Sebab Anak Lahir Lewat Caesar Lebih Berisiko Alergi Menurut Ahli

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi anak alergi. communitytable.parade.com

Ilustrasi anak alergi. communitytable.parade.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Alergi pada anak bisa dipengaruhi dari caranya saat dilahirkan. Anak yang lahir melalui operasi caesar lebih berisiko terkena alergi menurut konsultan alergi dan imunologi anak, Prof. Budi Setiabudiawan.

"Karena kalau anak lahir secara caesar, perkembangan mikrobiota normal di usus akan terlambat, tidak akan optimal sehingga terjadi perubahan pada sistem imun anak dan berisiko timbul di kemudian hari," ujar Budi dalam virtual gathering pada Kamis, 25 Juni 2020.

Sementara anak yang lahir melalui proses normal atau melalui vaginal, saluran cernanya lebih optimal sehingga risiko terkena alergi lebih rendah.

"Jadi kalau lahir secara normal lewat vaginal akan terjadi mikrobiotik dalam saluran cerna anak akan lebih optimal sehingga risiko alergi akan lebih rendah," katanya.

Dari riwayat keluarga, jika kedua orang tua memiliki riwayat alergi maka berisiko membuat anak mereka 40-60 persen terkena alergi. Risiko akan meningkat menjadi 60-80 persen, bila orang tua memiliki manifestasi yang sama.

Baca juga: Cara Mendeteksi Alergi Makanan pada Bayi

Jika hanya salah satu orang tua yang memiliki riwayat alergi, maka risiko anak terkena alergi sekitar 20-40 persen. Risiko anak terkena alergi masih tetap ada yakni 5-15 persen bahkan jika orang tua tak memiliki riwayat alergi.

Faktor risiko alergi lainnya adalah paparan asap rokok, polutan lingkungan, kurangnya paparan sinar matahari, pengenalan makanan padat yang tertunda, kekurangan vitamin D hingga diet rendah n-3 PUFA, antioksidan dan serat.

"Apabila (alergi) dikenali dini, ditangani dini akan optimal tata laksana, sehingga tidak berlanjut ke penyakit seperti eksim, asma, rhinitis alergi. Kalau terlambat diagnosis, akan muncul dampak-dampak disebabkan penyakit alergi, dari sisi kesehatan misalnya meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti obesitas, hipertensi dan sakit jantung," ungkapnya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."