Pelakor dan Pebinor Bukan Sebab Utama Perceraian, Ada 4 Pemicunya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi pasangan bercinta. Shutterstock

Ilustrasi pasangan bercinta. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaPelakor atau perebut laki orang dan pebinor atau perebut bini orang bukan sebab utama pasangan suami istri bercerai. Sebelum muncul pelakor dan pebinor, biasanya berbagai masalah keluarga sudah muncul dan pasangan suami istri itu memilih untuk memendam atau mencari pelarian.

Baca juga:
Makna Baju Maia Estianty : Produser dan Pelaut Ok, Pelakor No
Sebab Pelakor Lebih Dibenci dari Suami Selingkuh, Tiada Ampun

Psikolog klinis dewasa dari TigaGenerasi Anna Margaretha Dauhan, mengutip penelitian yang dilakukan John Gottman. Dalam penelitian tersebut, terungkap empat masalah yang menjadi pemicu perceraian, yakni criticism (kritik), contempt (penghinaan), defensiveness (menyerang balik atau menjadi korban), dan stonewalling (diam membatu, tidak membalas, tapi menyimpan kekesalan).

Kritik yang berlebihan dan disampaikan dengan cara menghina bisa membuat pasangan sakit hati. Jika ini terus-menerus terjadi, bukan tidak mungkin salah satu dari mereka memutuskan berpisah atau mencari orang lain yang lebih bisa menghargainya. Adapun defensiveness merupakan imbas dari kritik dan penghinaan tadi, sedangkan stonewalling menjadi pilihan terakhir jika salah satu pasangan tak memiliki kekuatan atau enggan berkonfrontasi langsung.

Jika empat pemicu tadi tak diurai satu per satu dan menemukan solusinya, bukan tidak mungkin rumah tangga bisa bubar karena keduanya menganggap itulah jalan keluar yang praktis agar terbebas dari pasangan. "Supaya tidak mudah mengucap kata cerai, hindari keempat pemicu tersebut," kata Anna Margaretha Dauhan.

Artikel lainnya: 7 Tanda Suami Mulai Kepincut Pelakor

Ilustrasi pasangan jenuh. Shutterstock

Apabila pasangan berkomitmen untuk menjaga rumah tangga mereka tetap harmonis, Anna Margaretha Dauhan mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengelola konflik. Berikut ini rinciannya:

1. Menerapkan pendekatan yang lembut jika ingin menyampaikan masukan, saran, atau kritik kepada pasangan.

2. Memberikan apresiasi kepada pasangan secara verbal. Ingat, pasangan tidak bisa membaca pikiran kita.

3. Terimalah masukan dan bertanggungjawab atas kesalahan yang kita perbuat.

4. Meminta maaf dengan tulus.

5. Apabila sedang marah atau stres, carilah cara untuk menenangkan diri agar konflik tidak semakin membesar.

6. Turunkan ekspektasi terhadap pasangan dan terhadap hubungan karena tak ada orang yang sempurna.

7. Jangan memperbesar masalah kecil

8. Jika ada perbedaan pendapat, berusahalah untuk berkompromi.

AURA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."