Teman Alami KDRT, Begini Cara Mendengarkan Curhatnya Menurut Pakar

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi KDRT/kekerasan domestik. Shutterstock

Ilustrasi KDRT/kekerasan domestik. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Jika teman Anda alami KDRT dan membagikan kisahnya, jadilah pendengar yang baik. Caranya? Dokter spesialis kesehatan jiwa, Jiemi Ardian, menyarankan tidak detail dalam bertanya, tidak histeris, dan tidak menghakimi saat korban KDRT bercerita.

Sebab hal itu bisa memicu kembali munculnya trauma atas kekerasan yang dialami. Atau bisa jadi korban KDRT belum siap membagikan semuanya. Jadi, saat itu hanya ingin mengungkap hal-hal tertentu yang membuat dirinya merasa lebih nyaman dan ada yang mendengarkan.

“Jangan terlalu going to details. Apa pun yang mau dia share, itu yang perlu kita tangkap. Ketimbang going details, ‘kenapa, siapa yang salah duluan’ lebih baik mencari apa yang sebenarnya dia rasakan. Misalnya marah, kecewa, itu yang kita tampung,” ucapnya saat dihubungi Cantika via telepon, Kamis, 15 April 2021.

Dokter Jiemi menganjurkan lebih baik detail mencari tahu lebih lanjut soal perasaan dan pikiran korban KDRT. “’Apa yang kamu pikirkan’ ‘Apa yang kamu butuhkan dari aku’. Sebagai teman curhatnya, persepsi dan perspektif dia lebih penting. Itu sangat membantu,” tukas dokter yang berpraktik di Siloam Hospitals Bogor.

Selain itu, dokter Jiemi mengingatkan untuk berhati-hati memberi respons. Sebagai pendengar, Anda sebaiknya bisa menakar seberapa sanggup bisa menerima kejadian yang dialami korban KDRT. Tujuannya mencegah respons yang akan semakin menyakiti korban KDRT.

“Kadang ada saat kita menjadi pendengar, tidak nyaman dengan cerita itu atau belum siap, akhirnya ingin buru-buru mengakhirinya dengan respons praktis, misalnya ‘udah kamu tabah’, ‘ini takdir’. Hal itu semakin menyakiti mereka,” jelasnya.

Dokter Jiemi menjelaskan lebih baik berkata jujur, bila Anda belum bisa mendengarkan kisah kekerasan seutuhnya. Respons jujur dengan tetap mengutamakan korban KDRT sebagai prioritas Anda dalam sesi curhat itu.

“ ‘Maaf aku denger sampai sini, boleh gak kita hentikan dulu, khawatir aku kasih respons yang enggak tepat. Atau ‘aku khawatir kalau aku denger lebih lanjut, aku nyakitin kamu karena respons aku gak empati’. Jadi tetep subjek utamanya, dia merasa didengarkan,” imbuhnya.

Saat Anda sudah siap mendengar lanjutan kisah korban KDRT, dokter Jiemi lagi-lagi mengimbau untuk tidak bersikap menghakimi. Jadilah pendengar yang baik dengan mengutamakan perasaan mereka dan damping mereka untuk melewati masa-masa pemulihannya.

Jadi, jika teman Anda bercerita alami KDRT, jangan lupa terapkan rumusan yang dibagikan dokter Jiemi, ya.

Sebagai informasi, kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT menempati posisi pertama berdasarkan jumlah kasus yang ditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, dikutip dari Catatan Tahunan atau Catahu Komnas Perempuan 2020. Kasus KDRT mencapai 79 persen dari 8.234 kasus yang ditangani oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan dan kekerasan terhadap istri menempati peringkat pertama sebanyak 3.221 kasus.

Baca juga: Perempuan, Begini Kode Minta Tolong Jika Alami KDRT

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."