Kartini Meninggal di Usia Muda, Ini Sosok yang Melanjutkan Perjuangannya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mila Novita

google-image
Raden Ajeng Kartini bersama dua saudarinya Kardinah dan Roekmini. Wikipedia/Tropenmuseum

Raden Ajeng Kartini bersama dua saudarinya Kardinah dan Roekmini. Wikipedia/Tropenmuseum

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaKartini meninggal pada 17 September 1904, beberapa hari setelah melahirkan anak satu-satunya, Soesalit Djojoadhiningrat. Kepergiannya membuat dua adiknya, Roekmini dan Kardinah, sangat terpukul. Apalagi tak lama kemudian, ayah mereka, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, juga wafat pada 21 Januari 1905.

Tanpa Kartini dan ayahnya, sebuah bencana lain datang. Dalam surat yang dikirim Roekmini kepada Abendanon, dikisahkan bahwa sekolah yang mereka dirikan untuk perempuan di beranda belakang, bubar. “Anak-anak gadis berumur di atas 12 tahun tidak boleh datang lagi. Mereka sudah dianggap dewasa dan pantas untuk dikawinkan."

Tapi ini tak memutus semangat mereka. Roekmini, Kardinah, dan adik Kartini yang lain, Soematri, mengumpulkan para perajin ukiran kayu Jepara dan batik. Hasil kerajinan itu menjadi suvenir korespondensi mereka ke Belanda. 

Roekmini juga menggagas pendirian sekolah perempuan di rumahnya, bersama sejarawan Belanda dan asisten Residen Jepara, A. Muhlenfeld pada 1908. 

Roekmini, Soematri, dan Kartinah (anak kedelapan Sosroningrat) ikut mengawal pergerakan pemuda membentuk Boedi Oetomo pada 1908. Mereka mengeluarkan seruan kepada pemuda Jawa yang berpikiran maju agar membentuk organisasi dengan semboyan "Jawa Maju" demi kepentingan bangsa pribumi.

Baca juga: Mengenal Kartini Sebagai Trinil: Burung yang Lincah, Cerewet, Jahil, dan Cerdik

Lalu ke mana Kardinah? Adik Kartini yang menikah lebih dulu itu tinggal bersama suaminya, Bupati Tegal Raden Mas Ario Adipati Reksonegoro. Dialah yang melanjutkan perjuangan Kartini untuk pendidikan perempuan. Pada 1 Maret 1916, ia membuka sekolah kepandaian gadis pribumi bernama Wismo Pranowo, yang berarti rumah memperluas wawasan.

Mirip sekolah yang didirikan Kartini, sekolah Kardinah yang menyasar anak perempuan di atas enam tahun itu mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung dengan huruf Latin; bahasa Melayu; memasak; membatik; serta membuat kerajinan tangan.

Tak berhenti di situ, Kardinah juga mendirikan rumah sakit Kardinah Ziekenhuis, yang kini bernama Rumah Sakit Umum Kardinah, Tegal. Modal pendiriannya diperoleh dari honornya menulis di beberapa majalah.

Adik Kartini itu sempat menarik diri setelah peristiwa Tiga Daerah pada 4 November 1945. Dia meninggal pada 5 Juli 1971 dan dikuburkan di samping makam suaminya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."