Advertisement
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi Produk Fashion dan Aksesori Ramah Lingkungan, dari Tenun Ikat hingga Sepatu

foto-reporter

Reporter

google-image
Tenun ikat Dayak Iban/Foto: Doc. Mahakarya Tenun

Tenun ikat Dayak Iban/Foto: Doc. Mahakarya Tenun

Advertisement

CANTIKA.COM, Jakarta - Peduli akan bumi yang masih terus mengalami krisis, kian banyak perusahaan yang berlomba-lomba untuk menciptakan produk yang semakin ramah lingkungan. Tak terkecuali, produk fashion lokal. 

Berdasarkan data PBB, industri fashion bertanggung jawab atas sekitar delapan hingga sepuluh persen emisi global, lebih tinggi daripada gabungan antara industri penerbangan dan shipping. Menurut Global Fashion Agenda and Mckinsey, pada 2018 industri fashion di seluruh dunia menghasilkan lebih dari 2 miliar ton emisi gas rumah kaca.

Angka emisi yang fantastis ini menggerakkan industri fashion untuk berinovasi menghasilkan produk yang ramah terhadap bumi. Sebagian perusahaan di bidang tersebut menciptakan ekonomi restoratif, yang tidak hanya mendorong kesejahteraan komunitas lokal dan masyarakat adat yang hidup di sekitar hutan, melainkan juga memulihkan hutan dan alam sekitarnya. 

Dengan kesadaran yang meningkat di industri fashion saat ini pilihan produk yang lebih baik untuk lingkungan makin banyak tersedia. Kamu bisa tetap tampil glowing dan keren tanpa melukai alam, sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat lokal. Caranya, cobalah produk-produk ini. 

1. Tenun ikat Dayak Iban 

Dikenal sebagai tenun yang halus dengan pewarna alam yang cantik, tenun ini melukiskan keragaman, baik dari segi teknik, motif, hingga karakter warna. Hingga kini beberapa teknik tradisional yang masih lestari dan dipraktikkan, seperti teknik sidan, ikat, sungkit, pileh selam, dan pileh amat. 

Hardiyanti, peneliti independen Mahakarya Tenun, bercerita, bagi suku Dayak Iban yang tinggal di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, menenun bukan sekadar keterampilan. Ini adalah jalan untuk mengenal dan mengukuhkan jati diri. Dalam setiap helai benang, mereka menemukan warisan leluhur dan kekuatan sebagai perempuan muda Iban yang diberkahi bakat alami menciptakan keindahan. 

“Karya-karya indah yang dihasilkan menjadi sumber penghidupan, menopang kebutuhan pendidikan dan keperluan pribadi. Lewat tenun, mereka belajar mandiri, membuktikan bahwa pelestarian budaya tak harus tertinggal, melainkan bisa melangkah sejajar dengan harapan dan masa depan,” kata Hardiyanti melalui siaran pers. 

Ia bercerita, para penenun masa kini lebih menggali kekayaan warna dari alam. Dorongan untuk bereksplorasi membawa mereka pada pencarian pigmen alami yang tersembunyi dalam akar, kulit kayu, daun, bunga, hingga buah-buahan yang ada di hutan Kalimantan. “Jika dahulu warna tenun didominasi merah bata, hitam, dan cokelat, kini cakrawala warna mulai melebar, menemukan biru, pink, hijau sage, hingga kuning mustard,” kisahnya. 

Pewarna alam yang mereka gunakan menyatu dengan prinsip kelestarian. Pemanenan dilakukan dengan bijak. Kulit kayu diambil berselang-seling agar pohon tetap hidup dan tumbuh. Banyak dari tumbuhan pewarna ini adalah flora liar yang jumlahnya berlimpah, seperti bunga kemunting dan daun putri malu.

2. Tas rajut noken khas Papua

Tas rajut noken khas Papua/Foto: Doc. Ki.Basic

Dulu, noken terlihat dalam bentuk yang biasanya serupa. Kini, tas tradisional dari serat kulit kayu khas Papua ini hadir dalam model. Meskipun, Anda juga bisa menemukan koleksi tas rajut noken dengan model yang tradisional. Warnanya pun tak melulu warna asli serat kayu, melainkan bermain dalam spektrum warna yang cerah. Tas yang telah diakui oleh UNESCO sebagai Intangible Cultural Heritage ini bisa digunakan di berbagai kegiatan, mulai dari kuliah hingga pesta. 

Naomi Waisimon, co-owner Ki.Basic, menguraikan, brand-nya mengembangkan produk dengan mengangkat cerita dan sumber lokal, sekaligus berbagi tentang budaya dan perjalanan pembuatan koleksi tersebut. “Contohnya, koleksi noken tradisional diberi nama KBO, yang dalam bahasa Namblong berarti noken. Kami sama sekali tidak mengubah bentuk noken itu, tradisional sehingga kami menamainya dengan sebutan asli orang Namblong,” kata Naomi, yang bekerja sama dengan brand dan penjahit lokal di Papua. 

Proses pembuatan satu tas noken berkisar antara satu hingga dua minggu, tergantung pada ukurannya. Para mama terlebih dahulu mencari kulit kayu di hutan atau dari pohon mahkota dewa di pekarangannya sendiri, membuatnya menjadi helai-helai ‘benang’ kayu yang siap digunakan, baru kemudian merajutnya dengan cinta dan sukacita.

