Usia 19 Tahun, Halima Aden Mengawali Karier Model Berjilbab

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Model berhijab, Halima Aden, tampil di atas catwalk fashion show Max Mara women's Fall/Winter 2017-2018 dalam Milan Fashion Week, di Milan, Italia, 23 Februari 2017. Ia menjadi satu-satunya model berjilbab dalam show tersebut. AP/Luca Bruno

Model berhijab, Halima Aden, tampil di atas catwalk fashion show Max Mara women's Fall/Winter 2017-2018 dalam Milan Fashion Week, di Milan, Italia, 23 Februari 2017. Ia menjadi satu-satunya model berjilbab dalam show tersebut. AP/Luca Bruno

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Sosok Halima Aden membuka pintu karier bagi model berjilbab di industri mode secara global. Ia merintis karier modeling di usia 19 tahun saat belum ada model berjilab bergaya di atas catwalk.

Halima Aden pertama kali ditelepon oleh agensi IMG Models pada 2017. Saat itu ia masih duduk di sekolah menengah atas atau SMA. Tampilannya saat itu memakai kawat gigi. Bukan itu saja, ia juga pengungsi kelahiran Somalia yang bangga dan tanpa malu memakai jilbab.

Dengan segala latar belakang tersebut, ia tampil percaya diri menunjukkan kemampuan dirinya dan tak takut berbeda.

“Menurut saya perubahan bisa terjadi dari kedua sisi. Individu, seperti saya, perlu bergerak. Meski tidak melihat kansnya, saya ingin mengambil kesempatan itu dan melakukan sesuatu yang tidak biasa. Memang mudah bagi saya untuk mengikuti jalan yang lebih tradisional. Saya tinggal di Minnesota dan kuliah. Tetapi saya mengikuti kata hati, saat menerima panggilan itu agensi model IMG, saya langsung pergi naik kapal,” ucap Halima Aden seperti dikutip dari laman Harper's Bazaar.

Halima Aden menjadi sorotan saat dirinya menjadi kontestan berhijab pertama di kontes Miss Minnesota, Amerika Serikat di usia 19 tahun. Sport Illustrated/Yu Tsai

Penerimaan Halima Aden di industri modelling bisa dibilang bagian dari suara media saat itu yang menuntut keberagaman soal budaya dan bentuk tubuh di industri mode. Tujuannya agar tidak ada kelompok atau budaya yang terabaikan. Didukung pula oleh selera pasar yang menginginkan nuansa baru.

Halima pun tak menampik keterbukaan para pelaku mode di masa ia merintis karier. “Ini benar-benar positif. Banyak orang, terutama pelaku mode, siap untuk perubahan dan wajah baru. Saya tidak pernah melihat representasi model mengenakan jilbab, sebelum saya datang. Ketika itu berubah dalam waktu tiga tahun ini, sungguh menakjubkan. Khususnya di tahun 2020, saya melihat setiap agensi memiliki model berjilbab. Kami melihat begitu banyak representasi dan itu terus berkembang.

Model kelahiran 19 September 1997 itu berharap kemunculan model-model berjilab ini bukan tren musiman, melainkan wujud identitas keberagaman. Menurut Halima, para konsumen pun kian cerdas sebagai pembeli. Mereka tak lagi terpaku pada barang yang dibelinya, tapi mempelajari siapa perusahaan itu, bagaimana dampaknya secara global, dan keterbukaannya pada perbedaan.

“Sekarang, lebih dari sebelumnya, para pembeli ingin mendukung perusahaan yang melakukan ha-hal bermanfaat, beragam suaranya, dan bertanggung jawab. Semua hal itu tengah berlangsung. Pembeli saat ini jauh lebih berpendidikan dan ingin tetap loyal pada perusahaan dan merek yang sesuai dengan nilai-nilai mereka,” ungkap model asal Kakuma, Kenya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."