Tips Parenting Mengatasi Anak yang Jenuh Belajar di Rumah

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di rumah.

Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di rumah.

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Mengelola waktu anak belajar di rumah tidaklah mudah. Kondisi rumah yang jauh dari suasana formal terkadang membuat anak terjebak oleh rasa malas. Padahal, selama pandemi Covid-19 ini, tugas orang tua mendampingi anak belajar masih akan terus berlanjut hingga beberapa bulan ke depan.

Bagi orang tua yang memiliki anak usia dini tapi sudah masuk usia sekolah, perlu strategi yang matang agar tidak harus melewati waktu belajar begitu saja. Psikolog klinis anak sekaligus konselor Lazuardi Global Compassionate School, Vierra Adella, mengatakan setidaknya ada tiga kata kunci yang harus dijalankan orang tua dan guru dalam menyiapkan materi pembelajaran di rumah.

Tiga kata kunci itu adalah perencanaan, kreativitas, dan permainan. Tiga hal ini harus dilakukan agar konteks belajar formal dan permainan bisa didapatkan sekaligus. "Antara televisi dan wajah guru, itu pilihan sulit bagi anak. Kalau tidak menarik, pasti akan mereka tinggalkan," ujar Adella dalam sebuah diskusi virtual pada Minggu, 5 Juli 2020.

Untuk menghadapi ini, orang tua dan guru harus menambah skill karena perlu kerja keras. Pada tahap perencanaan, Adella mengatakan orang tua perlu menyusun aktivitas harian, misalnya kapan saja anak terlibat dalam aktivitas akademis, aktivitas kreatif, dan waktu bersantai.

Perencanaan ini, kata dia, harus disusun berpola bak kue lapis agar anak tidak mudah bosan dan hanya terpaku pada hal akademis. Adella mencontohkan, dalam kegiatan makan siang saja sebetulnya bisa diselipkan kegiatan belajar. "Misalnya, jika ingin membuat bakwan, sebelumnya orang tua bisa mengajak anak menanam biji kacang hijau agar tumbuh menjadi tauge. Tiga hari kemudian, tauge tersebut dipetik sebagai campuran bahan bakwan," tutur Adella.

Pada tahap kreativitas, peran guru sangat besar dalam menyusun materi pembelajaran agar bisa dengan mudah dieksekusi orang tua di rumah. Dalam hal ini, menurut Adella, inovasi menjadi sangat penting agar tidak menciptakan aktivitas yang monoton. Terakhir, setiap kegiatan harus dibuat seperti sedang bermain. Sebab, anak terbiasa menganggap rumah bukan tempat formal untuk belajar.

Konsultan pendidikan anak berkebutuhan khusus, Abdul Ghofar, menambahkan, membuat anak terus beraktivitas atau bergerak adalah salah satu cara agar perkembangan kognitifnya tidak terhambat. Pada anak yang baru masuk usia sekolah, Ghofar mengatakan bukan hal mudah mendorong anak untuk memperhatikan instruksi guru di depan monitor. Aktivitas belajar yang menyenangkan bisa dimulai saat anak bangun tidur.

Pada anak-anak, Ghofar mengatakan pembelajar yang melibatkan sensoris tidak bisa dipisahkan. Agar tidak terkesan saklek dalam belajar, orang tua bisa menyelipkan materi saat tengah mandi. Misalnya, orang tua bisa menyiapkan lebih dari satu jenis sabun, sedotan, atau permainan lainnya yang bisa dilakukan sambil mandi. Hal tersebut akan merangsang indra taktil atau peraba.

"Di tengah belajar, bisa juga orang tua mengajak anak menyapu, mendorong kursi, atau menarik barang sambil bernyanyi. Hal ini juga bermanfaat bagi anak-anak yang mengalami hambatan atensi,” ujar Ghofar. Setelah melakukan itu semua, Ghofar mengingatkan orang tua agar tidak lupa menyusun rencana menghabiskan waktu luang bersama.

Dalam kegiatan ini, Ghofar menyarankan agar orang tua tidak terjebak dalam aktivitas yang tidak disukai anak karena setiap anggota keluarga memiliki minat masing-masing. "Meski tidak mudah, semua kegiatan yang bisa dilakukan bersama-sama bisa didiskusikan terlebih dulu."

Psikolog Nuzulia Rahma Tristinarum, dalam kesempatan terpisah, mengatakan ada beberapa hal yang mempengaruhi kondisi psikologis anak selama di rumah. Pertama, cara orang tua berinteraksi dengan anak. Jika pola interaksi, komunikasi, atau pola asuh sudah baik, benar, dan menyenangkan, tentu kondisi psikologis anak juga akan tetap baik.

Kemudian, interaksi sesama anggota keluarga, misalnya ayah, bunda, kakak, dan adik. Orang tua yang sering bersitegang atau bahkan bertengkar akan membuat suasana rumah menjadi tidak nyaman dan mempengaruhi kondisi psikologis anak.

Terakhir, kondisi rumah juga berpengaruh terhadap kondisi psikologis anggotanya, termasuk anak. "Rumah yang bersih tentu akan menimbulkan rasa nyaman. Rumah dengan penataan barang yang rapi juga akan menimbulkan rasa nyaman."

EKA WAHYU PRAMITA | LARISSA HUDA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."