Bekerja dari Rumah Malah Lelah Bertubi-tubi, Ini kata Psikolog

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi bekerja di rumah. shutterstock.com

Ilustrasi bekerja di rumah. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Sudah lebih dari dua bulan masyarakat menjalani bekerja dari rumah akibat pandemi Covid-19. Kebijakan pembatasan interaksi sosial dan jaga jarak fisik mulai membuat orang-orang menunjukkan gejala kelelahan karantina (quarantine fatigue), yang bisa mengembalikan kebiasaan sosial sebelum pandemi.

"Banyak orang mengalami kelelahan hari-hari ini karena banyak alasan. Salah satunya adanya perubahan dan ketidakpastian yang begitu banyak dalam hidup kita," kata psikolog dari The Ohio State University Wexner Medical Center, Mary Fristad, seperti dikutip dari Healthline.

Fristad mengatakan, selama pandemi Covid, orang cenderung mengalami kecemasan, terutama apabila mengalami kesulitan keuangan. Kondisi itu semakin meningkat setelah mereka mendapat tuntutan ekstra untuk menyelesaikan pekerjaan tambahan setiap hari. “Orang tua yang bekerja dari rumah dan menyediakan pendidikan untuk anak-anak mereka malah mendapat tambahan jadwal yang melelahkan,” ujar dia.

Kondisi berbeda dialami mereka yang sudah terbiasa bekerja dari rumah atau belum memiliki anak yang tinggal di rumah. Kelompok ini cenderung tidak merasakan kelelahan akibat karantina. Mereka dapat mengatasi krisis karena bisa memanfaatkan teknologi untuk bertemu dengan teman dan keluarga dengan pikiran positif. "Jika Anda mencoba menjangkau setidaknya lima orang, itu dapat memberikan dukungan untuk Anda dan mereka. Kita tahu bahwa bersikap baik dan murah hati kepada orang lain meningkatkan suasana hati kita sendiri."

Ilustrasi anak belajar bersama ibu. shutterstock.com

Bagi mereka yang rutinitas kehidupan sehari-harinya terganggu, kebanyakan ahli menyarankan agar membuat rutinitas baru selama karantina. Salah satu yang harus dilakukan adalah menjaga kebugaran fisik. "Banyak orang tidak berolahraga, yang dapat membuat mereka tidak bisa tidur nyenyak pada malam hari. Hal ini bisa membuat Anda cepat lelah pada siang hari," tutur Fristad.

Fristad menyarankan agar Anda memiliki rutinitas baru, seperti mengikuti kelas pelatihan virtual yang tersedia di berbagai platform digital. Menurut dia, interaksi virtual memungkinkan seseorang mengalihkan perhatian dari penyebab kelelahan.

Meski begitu, Fristad juga menekankan pentingnya mencari waktu untuk diri sendiri. "Sangat penting untuk mempertahankan waktu sendiri. Setiap orang punya pendekatan, dan setiap orang tahu berapa banyak yang dia butuhkan, tapi kita semua membutuhkan waktu untuk melakukan aktivitas, semacam dekompresi." Namun sebagian orang, karena kelelahan dan kejenuhan, memilih bepergian lebih jauh dari biasanya, yang tentu saja melonggarkan karantinanya.

Seperti dilansir laman Health, para peneliti University of Maryland dan Maryland Transportation Institute mengumpulkan data lokasi ponsel di seluruh Amerika dan mengamati 48 negara yang mengurangi skala pembatasan sosial. Para peneliti menemukan bahwa mayoritas masyarakat telah melakukan lebih banyak perjalanan ke luar daerah dengan jarak yang lebih jauh.

Psikoterapis Paul Hokemeyer mengatakan kelelahan karantina berasal dari kelelahan emosional. "Mereka merasa tidak terurus, bosan, dan bangkrut. Pandemi ini mengangkat wacana ketidakberdayaan dan ketidakpastian ke tingkat yang belum pernah dialami," kata dia.

Melissa Wesner, seorang konselor dan pendiri LifeSpring Counseling Services, mengatakan, meskipun ada beberapa kesamaan dalam merespons pandemi corona, respons individu dapat bervariasi. Menurut dia, pengalaman hidup setiap orang menentukan respons terhadap situasi yang terjadi di seluruh dunia.

"Misalnya, banyak orang yang bekerja dari rumah di depan komputer melaporkan kelelahan dan ketegangan mata. Bahkan beberapa orang melaporkan kehilangan kesempatan untuk berinteraksi secara fisik dengan teman, keluarga, dan rekan kerja." Wesner menambahkan, pembatasan interaksi sosial tampak paradoks.

Ilustrasi meeting atau rapat. shutterstock.com

Meskipun menjadi cara untuk bersosialisasi, pertemuan secara virtual tidak sepenuhnya bisa mengisi kekosongan banyak orang. Hal ini membuat sebagian orang mulai berjuang mengatasi hilangnya interaksi manusia secara fisik. "Sebagian orang ini berkomentar bahwa komunikasi online dengan teman-teman tidaklah sama," ujar Wesner.

Adapun Jessy Warner-Cohen, psikolog senior Northwell Health di Lake Success, New York, mengatakan pandemi menyulitkan orang untuk mencapai tingkat stimulasi optimal mereka. Seseorang membutuhkan tingkat rangsangan tertentu agar menjadi stimulasi yang efisien. Ketiadaan stimulasi yang seimbang, menurut dia, menghasilkan motivasi yang rendah dan dapat mengganggu fokus kegiatan Anda. "Kelebihan atau kekurangan stimulasi bisa menyebabkan kelelahan. Kondisi yang terlalu rendah atau terlalu terstimulasi dapat menghasilkan dampak negatif pada suasana hati seseorang."

Wesner menambahkan, pandemi Covid-19 mengubah gaya hidup dan pola interaksi masyarakat. Krisis ini mengingatkan bahwa orang-orang memiliki kemampuan untuk melewati masa-masa sulit. "Protokol kesehatan memberi kita peluang baru untuk menjadi kreatif, bekerja secara berbeda, dan berkumpul bersama sebagai keluarga, teman, kolega, dan komunitas," ujarnya.

HEALTHLINE | HEALTH.COM

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."