Ini Deretan Alasan Masih Banyak Orang Beli Barang Preloved

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Irresistible Bazaar, menjual barang preloved bermerek, di Grand Indonesia. TEMPO | Astari Pinasthika Sarosa

Irresistible Bazaar, menjual barang preloved bermerek, di Grand Indonesia. TEMPO | Astari Pinasthika Sarosa

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Dalam dunia mode atau fashion, tren datang dan pergi seiring musim, namun salah satu tren yang tetap ada adalah maraknya barang preloved alias bekas. Meningkatnya daya tarik fashion bekas dan dampak transformatifnya terhadap industri dan konsumen tidak dapat disangkal.

Tren preloved bukan hanya tentang mendapatkan barang antik, juga pilihan sadar yang berakar pada kepedulian terhadap lingkungan dan pertimbangan etis.

Di dunia di mana industri fashion terkenal dengan dampak buruknya terhadap lingkungan dan pelanggaran ketenagakerjaan, memilih barang bekas terasa seperti cara kecil namun bermakna untuk membuat perbedaan.

Salah satu alasan paling kuat untuk mengadopsi fashion barang-barang preloved adalah kontribusinya yang tak terbantahkan terhadap keberlanjutan. Mengingat industri fashion menjadi salah satu penghasil polusi terbesar di dunia, konsumen harus memikirkan kembali kebiasaan konsumsi mereka. Dengan memilih pakaian bekas dibandingkan pakaian baru, masyarakat mengalihkan pakaian dari tempat pembuangan sampah, mengurangi permintaan akan produksi baru, dan memperpanjang masa pakai pakaian—keuntungan yang sama-sama menguntungkan bagi planet ini dan lemari pakaian kita.

Selain ramah lingkungan, barang preloved juga menawarkan 'harta karun' berupa berbagai kemungkinan gaya. Mulai dari temuan vintage yang membangkitkan nostalgia hingga karya desainer kelas atas dengan harga yang lebih murah dari aslinya, ada sensasi tertentu dalam mengungkap permata tersembunyi dan menyusun lemari pakaian yang menceritakan kisah busana yang unik. Setiap pakaian bekas memiliki sejarah dan pesona yang tidak dapat ditiru dalam pakaian yang diproduksi secara massal.

Selain itu, menggunakan barang preloved merupakan pernyataan individualitas dan kreativitas. Baik itu gaun vintage yang unik atau aksesori pernyataan dari masa lalu, barang bekas memberdayakan konsumen untuk mengekspresikan diri mereka secara autentik dan percaya diri.

Tentu saja, keterjangkauan adalah alasan kuat lainnya untuk banyak orang beralih ke barang preloved. Di era di mana kemewahan memiliki harga yang mahal, belanja barang bekas menawarkan alternatif yang hemat anggaran tanpa mengorbankan kualitas atau gaya. Sensasi ketika menemukan karya seorang desainer atau gaun vintage yang diidam-idamkan dengan harga lebih murah dari harga ecerannya sungguh tiada tandingannya.

Namun mungkin yang paling penting, membeli barang preloved adalah pilihan sadar untuk menyelaraskan nilai-nilai dengan tindakan. Dengan mendukung toko barang bekas, butik vintage, dan platform penjualan kembali online, konsumen memberikan suara mereka untuk industri fashion yang lebih etis dan berkelanjutan. Menolak budaya membuang-buang yang dilakukan oleh raksasa fashion dan sebaliknya menerapkan pendekatan konsumsi yang lebih sadar—yang menghargai keahlian, daya tahan, dan tanggung jawab sosial.

Maraknya fashion preloved bukan sekadar tren sementara, melainkan gerakan menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan, beretika, dan penuh gaya. Sebagai konsumen, terdapat kekuatan untuk membentuk industri mode dan mendorong perubahan positif. Dengan menggunakan mode yang disukai, individu tidak hanya membuat pernyataan mode, tapi juga membuat pernyataan tentang dunia seperti apa yang ingin mereka tinggali. Dan bagi banyak orang, itu adalah pilihan yang paling bergaya.

Pilihan Editor: Tips Belanja Tas Bermerek Preloved yang Tepat Berkualitas

TIMES OF INDIA

Hai Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."