Sejarah Cuci Tangan, Ignaz Semmelweis dan Kematian Ibu Melahirkan

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi cuci tangan. pixabay.com

Ilustrasi cuci tangan. pixabay.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Karikatur Ignaz Semmelweis menjadi Google Doodle hari ini, Jumat 20 Maret 2020. Ignaz Semmelweis adalah dokter yang pertama kali mengajarkan tentang pentingnya higienitas, terutama mencuci tangan.

Ignaz Semmelweis lahir di Hongaria pada 1 Juli 1818. Dia bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit di Wina, Austria. Pada abad ke-19, Semmelweis mencari tahu bagaimana mungkin orang yang berobat di rumah sakit justru lebih berpotensi meninggal ketimbang mereka yang dirawat di rumah.

Mengutip BBC, Ignaz Semmelweis kemudian mengamati kasus kematian pada ibu melahirkan di dua rumah sakit pada tahun 1840. Rumah sakit bersalin yang pertama adalah rumah sakit yang diampu oleh para dokter. Dan di rumah sakit kedua, proses persalinan ditangani oleh bidan.

Hasil temuannya, kasus kematian ibu pasca-melahirkan di rumah sakit yang ditangani oleh para dokter lebih tinggi ketimbang di rumah sakit bersalin yang ditangani bidan. Ada dua sebabnya.

Pertama, dokter yang menangani persalinan di rumah sakit membantu proses persalinan dengan cara yang kasar, sehingga menimbulkan luka atau robekan yang lebih besar di area vagina sampai rahim. Luka atau robekan ini menjadi tempat bagi bakteri untuk berkembang. Sementara di rumah sakit bersalin yang ditangani para bidan, mereka dapat membantu proses persalinan dengan lebih lembut sehingga dapat mengurangi potensi luka yang ditimbulkan.

Google Doodle menunjukkan dokter Ignaz Semmelweis di halaman utama. Ignaz Semmelweis adalah dokter yang mencetuskan cuci tangan pada tahun 1840-an. Foto: Google

Kedua, dokter yang menangani persalinan tak memperhatikan apa yang mereka lakukan sebelum membantu proses kelahiran. Semmelweis mendapati dokter melakukan autopsi jenazah pasien kemudian membantu proses persalinan seorang ibu. Tanpa mencuci tangan dan dibantu peralatan medis yang steril, dokter tersebut seolah 'memindahkan' kuman dari mayat ke dalam tubuh ibu melahirkan melalui luka persalinan. Adapun bidan tidak pernah menangani proses autopsi.

Dari situ terjawablah sebab ibu yang melahirkan di rumah sakit lebih rentan mengalami demam nifas karena terjadi infeksi di rahimnya. Inilah yang dianggap menjadi penyebab utama kematian ibu melahirkan di rumah sakit.

Berangkat dari temuan itu, Ignaz Semmelweis meyakini higienitas dalam menangani pasien mutlak diperlukan. Terlebih kondisi rumah sakit pada masa itu begitu mengerikan. Air seni, darah, muntah, dan cairan tubuh lain berceceran di bangsal.

"Kita akan sulit membayangkan bagaimana dunia yang siapapun tak tahu di mana kuman dan bakteri berada," kata Barron H. Lerner, ahli sejarah kedokteran di University of New York. "Pada masa itu, penyakit diyakini menyebar lewat awan uap beracun di mana partikel mematikan bernama 'miasma' tersimpan."

Setelah mendapat kesimpulan itu, Ignaz Semmelweis kemudian menyarankan setiap tenaga kesehatan mencuci tangan dengan air yang dicampur larutan kapur sebelum operasi. Setiap dokter yang baru saja keluar dari ruang bedah diminta untuk mencuci tangan dengan cairan antiseptik sebelum menangani pasien selanjutnya.

Sayang upaya Ignaz Semmelweis tak dihargai teman-temannya. Mereka justru menganggap Semmelweis mengada-ada dan kesimpulannya tidak berdasar. Ignaz Semmelweis geram sampai mencap dokter yang menolak cuci tangan dan membersihkan diri sebelum menangani pasien sebagai 'pembunuh'.

Dokter Ignaz Semmelweis mencetuskan pentingnya cuci tangan pada tahun 1840-an. Foto: Wikipedia

Suasana kerja menjadi kacau dan Ignaz Semmelweis dipecat. Semmelweis kembali ke Hungaria dan bekerja tanpa gaji di sebuah klinik bersalin Szent Rókus di Budapest. Pada 1847, seseorang menjemput Ignaz Semmelweis dan mengajaknya berkunjung ke fasilitas kesehatan baru. Namun Semmelweis dibohongi.

Dia ditangkap dan dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Semmelweis berusaha kabur dan upayanya itu membuat tangannya terluka hingga mengalami infeksi. Semmelweiss meninggal di usia 47 tahun karena infeksi di tangan.

Pada 1880-an, barulah dikenalkan penggunaan antiseptik, terutama dalam proses persalinan. Dokter kandungan, James Y. Simpson (1811-1870) berpendapat penularan silang kuman tak bisa dikendalikan. Pandangan ini diamini oleh John Eric Erichsen, seorang ahli bedah yang juga dan penulis buku The Science and Art of Surgery (1853). "Sekali saja rumah sakit terinfeksi bakteri penyerang darah, mustahil untuk diberantas," kata dia.

Nama baik Ignaz Semmelweis kini sudah dipulihkan. Metode cuci tangan diakui sebagai salah satu cara membunuh kuman dan mencegah infeksi. Ignaz Semmelweis pun mendapat julukan 'penyelamat ibu'.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."