Masker Biasa Tak Bisa Cegah Virus Corona, Kalau Pakai Masker N95?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Tanda yang menginformasikan bahwa stok masker anti-polusi N95 habis ditampilkan di apotek selama hari dengan kualitas udara yang buruk di Bangkok, Thailand, Senin, 14 Januari 2019.  Indeks Kualitas Udara (AQI) di Bangkok adalah 180 pada Senin pagi, yang menunjukkan tidak sehat.  REUTERS/Panarat Thepgumpanat

Tanda yang menginformasikan bahwa stok masker anti-polusi N95 habis ditampilkan di apotek selama hari dengan kualitas udara yang buruk di Bangkok, Thailand, Senin, 14 Januari 2019. Indeks Kualitas Udara (AQI) di Bangkok adalah 180 pada Senin pagi, yang menunjukkan tidak sehat. REUTERS/Panarat Thepgumpanat

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Sebagian orang menggunakan masker biasa yang berwarna hijau putih untuk melindungi diri dari penyebaran virus corona. Namun sejumlah ahli kesehatan menyatakan penggunaan masker tersebut bukanlah cara yang efektif untuk mencegah penyebaran virus corona.

"Ada sedikit kerusakan di dalamnya, itu tidak mungkin efektif dalam mencegah," kata Eric Tone, seorang ilmuwan di Johns Hopkins Center for Health Security, seperti dilansir Bussiness Insider. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, pencegahan terbaik untuk mengantisipasi penyebaran virus corona adalah menjaga kebersihan lingkungan sesuai dengan standar. Kebersihan itu ditunjang dengan sering mencuci tangan, berusaha untuk tidak menyentuh wajah, dan menghindari kontak dekat dengan orang sakit.

CDC telah mengarahkan agar penyedia layanan kesehatan memberikan masker bedah kepada pasien yang memiliki gejala seperti flu. Masker itu juga diberikan kepada warga yang telah menyelesaikan perjalanan ke Wuhan, Cina. Mereka menganggap penggunaan masker bedah dapat menurunkan risiko infeksi virus tersebut melalui air liur atau dahak kepada orang lain. Masker itu dirancang untuk menangkap kontaminan dan partikel besar, termasuk yang mungkin membawa patogen seperti coronavirus.

Ada dua jenis masker, yaitu masker bedah dan respirator atau masker N95. Respirator N95 menyaring sebagian besar partikel udara dari udara di sekitarnya, mencegah pemakai bernapas dalam partikel dengan diameter 0,3 mikron. Jenis topeng ini sering digunakan ketika kualitas udara buruk karena asap api atau polusi. Masker ini dirancang agar pas dengan wajah seseorang. Namun coronavirus berdiameter 0,12 mikron.

Masker P2/N95. Directindustry.de

Sementara itu, masker bedah dirancang untuk menjaga agar tetesan partikel besar dan percikan tidak berpindah dari mulut seseorang ke permukaan kulit atau ke orang-orang di sekitarnya. Masker bedah menjaga agar penyedia layanan kesehatan tak menyebarkan kuman yang ditularkan melalui mulut kepada pasien. Masalahnya, banyak orang tidak menggunakan masker dengan benar. Mereka sering memindahkan masker ke samping untuk menyentuh wajah mereka, menghalau penghalang, sehingga perlindungan tidak efektif.

Karena itu, sejumlah ahli virologi menganggap masker wajah pun masih memberikan ruang masuk bagi partikel apabila pemakaiannya terbuka. "Masker ini mungkin membantu, tapi tidak jelas apakah itu bisa memberikan perlindungan total," kata Mark Woolhouse, profesor epidemiologi penyakit menular, Universitas Edinburgh.

WHO merekomendasikan semua petugas kesehatan yang merawat orang dengan virus memakai masker bedah. Namun masker ini hanya untuk sekali pakai. Respirator N95, meski menawarkan perlindungan lebih dan mencegah 95 persen partikel kecil memasuki area hidung dan mulut, hanya bekerja jika cocok dengan permukaan wajah dan dipakai dengan benar. Sebab, masker ini tidak cocok untuk anak-anak atau orang-orang dengan wajah berambut.

Di Indonesia, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengingatkan gaya hidup sehat bisa menambah imunitas tubuh. Selain dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta gizi seimbang, imunitas tubuh yang baik bisa didapat dari olahraga. Menurut Terawan, olahraga tidak perlu berat-berat, yang ringan saja tapi tetap bergerak. Bukan hanya olahraga fisik, olahraga pikiran dan hati juga tak kalah penting. "Virus bisa mati kalau imunitas tubuh baik," ucap Terawan.

SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA | ARKHELAUS WISNU

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."