Hari Ibu, Cerita Perjalanan Ikha Memilih menjadi Single Mom by Choice

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
(Dari kiri) Single mom Ikha bersama putranya, Tadeus Avarel Krisnadi. Foto: Dok. pribadi

(Dari kiri) Single mom Ikha bersama putranya, Tadeus Avarel Krisnadi. Foto: Dok. pribadi

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Di momen Hari Ibu tahun ini, Cantika memotret perjalanan hidup sejumlah ibu tunggal alias single mom. Sama seperti kita, para single mom di luar sana juga punya fase berjuang, belajar dari kesalahan, dan bangkit menghadapi tantangan. Di kesempatan kali ini, Cantika berbincang dengan Martina Ikha Rustriana Sari atau akrab disapa Ikha. Dia merupakan single mom by choice. Di usia 18 tahun, Ikha dikaruniai putra tercinta, Tadeus Avarel Krisnadi atau Arel.

Lewat sambungan telepon di awal Desember ini, Ikha menuturkan kisah dia menjadi ibu tunggal tanpa sekat. Dia mengawali dengan mengatakan saya adalah single mom by choice alias memilih menjadi ibu tanpa menikah. Jalan itu dia pilih setelah menimbang berbagai hal dan refleksi diri.

"Saya punya anak di usia 18 tahun. Saat tahu hamil, pikiran saya saat itu jalan keluarnya saya mau married (menikah)," ucapnya kepada Cantika pada Sabtu, 9 Desember 2023.

"Sebenarnya, waktu itu saya sudah mau married. Karena saya Kristiani, pas ada pembekalan sebelum pernikahan, di situ saya sadar bahwa pernikahan bukan sesuatu hal yang mudah untuk dijalani," sambung perempuan yang menjadikan masak dan tidur sebagai healing.

Dia menyadari pernikahan bukanlah komitmen setahun dua tahun, melainkan seumur hidup. Kemudian, dia berkaca fase hamil di masa pacaran menunjukkan sisi lain dari ayah biologis anaknya yang disebut dengan mantan.

"Dengan segala problem yang terjadi pasti mengubah seseorang. Adanya berbagai tekanan, akhirnya dia berubah dari good (baik), jadi kok dia bakalan marah sama saya. Apakah sanggup saya menghadapi itu. Di masa remaja saat itu, saya berpikir tidak sanggup," ucapnya.

"Muncul kekuatan dari dalam diri, saya akhirnya punya keberanian untuk memilih tidak menikah. Sepertinya menikah bukan jalan keluar untuk hal ini. Sedikit dramatis. Jadi, malam sebelum married, saya membatalkan untuk menikah," kenang Ikha.

Bukan berarti dia tidak mengkaji berbagai aspek sebelum mengambil keputusan itu. Ikha remaja menyadari betul risiko-risiko yang akan membersamai keputusannya, seperti membesarkan anak tanpa pasangan hingga mencari nafkah untuk mereka berdua. 

Dia juga terus bertanya ke dalam lubuk hatinya apakah dia bisa menjalani komitmen seumur hidup dengan pasangan yang dipenuhi rasa kecewa.  

"Dia (mantan Ikha) marah saya hamil. Kayaknya dia kecewa. Bagaimana saya bisa menikah dengan orang yang berlandaskan rasa kecewa. Saya pikir kondisi itu lebih mengerikan. Itulah yang ada di pikiran saya saat itu," tuturnya.

Tak cuma menggali ke dalam diri sendiri, dia pun meyakini Tuhan selalu memelihara umatnya, termasuk dia dan sang putra.

"Saya juga berpikir saya punya Tuhan. Di ayat Alkitab, burung pipit saja Tuhan pelihara, begitu pula saya dan anak saya, Tuhan juga pelihara. Jalan dengan iman," imbuhnya.

Tanpa menjabarkan lebih dalam, Ikha menyebut ada syarat yang diajukan keluarga mantan yang membuat dia dan keluarga bertanya-tanya.

"Walaupun kami bisa mengikuti (syarat yang diajukan keluarga mantan). Masalahnya terlalu rumit," ujarnya.

Sejak memutuskan tidak menikah, Ikha mengatakan tidak ada kontak dengan mantan, begitu pula sebaliknya.

"Saya cuma berpikir kalau dia masih mau sebagai ayah, saya izinkan. Tapi faktanya, setelah kami pisah berlalu begitu saja," ungkapnya 

Ibunda Support Terbesar dan Kepergian Dia Masa Tersulit

Ketika Ikha memutuskan tidak menikah satu hari sebelum acara digelar, keluarga dia tak bersikap reaktif. Ibundanya mempercayai Ikha sudah menimbang segala risiko saat mengambil keputusan untuk dirinya dan anak dalam kandungannya.

