Skrining Diabetes Bisa Dimulai Sejak Usia 30 Tahun

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Kegiatan bertajuk I Give My #Hands4Diabetes World Diabetes Day by Tropicana Slim pada 12 November 2023/Nutrifood

Kegiatan bertajuk I Give My #Hands4Diabetes World Diabetes Day by Tropicana Slim pada 12 November 2023/Nutrifood

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Dokter Spesialis Penyakit Dalam divisi Endokrin, Metabolik dan Diabetes RS Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Farid Kurniawan mengatakan skrining diabetes bisa dimulai sejak usia 30 tahun terlebih jika memiliki faktor risiko dari keluarga seperti orang tua atau saudara kandung.

"Secara umum usia 30 tahun kita anjurkan cek gula darah, nanti kalau didapatkan hasil gula darahnya di luar batas normal kita akan konfirmasi dengan beberapa pemeriksaan," ucap Farid dalam diskusi kesehatan bertajuk World Diabetes Day by Tropicana Slim di Jakarta, Minggu 12 November 2023.

Ia mengatakan skrining bisa dilakukan juga pada orang yang memiliki berat badan berlebihan, darah tinggi dan mempunyai kebiasaan merokok.

Hal itu karena usia paling banyak yang menderita diabetes biasanya di atas 40 tahun, atau usia pertengahan antara 30 sampai 60 tahun. Untuk itu, pemeriksaan perlu dilakukan untuk menciptakan kesadaran bahwa meskipun di usia muda belum tentu terbebas dari diabetes.

Dokter yang menamatkan studi di Universitas Indonesia ini mengatakan data terbaru angka prevalensi penyakit diabetes pada 2018 menunjukkan, 9 dari 10 orang di Indonesia menderita diabetes atau sekitar 8,9 persen. Namun sayangnya 3 dari 4 penderita diabetes atau sebanyak 75 persen tidak terdiagnosis.

Oleh karena itu, rangkaian prosedur deteksi juga dilakukan sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian dini akibat diabetes di Indonesia. "Itu yang kemarin dari Kementerian Kesehatan sempat melakukan advokasi rencananya mereka meningkatkan skrining dari penderita diabetes supaya menurunkan angka kematian dini diabetes di Indonesia," ucap Farid.

Selain itu, Farid juga mengungkapkan anak berusia dibawah lima tahun dan puncaknya 11 tahun juga rentan terkena diabetes tipe 1 karena adanya kerusakan dari sel Beta pankreas atau kelenjar pankreas yang ada di dalam tubuh yang tidak bisa menghasilkan insulin yang cukup. Hal itu menyebabkan gula darah di dalam tubuh akan meningkat.

Bahkan diabetes juga bisa diderita bayi yang baru lahir yang disebut Neonatal Diabetes.

Oleh sebab itu, gaya hidup sehat sangat penting untuk dilakukan untuk mencegah terjadinya diabetes baik di usia muda, ibu hamil maupun lansia dengan berolahraga dan mengurangi kebiasaan konsumsi makanan berkalori tinggi yang dapat meningkatkan risiko diabetes. "Pertama aktivitas fisik yang teratur, kemudian olahraga, jaga makanan tidak hanya mengurangi asupan gula tapi mengurangi asupan makanan yang kalorinya tinggi, makanan berlemak salah satunya gorengan," kata Farid.

Selain itu, faktor pola hidup lain yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengobati diabetes adalah stop merokok atau mengurangi kebiasaan merokok, kurangi stres dan istirahat yang cukup.

Selanjutnya, masyarakat juga harus menjaga pola makan dengan mengurangi asupan kalori, asupan gula, garam dan kurangi makanan berlemak serta adiktif seperti makanan manis. "Itu semua secara umum pola hidup sehat seperti itu pasti akan berguna mencegah dan mengobati diabetes," ucapnya.

Melalui acara diskusi tentang diabetes yang sering dilakukan, Farid berharap masyarakat bisa lebih sadar untuk memeriksakan kondisinya dengan datang ke fasilitas kesehatan untuk cek gula darah agar bisa dipantau.

Ia pun turut memberikan semangat pada pasien yang sudah terdiagnosa diabetes agar tetap semangat mengonsumsi obat untuk mengontrol gula darahnya dan rutin periksa ke dokter agar kondisinya tidak memburuk.

Pilihan Editor: Tips Siapkan Porsi Makan untuk Cegah Diabetes

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."