Orang Cina Mahir Bisnis, Pelajari Seni Sun Tzu dan Filosofi Bambu

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi karier dan kesuksesan. Shutterstock.com

Ilustrasi karier dan kesuksesan. Shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Orang Cina dikenal dengan keuletan dan ketangguhan dalam berbisnis. Apapun jenis usaha yang digelutinya, mereka mampu memanfaatkan peluang dan bisa bertahan di tengah gejolak ekonomi. Sebut saja bos Alibaba, Jack Ma yang awalnya tak diperhitungkan tapi sekarang menjadi raja bisnis digital. Ada pula Wang Jialin, orang terkaya di Cina yang sedang berupaya menguasai dunia hiburan global dan berambisi menjadi pesaing Disney.

Menurut pakar budaya Cina dari Universitas Indonesia, Agni Malagina, orang-orang Tionghoa sukses berkat kerja keras, jujur, dan kepercayaan. Tiga modal itu, kata dia, membantu para pengusaha untuk berdiri lagi dengan cepat ketika terpuruk. "Misalkan ada saudagar yang tertimpa musibah, berkat kepercayaan itu, dia mudah saja mendapat modal dan berbagai bantuan untuk mulai berbisnis lagi," ujarnya.

Selain itu, Agni Malagina mengatakan para saudagar Cina menganggap bisnis sebagai medan perang. Mereka bangga mewarisi dan menjalankan nilai-nilai seni Sun Tzu dan filosofi hidup pohon bambu. “Semuanya saling berkaitan untuk menopang kesuksesan seorang saudagar Cina,” ucapnya.

Corporate Culture Expert of ACT Consulting, Rinaldi Agusyana, menuturkan seni Sun Tzu membuat para saudagar Cina cepat beradaptasi dengan lingkungan. Dengan demikian, mereka unggul dalam menanggapi perubahan. "Seni ini bicara tentang menjalin relasi, di mana hubungan manusia lebih diutamakan daripada perhitungan bisnis," tuturnya.

Dengan menerapkan seni ini, bisnis menjadi lebih manusiawi. Filosofi ini pula yang menyebabkan para saudagar Cina memiliki banyak pelanggan dan hubungan yang erat. Seni Sun Tzu, menurut Rinaldi, mendorong pengusaha menjalankan strategi yang menguntungkan banyak orang. Mereka lebih memilih mengambil keuntungan sedikit, tapi dengan jumlah transaksi yang besar.

Selain itu, para pengusaha tersebut menerapkan filosofi bambu. Prinsipnya adalah mengambil keuntungan sedikit demi sedikit sampai menguasai pasar. Mereka menekan biaya sehingga bisa menghasilkan produk yang memiliki kualitas setara dengan negara pesaing, tapi dengan harga lebih murah. "Kini mereka sedang memperbesar kemampuan manufakturnya," kata dia.

Rinaldi menuturkan, para profesional Indonesia bisa meniru etos kerja para taipan Cina. "Masyarakat kita memiliki kecerdasan, ketelitian, dan budaya yang baik," kata dia. Rinaldi mencontohkan teknik berdiplomasi orang Indonesia yang disegani oleh bangsa lain. Hanya, kualitas ini jarang disadari dan dimaksimalkan potensinya.

Dia mengatakan keunggulan tersebut harus dikelola untuk meningkatkan karier. "Di kantor, setiap karyawan harus bekerja dengan tulus dan berkolaborasi untuk keuntungan dan keunggulan bersama. Rekan kerja adalah mitra strategis yang berharga," kata dia. Prinsip harmonisasi dalam berhubungan dengan semua orang termasuk dalam prinsip saudagar Cina.

Hal lain yang dapat disontek dari pengusaha Cina adalah kemampuan menyusun strategi bisnis, menguasai teknologi terbaru, serta mengenali kelemahan diri sendiri dan pesaing. Dia mengatakan seorang profesional kerap gagal mengetahui kelemahan dan kekuatan diri sendiri. Padahal ini adalah kunci untuk mengembangkan potensi diri.

Berikutnya, para pebisnis Cina unggul lantaran mengutamakan kecepatan dan menampilkan diri secara sederhana, menutupi kelebihan untuk membuat lawan lengah, dan melakukan penetrasi pasar tanpa banyak disadari khalayak. "Seperti bisnis telepon seluler merek Cina yang makin disukai pasar, dengan fitur-fitur yang selalu baru, tanpa membuat rilis," kata dia.

Rinaldi mengimbuhkan, syarat utama untuk menerapkan filosofi para saudagar Cina adalah mengenal diri sendiri. Lalu bersedia memberi manfaat terlebih dulu sebelum memetik keuntungan. “Ini adalah filosofi pohon bambu, yang selama lima tahun tidak terlihat tumbuh, tapi kemudian menjulang tinggi dengan cepat," kata dia.

Dia mengingatkan profesional untuk menahan beratnya tantangan guna membangun diri di awal karier. Tantangan itu antara lain membangun harmoni dengan banyak pihak dan mempelajari banyak hal untuk menjadi pemenang dalam persaingan karier. Tentu saja, persaingan karier harus dilakukan dengan jujur.

Satu lagi filosofi bisnis saudagar Cina yang dalam pandangan Rinaldi layak ditiru adalah menciptakan kestabilan usaha jangka panjang. Karena itu, dia menyarankan profesional tidak hanya mencari pengakuan jangka pendek. "Beri perbaikan, perbuatan baik, dan kualitas terunggul sebagai pengalaman jangka panjang," tuturnya.

Rinaldi berujar, seni Sun Tzu tidak mengajarkan seseorang untuk memenangi laga dengan peperangan. Dalam ajaran Sun Tzu, orang yang unggul adalah orang yang memenangi 100 perang, tapi orang terhebat adalah orang yang menguasai pasar tanpa perang. Hingga tak perlu ada prajurit yang terluka atau menderita.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."