"Mama saya orang yang jika kamu mengambil keputusan A ada konsekuensinya, kamu harus terima. Kalau ambil yang B, terima juga konsekuensinya. Ya, jalani dan bertanggung jawab. Jadi, saat saya memutuskan tidak menikah, mama saya menghargai" paparnya.

Bagi Ikha, ibunda adalah pendukung alias support utama dalam hidupnya termasuk menjalani hari-hari sebagai ibu baru di usia muda. Dia ditemani sang ibunda saat melahirkan Arel. Hingga Arel empat tahun, Ikha dibantu sang ibunda dalam hal finansial, termasuk membeli susu.

Ketika dia tengah beradaptasi mengemban peran ibu baru, Ikha menghadapi kenyataan sang ibunda berpulang. Saat itu, Arel berusia empat tahun. Momen itu salah satu masa tersulit bagi Ikha. Ditambah sejumlah orang meragukan kemampuan dia dalam merawat anak.

"Di awal-awal mama saya wafat, masyarakat sekitar mulai judging apakah sebagai ibu muda saya bisa merawat anak. Yang menjengkelkan juga dari keluarga besar ada yang berkata, 'udahlah anaknya aku rawat aja, dikirim ke Jogja aja', dan segala macam. Itu salah satu masa terberat saya," ungkapnya.

Menghadapi kondisi itu, Ikha berpegang dengan keyakinan dan imannya bahwa Tuhan selalu memelihara umatnya. Menurut dia, masalah finansial tidak hanya dialami oleh single mom seperti dia, keluarga dengan orang tua komplet juga mengalaminya. Kunci dia bertahan terus berjuang di jalan Tuhan dari waktu ke waktu untuk mereka berdua.

(Dari kiri) Momen manis Ikha bersama sang putra, Tadeus Avarel Krisnadi, yang tengah berulang tahun. Foto: Dok. pribadi

Menjadi Guru Les untuk Menafkahi Keluarga

Sepeninggal ibunda, Ikha mulai mengemban amanah mencari nafkah untuk keluarga kecilnya. Dia memilih menjadi guru les karena menurut dia waktunya bisa disesuaikan dengan keseharian sebagai single mom.

"Puji Tuhan, saya diberi pekerjaan sebagai guru les, bisa manage (mengelola) waktu atau saya bawa (anak ke tempat les). Bisa dibilang dia selalu sama saya kecuali saat dia sekolah," tuturnya

"Ketika saya kerja, dia juga ikut. Sebenarnya bukan saya yang berkorban, tapi anak saya yang banyak berkorban buat kami," tuturnya.

Hingga saat ini, Ikha menjadi guru les semua mata pelajaran untuk anak Sekolah Dasar (SD), sementara itu  untuk siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) mengajar pelajaran matematika, kimia, dan fisika.

Utamakan Kejujuran kepada Anak

Dalam menjelaskan sosok mantan kepada Arel, Ikha memilih jalur kejujuran. Dia tak pernah berbohong tentang masa lalunya.

"Saya memegang prinsip harus jujur dengan anak. Saya tidak mau bohong. Saya ceritakan saja semuanya," tuturnya.

Ikha mengatakan, Arel kecil tidak pernah bertanya soal ayah biologisnya, meski dia melihat sosok ayah saat bermain atau menginap di rumah teman-temannya. Menurut Ikha, hal itu bisa dipengaruhi oleh suasana Arel dibesarkan. Sebelum berpulang, sang ibunda juga sudah menjadi single mom membesarkan Ikha dan adik perempuannya.

"Mungkin waktu dia kecil, dia pikir mama saya adalah mamanya karena dipanggil mama. Sedangkan dia panggil saya ai, nama panggilan saya di rumah. Waktu dia dibawa ke kuburan ayah saya, dia berpikir itu ayahnya. Mungkin dia berpikir seperti itu," tuturnya.

Seiring berjalan waktu, Arel menyadari dan memahami siapa yang melahirkan dia.

Hingga saat ini, lanjut Ikha, Arel tidak ada keinginan mengetahui siapa ayah biologisnya. Bahkan ketika Ikha bertanya, Arel merespons merasa sudah cukup dan bersyukur atas kehidupan yang dia jalani saat ini.

"Saya tanyakan perasaan dan pikiran kepada Arel, dan dia bilang 'hidup begini adanya, ya nikmati aja. Selama ini kita hidup berdua baik-baik saja. Tak masalah. It's fine (aku baik-baik saja)'," katanya.

"Anaknya plegmatis banget. 'Hidup sudah rumit, ngapain kita bikin rumit lagi'," jelasnya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."