Psikolog Sebut Usia Minimal Remaja Diizinkan Akses Media Sosial

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi anak perempuan dan laki-laki melihat telepon pintar. (Unsplash/Tim Gouw)

Ilustrasi anak perempuan dan laki-laki melihat telepon pintar. (Unsplash/Tim Gouw)

IKLAN

CANTIKA.COM, Bogor - Setiap orang tua tentu punya aturan masing-masing dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Termasuk dalam kesempatan bermain media sosial di era serba teknologi ini. Sebagian besar orang tua sudah memahami bahwa melarang remaja bukanlah solusi yang tepat mencegah mereka dari kecanduan media sosial. Sebab bila sama sekali tidak bersentuhan bisa membuat anak tertinggal dari pesatnya kemajuan teknologi. Oleh karena itu, psikolog lebih menyarankan ke arah batasan usia dan pengawasan orang tua saat remaja bermain media sosial.

“Sebetulnya kalau dari mata psikolog dan penelitian, memang usia 13-14 sudah diperbolehkan bersentuhan dengan media sosial. Tetapi lebih matang dan lebih baik lagi di usia 16 tahun,” ucap Saskhya Aulia Prima, psikolog anak dan remaja saat ditemui di peluncuran Nivea Soft Mix Me di Bogor, Sabtu, 5 Oktober 2019.

Menurut Saskhya, di usia 16 tahun tingkat labil remaja mulai terkendali. “Mereka sudah bisa menahan gejolak-gejolak emosi. Dan sudah pintar untuk mikir dulu sebelum jempol bergerak,” katanya.

Saskhya Aulia Prima, psikolog anak dan remaja, di acara peluncuran Nivea Soft Mix Me di Highland Park Resort, Bogor, Jawa Barat, Sabtu 5 Oktober 2019. Tempo/Silvy Riana Putri

Secara perkembangan otak, remaja masih lebih mendengarkan teman-temannya. Mereka juga mudah labil, karena bagian otak yang emosionalnya sedang berkembang. “Bagian otak remaja yang bikin planning  dan bisa memutuskan sesuatu lagi dibuat. Di situlah peran orang tua yang emosinya sudah stabil dan berpengalaman ikut mendampingi,” tuturnya.

Lebih lanjut ia memaparkan, “Saya selalu suggest kalau sebelum 14 tahun, mending jangan dulu bermain media sosial. Secara kesiapan mental, ketika teman mereka tidak nge-like atau komentar sesuatu, mereka kemungkinan mudah drop. Jadi sebisa mungkin kita buat kegiatan lain bersama-sama.”

Menurut Saskhya, kalaupun ada akun media sosial lebih baik bareng dengan orang tua. “Jadi si remaja tetap bisa berekspresi sesuai kemauan dia, tapi tetap dikontrol oleh orang tua. Jikalau ada apa-apa, orang tuanya bisa mengendalikan dan membantu,” tandasnya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."