Yang Dilakukan Ayah ASI Saat Publik Heboh Wabah Virus Corona

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi menyusui. MomJunction

Ilustrasi menyusui. MomJunction

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengumumkan dua warganya terinfeksi virus corona baru atau COVID-19 pada Senin, 2 Maret 2020. Kemudian muncul berbagai isu seperti panic buying atau tindakan memborong bahan pokok karena khawatir bakal terjadi kelangkaan, masker sulit didapat dan harganya mahal, hand sanitizer sulit didapatkan, hingga kabar bohong tentang bagaimana virus corona menyebar.

Salah satunya muncul anggapan virus corona bisa menular melalui aktivitas menyusui ibu kepada anaknya. Entah dari mana datangnya, namun informasi tak jelas itu dengan cepat meluas, termasuk di grup WhatsApp Komunitas Ayah ASI. Hal itu mengagetkan co-founder Ayah ASI Indonesia, Rahmat Hidayat dan anggota grup tersebut.

Informasi itu menjadi perbincangan hangat di grup percakapan selama beberapa saat. Rahmat Hidayat dan beberapa teman lain bersepakat bahwa informasi itu harus segera diluruskan. "Teman-teman merasa perlu segera menaikkan informasi dari sisi lain," kata Rahmat. Sejumlah anggota komunitas Ayah ASI Indonesia yang juga terdiri atas beberapa ahli nutrisi melakukan riset dari beberapa sumber, seperti kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Pendidikan dan Penggalangan Dana untuk Anak-anak (UNICEF), hingga beberapa jurnal ilmiah lain.

Mereka menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia menjadi bentuk yang lebih ringkas dan padat. Informasi singkat itu dikirim dan diterima oleh tim desain visual Ayah ASI untuk disosialisasi melalui platform media sosial Instagram id_ayahasi. "Pembuatannya sangat kilat, enggak sampai setengah hari," ujar Rahmat.

Unggahan berjudul 'Tetap Menyusui Jika Ibu Terinfeksi Virus Corona' berisi informasi tentang gejala dan tindakan pencegahan yang harus dilakukan ibu yang terinfeksi COVID-19. Informasi tersebut menegaskan bahwa ASI tidak bisa menularkan dan tidak memiliki peran dalam menyebarkan virus pernapasan, sehingga ibu tetap bisa melanjutkan menyusui.

Meski begitu, para ibu yang memiliki gejala demam, batuk, atau pilek diminta menggunakan masker, selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi, dan membersihkan bagian yang terkontaminasi dengan disinfektan.

Rahmat mengatakan kepanikan tak sekali saja terjadi ketika wabah penyakit tertentu datang. Menurut dia, kesulitan terbesar dalam mengedukasi masyarakat tentang kesehatan adalah perilaku kesehariannya. Seseorang tidak akan ke rumah sakit apabila gejalanya belum betul-betul jelas. Seperti dalam kasus tuberkulosis yang memiliki gejala batuk dan menular melalui udara. "Orang seringnya kena batuk dianggap lumrah. Batuk dianggap bisa sembuh dengan sendirinya," kata dia.

Bergiat di organisasi yang menangani persoalan kesehatan dan nutrisi, Rahmat menjelaskan, perilaku sehat masyarakat tidak bisa dibentuk dengan mudah. Orang lebih takut apabila terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) ketimbang tuberkulosis. Padahal, kata dia, estimasi jumlah orang dengan infeksi tuberkulosis lebih banyak dibanding yang terinfeksi HIV, yang pola penularannya lebih sulit. "Orang mau batuk 100 hari dianggap biasa, padahal harusnya diperiksa dulu."

Pendekatan Ayah ASI untuk mengkampanyekan pola hidup sehat setelah munculnya virus corona menuai respons baik. Menurut Rahmat, komunitasnya tetap fokus pada isu kesehatan keluarga untuk mencegah penularan penyakit-penyakit berbahaya. "Pencegahan seharusnya lebih mudah. Kalau cuci tangan saja, itu sebenarnya ajaran lama. Tapi, waktu corona ada, orang aware cara cuci tangan yang benar. Positifnya, orang jadi sadar meski kesannya terlambat," ujarnya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."