Teh Seperti Wine: Lebih Tua, Lebih Mahal, dan Cita Rasanya Beda

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Japanese Matcha di Siang Ming Tea House, Mangga Dua Square, Gunung Sahari, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020. Siang Ming Tea House milik Suwarni Widjaja, Master Teh asal Indonesia yang bersertifikat dunia. TEMPO/ Nita Dian

Japanese Matcha di Siang Ming Tea House, Mangga Dua Square, Gunung Sahari, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020. Siang Ming Tea House milik Suwarni Widjaja, Master Teh asal Indonesia yang bersertifikat dunia. TEMPO/ Nita Dian

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Aroma herbs tercium samar saat daun teh phu erl dikeluarkan dari stoples kaca. Tekstur daun teh yang tumbuh di dataran Cina ini lebih kasar dibanding teh Indonesia. Cara penyajiannya pun tak sesederhana teh Indonesia. Teh berusia 20 tahun itu harus dibasuh air panas sebelum diseduh.

Pembasuhan ini, menurut Suwarni Widjaja, seorang master teh, dilakukan untuk meluruhkan debu yang terbawa selama proses penyimpanan. "Teh bisa disimpan lama dan harganya juga (semakin) mahal. Iya, kayak wine," ujar dia. Suwarni mempersilakan para tamu mencicipi teh phu erl hasil seduhan pertama dalam upacara minum teh kung fu cha, di Siang Ming Tea House, Jakarta, akhir Januari 2020.

Air berwarna keemasan tersebut begitu ringan mengalir dalam kerongkongan. Tidak meninggalkan efek lengket seperti teh pada umumnya. Muncul citarasa khas setelah menyesap seduhan berikutnya. "Cita rasa terbaik dari seduhan ketiga dan keempat. Meminum Chinese tea ini pelan-pelan. Beberapa kali seduh, dia baru keluar (rasanya)," ujar Suwarni.

Master Teh, Suwarni Widjaja, menunjukan kung fu tea ceremony atau prosesi minum teh di Siang Ming Tea House, Mangga Dua Square, Gunung Sahari, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020. Siang Ming Tea House milik Suwarni Widjaja, Master Teh asal Indonesia yang bersertifikat dunia. TEMPO/ Nita Dian

Karakter teh ini, menurut dia, berkebalikan dengan teh merah Indonesia yang rasa khasnya akan keluar sejak seduhan pertama dan segera memudar pada seduhan berikutnya. Selain ada teh Cina, Siang Ming Tea House memasukkan teh Jepang, Inggris, dan Indonesia ke susunan menu.

Jika memesan Japenese Matcha, pelanggan akan dilayani dengan chado, upacara tradisional menyajikan teh ala Jepang. Aroma matcha langsung merebak saat Suwarni mengocok campuran bubuk matcha dan air panas dengan chasen bambu. Sebelum dinikmati, mangkuk matcha diputar dua kali hingga lukisan pada mangkuk menghadap depan.

Berbeda dengan teh phu erl yang ringan, Japenese Matcha memiliki rasa yang kuat dan bertekstur creamy. Kemudian tutuplah Chado dengan suara seruput yang nyaring sebagai penghormatan kepada tuan rumah. "Daun muda yang kami pakai karena antioksidannya tinggi," tutur Suwarni, yang juga mengajar chado di Pusat Kebudayaan Jepang.

Beef Noodles (Mi Daging Sapi) di Siang Ming Tea House, Mangga Dua Square, Gunung Sahari, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020. Siang Ming Tea House milik Suwarni Widjaja, Master Teh asal Indonesia yang bersertifikat dunia. TEMPO/ Nita Dian

Untuk menetralkan pahit yang tersisa, ada Tofu Ginger dengan lumuran brown sugar dan Matcha Jelly. Walau menggunakan gula, rasa manisnya tidak medok di lidah. Apalagi keduanya disajikan selagi dingin, sehingga tak bikin rasa haus setelah menyantapnya. Siang Ming Tea House juga menyediakan aneka gorengan untuk mendampingi minum teh. Ada Kuo Tie, sebuah kudapan bercita rasa gurih mirip pangsit goreng dengan isi ayam dan batang sawi.

Jika ingin menyantap makanan berat, Taiwan Beef Noodles menjadi favorit pelanggan rumah teh yang nyempil di dalam Mangga Dua Square ini. Mi yang tebal dan kenyal disajikan dalam rendaman kuah kaya bumbu dan lembaran daging sapi di atasnya. Bagi yang tidak mengkonsumsi daging merah, Ja Jiang Mian atau mi ayam cincang dan Ta Lu Mian atau mi jamur bisa menjadi pilihan.

Manajer Siang Ming Tea House Tri Wahyu Ningsih menjelaskan, pengunjung kedai tehnya tidak melulu orang tua. Anak muda yang ingin menyesap teh bergaya Cina klasik pun mulai berdatangan. "Belakangan ini (favoritnya) phu erl cha. Mereka excited kok ada teh yang usianya cuma 5-6 tahun, taste-nya memang masih agak strong. Tapi kalau coba yang sudah tua itu wanginya, taste sudah lembut, manis," kata Tri. Apalagi selain memiliki sensasi unik, phu erl cha mengandung banyak manfaat bagi tubuh.

Phu Earl Jeruk (Citrus Phu erl Excellent) dari jenis jeruk chen pi yang banyak tumbuh di Xing Hui, Guang Dong, Cina, disajikan di Siang Ming Tea House, Mangga Dua Square, Gunung Sahari, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020. Siang Ming Tea House milik Suwarni Widjaja, Master Teh asal Indonesia yang bersertifikat dunia. TEMPO/ Nita Dian

Teh phu erl dengan jeruk dapat meredakan sakit tenggorokan, batuk, flu, dan maag. Salah satu pengunjung sore itu, Ratih, mengaku batuk yang mendera sepekan belakangan menjinak setelah menyesap seduhan hangat teh phu erl yang dibungkus kulit jeruk chen pi. "Wangi dan jeruknya manis," ujar karyawan swasta ini. "Walaupun enggak pakai gula, masih terasa manisnya."

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."