Sarapan Sereal Belum Tentu Bergizi, Cek Alasannya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi semangkuk sereal dengan susu. Unsplash.com/Nyana Stoica

Ilustrasi semangkuk sereal dengan susu. Unsplash.com/Nyana Stoica

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Banyak orang memilih sereal instan untuk sarapan. Cara membuatnya mudah, rasanya enak, dan harganya terjangkau kerap menjadi pertimbangan. Namun, pernahkah Anda mengulik, sarapan dengan sereal instan ini seberapa baik untuk kesehatan. 

Sereal sarapan instan dibuat dari biji-bijian (seperti gandum) dan diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral. Dalam proses pembuatannya, sereal biasanya melewati beragam tahapan. Mulai dari penghalusan di mana biji-bijian bahan sereal diproses menjadi tepung yang lebih halus yang kemudian dimasak.

Pencampuran di mana tepung yang telah dimasak kemudian dicampurkan dengan bahan-bahan seperti gula, kokoa (cokelat), atau air. Lalu proses pemanasan atau ekstrusi. Beberapa produk sereal banyak yang diproduksi melalui proses yang disebut ekstrusi. Proses ini melibatkan temperatur tinggi menggunakan mesin untuk membentuk sereal.

Setelah dipanaskan, sereal kemudian dikeringkan. Terakhir, sesudah dikeringkan, sereal tersebut mengalami proses pembentukan, seperti bentuk bola atau bintang.

Dengan adanya tahap-tahap di atas, sereal instan tetaplah makanan olahan atau makanan berproses. Dan bagaimanapun, makanan olahan tidak sepenuhnya sehat untuk dikonsumsi, walau sudah diperkaya dengan beraneka vitamin dan mineral.

Sebagai makanan olahan, hal-hal berikut patut untuk diperhatikan dalam memilih dan membeli produk sereal sarapan instan 

1. Beberapa produk sereal mengandung gula yang tinggi

Beberapa produk sereal instan mengandung gula tambahan yang cukup tinggi. Sarapan pagi dengan gula yang tinggi dapat memicu lonjakan gula darah dan kadar hormon insulin. Beberapa jam kemudian, gula darah tersebut juga akan turun dan membuat kita lapar kembali dan mencari makanan tinggi karbohidrat, serta makanan ringan. 

Kondisi itu disebut dengan “energy crash” atau “sugar crash”, dan dapat mengganggu produktivitas dan memicu makan berlebih.

2. Jangan terkecoh dengan klaim kesehatan pada kemasan produk sereal instan

Anda juga harus “skeptis” dalam mencermati klaim kemasan di produk sereal instan. Misalnya, produk tersebut menjual kata-kata “dibuat dengan gandum utuh” di kemasannya. Boleh jadi, produk tersebut memang mengandung gandum utuh, namun jumlahnya sedikit.

Selain itu, bisa jadi bahan “gandum utuh” tersebut juga dicampur dengan biji-bijian olahan (karbohidrat olahan) dengan porsi yang lebih banyak.

Karbohidrat olahan disebut juga karbohidrat kosong karena mengandung sedikit sekali serat dan nutrisi mikro. Karbohidrat olahan juga membuat kita cepat kenyang dan berisiko memicu makan berlebihan.

Apabila Anda memilih sereal instan untuk sarapan, perhatikan beberapa hal. Misalnya, kandungan gula yang harus Anda waspadai dalam membeli makanan instan, termasuk sereal. Usahakan agar Anda memilih produk yang berat gulanya kurang dari 5 gram per saji.

Carilah produk yang tinggi serat. Pilihlah produk yang setidaknya mengandung 3 gram serat per saji. Sereal banyak dipilih karena rasanya yang enak atau gurih, sehingga tetap berisiko membuat Anda mengonsumsinya berlebihan.

Perhatikan dengan detail berapa kalori yang Anda masukkan dalam setiap sajiannya. Untuk menimbangnya, tentu Anda boleh menggunakan timbangan kecil yang saat ini banyak dijual.

Perhatikan juga klaim kesehatan di kemasan depan. Cermati dengan seksama kotak informasi nilai gizi dan komposisinya. Dua atau tiga bahan teratas menjadi yang terpenting karena menggambarkan sereal yang akan Anda konsumsi.

Jika gula dicantumkan beberapa kali menggunakan nama-nama berbeda, produk tersebut boleh jadi tinggi dengan gula. Beberapa nama gula tersebut yaitu sukrosa, HFCS, hingga glukosa.

SEHATQ

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."