Dokter Jelaskan Beda Maag dan GERD, Mana Lebih Berbahaya?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yayuk Widiyarti

google-image
Ilustrasi Asam Lambung.(TEMPO/Gunawan Wicaksono)

Ilustrasi Asam Lambung.(TEMPO/Gunawan Wicaksono)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Gas dan asap rokok yang terhirup memicu pembengkakan lambung. Saat lambung mengembung, risiko terkena penyakit GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) atau naiknya asaml lambung meningkat.

Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, dari Yayasan Gastroenterologi Indonesia menjelaskan, “Saat Gerd menyerang, pasien merasa lambungnya seperti terbakar, mulut terasa pahit, dan nyeri hebat di dada. Kalau sudah begini, pasien dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), menerima suntikan obat antiasam lalu kondisinya membaik. Mereka dilarikan ke IGD karena menduga nyeri di dada itu serangan jantung.”

Baca juga:
Mitos atau Fakta, Fast Food dan Rokok Memicu Penyakit Gerd?
Sakit Asam Lambung atau GERD, Apa Gejala dan Risiko Terberatnya?
Jangan Sembarangan Mengobati Penyakit Lambung, Ini Kata Dokter
Apakah Anda Sakit GERD atau Tidak, Jawab Pertanyaan Berikut

Penyakit GERD, menurut Ari, berhubungan dengan pola makan dan gaya hidup. Masyarakat zaman sekarang suka mengonsumsi makanan cepat saji, daging, cokelat, keju, lemak, kurang doyan sayur dan buah.

Kondisi ini diperburuk dengan kebiasaan merokok dan sesekali menenggak alkohol. Semakin memprihatinkan karena pengetahuan masyarakat tentang GERD masih terbatas.

“Informasi dan definisi soal GERD baru dikembangkan pada 10 tahun terakhir. Pada 2007-2008, barulah terdefinisi apa sebenarnya Gerd. Pada era 1990-an, Indonesia belum kenal GERD. Saat ini, masih banyak orang belum bisa membedakan maag dan GERD,” kata Ari.

“Disebut maag jika asam lambung masih berada di lambung. Dinyatakan GERD, bila asam lambung naik ke area lain. Lebih berbahaya mana? GERD, karena asam lambung sebenarnya tidak boleh keluar,” tambahnya.

AURA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."