Perancang Busana Menolak Tren, Ketahui Konsekuensinya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi peragaan busana/fashion show. Shutterstock

Ilustrasi peragaan busana/fashion show. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Setiap perancang busana memiliki ciri khas dalam karyanya masing-masing. Hanya saja, mereka tidak bisa asyik dengan gagasannya sendiri, melainkan tetap mawas diri terhadap tren yang berkembang. Karena di situlah pasar bermain.

Baca: Luna Maya Terpuruk di Dunia Hiburan, Fashion Menyelamatkannya

Tren mode menunjukkan tipe busana yang paling banyak digemari pada saat tertentu. Desainer bisa mengikuti tren yang disesuaikan dengan gaya atau ciri khas sendiri. Tapi ada juga desainer yang tidak suka mengikuti tren.

National Chairman Indonesian Fashion Chamber, Ali Charisma mengatakan perancang busana yang tidak suka mengikuti tren harus paham konsekuensi dari sikapnya itu. "Ada konsekuensi secara bisnis karena tren dibuat oleh pelaku dunia," kata Ali Charisma di Hotel Gran Media Jakarta, Kamis 8 November 2018. "Bagi teman-teman desainer yang tidak mengikuti tren sebenarnya sah-sah saja, tapi pasarnya jauh lebih kecil."

Perancang busana yang tidak mengikuti tren mode, menurut dia, harus mencari pasar sendiri yang sangat spesifik. Kalau tidak sampai bertemu dengan peminatnya, maka label itu bisa tutup karena pasar yang dituju belum terbentuk. Karena itu, strategi bisnis desainer yang tidak mengikuti tren harus bagus untuk bisa menciptakan pasar baru.

Artikel lainnya:
Cara Meghan Markle Hindari Gigitan Nyamuk Melalui Pilihan Busana

"Sebenarnya mengikuti tren itu bisa dilakukan dengan berbagai cara dan setiap desainer tetap bisa menampilkan kreativitasnya," ucap Ali Charisma. Mengikuti tren, dia melanjutkan, bukan berarti membatasi kreativitas perancang busana, namun lebih mengarahkan agar karyanya lebih diterima masyarakat.

ASTARI PINASTHIKA SAROSA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."