Ghosting, Cara Kejam Kita untuk Mengakhiri Hubungan Asmara

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Kinanti Munggareni

google-image
Kata

Kata "ghost" baru lekat dengan hubungan romantis dua insan setelah dirilisnya film "Ghost" yang dibintangi Demi Moore dan Patrick Swayze pada 1990. Kini istilah "ghosting" merujuk pada tindakan seseorang yang menghilang tanpa kabar dalam hubungan asmara. (Foto: Paramount Pictures)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Bayangkan kamu sedang menjalin hubungan mesra dengan seseorang yang benar-benar kamu sukai. Sebulan, dua bulan, kalian rajin saling berkirim pesan. Entah lewat chat, telepon, ataupun video call. Namun seiring berjalannya waktu  mereka hilang tanpa kabar. Ini namanya, kamu jadi korban ghosting.  

Istilah ini kian populer. Namun sebenarnya apa itu ghosting? Sejak kapan kita mulai menggunakan konsep ini? Serta mengapa jadi korban ghosting itu menyakitkan?

Asal usul istilah ghosting 

Dalam kamus Oxford, “ghost” pada awalnya diartikan sebagai roh orang mati yang diyakini orang hidup dapat mereka lihat atau dengar. Kata ini baru lekat dengan hubungan romantis setelah sebuah film berjudul Ghost yang dibintangi Demi Moore dan Patrick Swayze dirilis pada tahun 1990-an.

Pada 2006, kata ghosting masuk dalam kamus Urban Dictionary dengan arti “tindakan menghilang dari teman Anda tanpa pemberitahuan” dan “membatalkan rencana dengan sedikit atau tanpa pemberitahuan”. Namun, istilah ghosting untuk menjelaskan tindakan yang membuat hubungan cinta menggantung baru benar-benar ramai digunakan pada 2015. 

Pemicunya, adalah putusnya hubungan bintang Hollywood Charlize Theron dan Sean Penn. Charlize, kala itu, disebut-sebut telah meng-ghosting Penn karena tidak menjawab telepon dan chat-nya. 

“Ada kebutuhan untuk membuat segalanya jadi sensasi. Ketika kamu putus, ada saja beberapa cerita gila atau drama gila yang mencuat. Dan soal ghosting apalah itu, aku bahkan tidak tahu apa artinya. Kami dulu pacaran, lalu hubungan itu gagal. Jadi kami berdua memutuskan untuk berpisah,” ungkap Charlize. 

Sejumlah perbincangan dan diskusi pun terjadi untuk menjelaskan sikap ghosting. Huffington Post, misalnya, merilis sebuah artikel berjudul “'Ghosting:' Masalah Kencan Abad ke-21 yang Dibicarakan Semua Orang, Tapi Tidak Ada Yang Tahu Cara Mengatasinya”. 

Kata ghosting lantas masuk dalam kamus Bahasa Inggris Collins pada tahun 2015. Kata yang punya kategori noun ini diartikan sebagai “tindakan atau contoh mengakhiri hubungan romantis dengan tidak menanggapi upaya untuk berkomunikasi oleh pihak lain.”

Mengapa kita melakukan ghosting?

Ghosting menjadi pilihan yang mudah bagi seseorang untuk menghindari atau menyisihkan orang lain. Caranya hanya dengan tidak membalas telepon, pesan (sms atau chat WA), hingga pesan media sosial. 

Orang lantas memilih menghilang tanpa kabar untuk menghindari ketidaknyamanan emosional mereka sendiri dan tidak memikirkan akibatnya bagi orang lain. Sementara bagi mereka yang menjalin hubungan lewat jejaring online, lenyap begitu saja menjadi lebih mudah karena hanya akan lebih sedikit konsekuensi sosial yang didapatkan. 

Mengapa jadi korban ghosting itu menyakitkan?

Ghosting adalah bentuk dari penolakan, menurut Dr. Leah LeFebvre dari University of Texas. Aksi ini menciptakan skenario hubungan yang tak selesai dan menggantung tanpa kejelasan.

Lebih keras lagi, Dr. Jennice Vilhauer, dalam tulisannya di Pyschology Today, menyebut bahwa ghosting adalah bentuk kekejaman emosional. Pada kasus ini, korban tidak berdaya, tidak memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, dan mendapatkan tidak bisa mendapatkan informasi yang bisa membantu untuk memproses pengalaman secara emosional. 

Sejumlah pertanyaan lantas timbul dalam diri korban ghosting: “Mengapa saya harus mengalami ini? Apa yang telah saya lakukan? “Apa yang salah dengan saya?”.

Jennice menyebut, “otak manusia telah berevolusi untuk memiliki sistem pemantauan sosial yang memindai lingkungan untuk mencari isyarat sehingga kita tahu cara memberikan tanggapan dalam situasi sosial.” Isyarat sosial inilah yang memungkinkan kita untuk memberikan respons dengan perilaku yang sesuai.

“Ghosting melenyapkan isyarat-isyarat ini dan menciptakan perasaan disregulasi emosional yang membuat Anda merasa tidak terkendali,” jelas Jennice.

Ada pilihan yang lebih baik dari ghosting

Mengakhiri hubungan dengan kejelasan akan membuat kedua pihak tahu yang harus dilakukan selanjutnya. Kelegaan akan timbul, terlebih lagi untuk memulai hubungan baru akan lebih mudah karena semua masalah lalu sudah selesai.

Hubungan asmara yang telah mengalami kebuntuan memang melelahkan. Pilihan untuk mengakhiri secara baik-baik saja, seringkali malah berujung dengan cek-cok dan drama yang tiada henti. Tapi jika kamu pernah jadi korban ghosting, sebaiknya mulai sekarang buang pikiran soal ‘teknik kejam’ ini untuk mengakhiri hubunganmu yang kacau.  

Baca juga: Wanita Lebih Rentan Alami Broken Heart Syndrome, Menurut Dokter

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."