Terjadi Open Window Setelah Olahraga Berat, Tubuh Rentan Sakit

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi olahraga dengan dumbell. livestrongcdn.com

Ilustrasi olahraga dengan dumbell. livestrongcdn.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Minat masyarakat untuk kembali beraktivitas dan berolahraga di luar ruangan pada masa pelonggaran pembatasan sosial berskala besar atau PSBB begitu tinggi. Akibatnya, ketika kawasan olahraga terpadu Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, mulai dibuka pada akhir pekan lalu, pengunjung pun membeludak.

Kondisi ini memicu risiko penularan Covid-19 kembali meningkat karena banyaknya orang yang berkumpul di satu tempat yang sama. Pada Kamis, 18 Juni 2020, tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 membuat imbauan bahwa aktivitas olahraga di luar ruangan dengan intensitas tinggi belum disarankan.

"Kalau kita merasa berolahraga di luar rumah tidak aman karena banyak kerumunan orang, atau di wilayah tempat tinggal kita masih ada wabah penyakit, maka tetaplah berolahraga di rumah," kata anggota Tim Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dokter Reisa Broto Asmoro. Beberapa jenis olahraga yang bisa dilakukan di rumah, Reisa menambahkan, antara lain senam, zumba, yoga, atau berlatih kebugaran dengan benda-benda yang ada di rumah.

Reisa Broto Asmoro mengingatkan di masa pandemi Covid-19 ini masyarakat perlu menyesuaikan intensitas latihan olahraga. Menurut dia, badan kesehatan PBB, World Health Organization atau WHO, merekomendasikan seseorang untuk melakukan olahraga dengan intensitas ringan hingga sedang selama masa pandemi Covid-19. "Olahraga dengan intensitas berat tidak disarankan dilakukan selama pandemi."

ilustrasi berolahraga. Shutterstock

Menurut Reisa, olahraga intensitas berat akan menurunkan kondisi ketahanan tubuh. Sebab, setiap sehabis berolahraga, tubuh manusia membutuhkan waktu untuk melakukan pemulihan hingga kembali normal atau fit. "Kalau orang melakukan olahraga berat, proses pemulihannya menjadi lebih lama," tutur dia. Akibatnya, kata Reisa, dalam kondisi demikian, tubuh lebih rentan terinfeksi virus.

Apa yang dikatakan dokter Reisa Broto Asmoro sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan ahli ilmu kesehatan Michael William Kakanis dari Fakultas Ilmu Kesehatan Bond University, Australia. Dalam hasil penelitian yang dipublikasikan di Journal of Science and Medicine in Sport pada 2010, Kakanis mengungkapkan teori open window.

Teori ini menyebutkan, setelah seseorang melakukan latihan fisik dengan intensitas tinggi, terdapat periode open window selama 3 sampai 84 jam. Selama masa ini, kondisi imunitas tubuh sedang dalam titik terendah sehingga sangat rentan terserang penyakit. 

Untuk mengukur seberapa tinggi intensitas latihan, dalam jurnal tersebut disebutkan, ketika seseorang masih dapat berbicara walaupun terengah-engah, berarti intensitas latihan itu rendah dan sedang. Namun, ketika seseorang sudah tidak mampu lagi berbicara dan kesulitan bernapas, intensitas latihan yang dilakukannya sudah termasuk berat.

Menurut pelatih kebugaran Edoardo S.M., pemilihan intensitas latihan yang tepat akan membantu menjaga kebugaran sekaligus meningkatkan imunitas tubuh seseorang. "Dalam kondisi pandemi seperti ini, menjaga imunitas tubuh adalah yang utama," kata Edo. Selama pandemi, olahraga intensitas ringan juga menjaga tubuh terhindar dari cedera.

Meski demikian, Edo mengatakan, seseorang yang selama masa pembatasan sosial sudah aktif dan rutin berolahraga, tidak ada salahnya jika di masa pelonggaran pembatasan sosial ini intensitas olahraganya mulai ditingkatkan. Jika selama masa pembatasan sosial sudah melakukan olahraga berintensitas rendah dan sedang untuk menjaga imunitas, pada masa new normal seseorang perlu meningkatkan intensitas untuk menyiapkan tubuh ketika harus kembali beraktivitas di luar rumah.

Peningkatan intensitas olahraga itu, kata Edo, tidak perlu sampai olahraga berat, melainkan berupa penambahan durasi, kecepatan, atau beban saat latihan. Porsi latihan yang semula tiga kali sepekan pun bisa ditambah menjadi empat kali sepekan. "Durasinya, dari semula hanya 30 menit per sesi, bisa ditambah menjadi 45 menit," tutur dia.

Edo menambahkan, pelaku olahraga juga harus memperhatikan kondisi tubuhnya. "Jika lelah dan tidak kuat, jangan dipaksakan, sesuaikan dengan kemampuan. Jangan justru malah menimbulkan cedera."

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."