Menariknya lagi, noken juga awet hingga bertahun-tahun, karena serat kayunya dirajut membentuk kesatuan pola yang kuat. Perawatannya pun tidak sulit, tidak perlu dicuci secara berkala dengan sabun. Naomi memberi tip, jika terdapat noda pada noken, cukup sikat lembut dengan air, kemudian diangin-anginkan.

3. Tas dan dompet kain kulit kayu Sigi

Tas kain kulit kayu Sigi/Foto: Doc. KUPS

Aksesori fashion dari kulit hewan, sih, sudah biasa. Yang luar biasa adalah aksesori dari kulit kayu. Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di Sigi, Sulawesi Tengah, berinovasi mengembangkan produk aksesori fashion, seperti tas dan dompet dari kain yang berbahan dasar kulit kayu. Harapannya, kain kulit kayu tidak hanya dikenal sebagai simbol budaya lokal, melainkan sebagai komoditas bernilai ekonomi yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. 

“Sebab, saat ini penggunaan kain kulit kayu masih bersifat sakral dan terbatas pada kegiatan adat atau upacara besar masyarakat setempat. Kain ini belum digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari” kata Nedya. 

Teknik pembuatan kain kulit kayu merupakan pengetahuan warisan turun-temurun masyarakat adat di wilayah dataran tinggi Kulawi. Tradisi ini tidak hanya mencerminkan identitas budaya lokal, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menjaga hutan dan lingkungan secara berkelanjutan.

Nedya bercerita, bahan baku kain kulit kayu diperoleh dari pohon nunu atau pohon ivo yang tumbuh di kawasan hutan adat di Kulawi. Bahan itu kemudian diolah dengan cara direbus, difermentasi, kemudian dipukul-pukul menggunakan alat tradisional bernama ike. 

Pengambilannya dilakukan secara terbatas dan berimbang, mengikuti kearifan lokal masyarakat adat setempat untuk menjaga kelestarian hutan. Proses ini memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya alam tetap selaras dengan prinsip keberlanjutan.

“Berbagai upaya terus dilakukan, seperti pengembangan produk turunan yang lebih inovatif dan sesuai dengan tren pasar, sehingga dapat menarik minat anak muda untuk turut melestarikan tradisi ini. Pendekatan kolaboratif dan berbasis kewirausahaan sosial menjadi salah satu strategi untuk merangkul masyarakat adat secara lebih efektif,” kata Nedya.

4. Sepatu trendy ramah lingkungan

Koleksi sepatu trendy ramah lingkungan dari VIVAIA /Foto: Doc. VIVAIA

VIVAIA merupakan brand sepatu pendatang baru yang membuat alas kaki paling nyaman dan trendy terbuat dari material ramah lingkungan. Kehadiran VIVAIA tentu saja menjadi pilihan bagi para pecinta fashion untuk selalu tampil modis.

"Industri fashion, khususnya sepatu, berkembang cepat dengan variasi produk yang mengikuti perkembangan tren fashion. VIVAIA melihat adanya potensi pasar di fashion sepatu, khususnya segmen perempuan," kata Robin Maxwell Wu Pemilik VIVAIA Indonesia melalui siaran pers. 

Robin Maxwell Wu mengatakan VIVAIA memiliki misi menciptakan alas kaki bergaya, ramah lingkungan, dan nyaman. Kami telah berhasil menghadirkan serangkaian alas kaki yang mewah dan modis dengan kualitas luar biasa dan harga terjangkau. VIVAIA telah mendaur ulang 18 juta botol plastik dan akan terus bertambah.

"Jutaan botol plastik yang dibuang dari tempat pembuangan sampah telah dikumpulkan, dibersihkan, dipotong, dan diekstrusi menjadi benang, yang digunakan untuk membuat sepatu rajut khas kami," ucap Robin.

Rajutan ini digunakan bersama-sama dengan bahan wol, karet, dan tanaman herbal yang dipanen secara berkelanjutan untuk menciptakan alas kaki ramah lingkungan yang berkualitas tinggi dan sangat nyaman.

VIVAIA bermitra dengan pemasok bersertifikat yang mendaur ulang botol plastik yang dibuang. Setelah botol dikumpulkan dan dibersihkan, botol-botol tersebut kemudian dipotong menjadi serpihan, diekstrusi, dan diubah menjadi benang. 

Benang tersebut dirajut menjadi bagian atas sepatu menggunakan mesin rajut digital canggih. Melalui teknik rajut, proses ini dapat mengurangi limbah material karena menghilangkan langkah pemotongan kain tradisional, secara signifikan demi kombinasi kenyamanan dan fungsi terbaik. 

"Desainer kami selalu mengikuti tren terbaru untuk memastikan VIVAIA selalu mengikuti mode terkini. Desain unik kami menggunakan teknologi rajutan 3D canggih, yang memintal benang plastik dari daur ulang menjadi potongan-potongan yang nyaman, kokoh, berkualitas, dan tahan lama," ujar Robin.

Tak hanya itu saja, kesadaran akan lingkungan diterapkan juga pada produk kemasan VIVAIA, yang terbuat dari 90 persen kardus daur ulang. Inovasi ini terus digalakkan demi menjaga keberlangsungan bumi.

Dengan meluncurkan independent store yang ke-5 di Ground Floor, TSM Bandung pada Sabtu, 28 Juni 2025 dengan variasi pilihan produk, ini memperkuat posisi brand VIVAIA sebagai fashion leader di segmen perempuan. 

Pilihan Editor: Pilihan Produk Ramah Lingkungan dari I Want To Smell The Perfume

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika

Advertisement

Recommended Article

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."
Advertisement