat salah. Tapi kenapa, ya, seringkali kita merasa paling benar walau kesalahan dari ide atau argumen kita terpampang nyata? Berpikiran terbuka atau open minded bukan lantas tak bisa dipelajari manusia. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar mencapai hal tersebut.  

Mengutip podcast Mind Body Green, pakar rasionalitas Julia Galef menjelaskan bahwa manusia sejatinya memang akan mempertahankan ide dan keyakinannya terhadap hal-hal yang mungkin akan jadi ancaman. Akibatnya, kita cenderung berkumpul hanya dengan orang-orang yang memiliki keyakinan yang sama. Tapi lantas, bagaimana caranya agar kita bisa keluar dari jebakan tersebut?

Kenapa sulit sekali menerima jalan pikiran orang lain?

1. Usaha kognitif yang dikeluarkan untuk mendengarkan hal-hal yang telah kita sepakati itu lebih kecil daripada harus menerima ide-ide yang tidak kita tentang.

2. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga sangat masuk akal jika kita berkumpul bersama orang-orang yang punya keyakinan sama. Sayangnya kelompok orang dengan keyakinan sama ini hanya akan saling dukung sehingga sulit mendapatkan perspektif baru.  

2. Ada sisi emosional dari hal yang kita yakini. Manusia biasanya menyematkan keyakinan mereka sebagai identitas. Melawan naluri alami tersebut membutuhkan usaha emosional yang besar.

Baca juga: Apa Itu Self Love dan Bagaimana Cara Membedakannya dengan Selfish

Bagaimana cara mengatasinya?

1. Menyadari ketika emosi mulai mengendalikan pikiran kita. Ketika kita merasa kritik terhadap keyakinan atau pilihan hidup yang kita yakini sebagai serangan, maka di saat itulah kita harus sadar bahwa pikiran kita telah dikendalikan oleh emosi. 

2. Memeriksa lagi track record kita. Kapan kita merasa tersinggung ketika dikritik? Apa yang menyinggung kita? Untuk poin ini, self awareness jadi hal yang penting.

3. Mencari perspektif yang berbeda dari orang-orang yang punya beberapa keyakinan yang sama. Menemukan orang punya keyakinan berbeda atas masalah yang fundamental, seperti agama atau politik, tetapi memiliki cukup banyak kesamaan dengan kita dapat membuat kita merasa nyaman. Sehingga proses bertukar pikiran akan lebih mudah dilakukan.

Menjadi open minded ternyata memang lebih sulit daripada kelihatannya. Butuh kerja keras untuk menerima perspektif baru. Tapi yakinilah bahwa hasilnya akan sepadan nanti.

Baca juga: Jalan Menuju Bahagia, Setiap Orang Punya Cara yang Berbeda

MIND BODY GREEN

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."