Ngabuburit bareng Klub Membaca Raden Saleh, dari Baca Buku hingga Lomba Pantun

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Peserta komunitas Membaca Raden Saleh membacakan salah satu bab buku Pangeran dari Timur yang kesebelas di Balai Pustaka, Sabtu, 8 Maret 2023/Foto: Yanki Hartijasti

Peserta komunitas Membaca Raden Saleh membacakan salah satu bab buku Pangeran dari Timur yang kesebelas di Balai Pustaka, Sabtu, 8 Maret 2023/Foto: Yanki Hartijasti

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Komunitas Membaca Raden Saleh menggelar kembali acara membaca novel Pangeran dari Timur sekaligus ngabuburit bersama. Kegiatan yang telah digagas sebanyak 11 kali ini dihadiri lebih dari 50 orang dari berbagai latar belakang minat.  

Menariknya, para peserta tidak hanya membaca Raden Saleh - bab Pemberontakan dan Penangkapan- tetapi juga berpartisipasi dalam lomba pantun yang kreatif. Masing-masing peserta unjuk kebolehan pantun buatan mereka. Direktur Balai Pustaka, Achmad Fachrodji didaulat lansung menjadi juri yang menilai kepiawaian berpantun para peserta. 

Usai mengumumkan pemenang, ia mengatakan jika dalam berpantun perlu dipahami konsepnya ialah bentuk puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasanya terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b).

Sebagai informasi, pantun lazimnya dibuat dalam bentuk bait dengan kaidah atau syarat tiap bait terdiri dari empat baris. Tiap barisnya terdiri dari 8 sampai 12 suku kata. Bagian akhir kalimat setiap baris menggunakan sajak atau rima yang berpola (bunyi) a-b-a-b. Dengan kata lain, akhir baris pertama sama bunyinya dengan akhir baris ketiga, dan akhir baris kedua sama dengan akhir baris keempat. 

Serupa Membuka Kotak Pandora 

Direktur Utama Balai Pustaka, Achmad Fachrodji berkesempatan membaca buku Pangeran dari Timur di acara Membaca Raden Saleh yang kesebelas, di Balai Pustaka, Sabtu, 8 April 2023/Foto: Cantika.com/Ecka Pramita

Melalui munculnya ruang baca dan sastra yang dihelat berbagai pihak, termasuk komunitas Membaca Raden Saleh, Achmad menganalogikannya serupa membuka kotak Pandora, tidak ada konektivitas antara masa lalu dan kini. "Sebuah upaya yang sangat bagus dan perlu didukung. Dan, sebisa mungkin lebih banyak lagi komunitas baca bermunculan," ucap pria asal Brebes ini saat ditemui Cantika, Sabtu, 8 April 2023. 

Selain membaca buku bersama, Achmad juga menyarankan kegiatan bedah buku hingga lomba berbalas pantun tingkat nasional yang keberadaannya tidak kalah dengan lomba idol lainnya. Sehingga nantinya, ia berharap apresiasi sastra dari kaum milenial tidak semakin menurun. 

Achmad siap menjadikan Balai Pustaka sebagai rumah Sastrawan di Indonesia. Ketika seseorang ingin menerbitkan buku dengan genre sastra yang segmented tentu sudah lebih mengetahui lebih dulu seperti apa risikonya, kalau Sastra belum se-hits seperti prosa liris atau karya ilmiah popular lainnya. 

"Perlu diketahui penerbit tidak bisa merilis buku sastra kalau peminatnya minim. Oleh sebab itu, inisasi untuk diskusi soal buku bisa menjadi cara yang efektif agar masyarakat mengenal karya sastra. Ditambah lagi, sumber daya kita untuk mengkurasi karya sastra kita juga belum kuat dan era digitalisasi. Itulah tantangannya," tambah pria kelahiran 16 Oktober 1960.

Oleh sebab itu, Achmad mengimbau para penulis muda juga tidak perlu berkecil hati, masih banyak cara untuk mempopulerkan karya sastra, termasuk melalui film di bioskop atau platform streaming.  "Jadi ini sebenarnya bukan hanya tantangan bagi Balai Pustaka, tetapi juga pemerintah. Kan, sayang kalau misal ada karya yang bagus tetapi tidak dipublikasikan," tambahnya. 

Sinopsis Novel Pangeran dari Timur 

Penulis Pangeran dari Timur, Kurnia Effendi dan Iksaka Banu mengisi acara Membaca Raden Saleh yang kesebelas di Balai Pustaka, Sabtu, 8 Maret 2023/Foto: Yanki Hartijasti

Sebagai informasi, Pangeran dari Timur adalah judul novel karya kolaborasi antara Iksaka Banu dan Kurnia Effendi yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2020. Novel merupakan genre fiksi sejarah yang banyak menceritakan tentang kehidupan pelukis Raden Saleh. Pangeran dari Timur ditulis selama dua puluh tahun, sejak 1999 hingga 2019, setelah melalui proses riset oleh keduanya di beberapa negara.

Raden Saleh masih terlalu muda ketika dipisahkan dari keluarganya di Terbaya, Semarang, menjelang berakhirnya Perang Jawa. Kejeniusan dan tangan dinginnya dalam mengayunkan kuas tercium oleh para pejabat kolonial sehingga dia dikirim ribuan mil jauhnya menuju Belanda, sebuah negeri yang selama ini hanya didengarnya lewat cerita para kaum terpelajar Jawa. Terbukti dia mampu melukis bukan hanya sejarah dirinya yang gemerlap, melainkan juga wajah dan peristiwa zaman Romantis di Eropa. 

Bertahun hidup di tanah seberang, sang Pangeran justru merasa asing di tanah kelahirannya. Namun, tetap saja panggilan darah sebagai bangsa Jawa tidak dapat disembunyikannya di atas kanvas. Ditambah kegetiran yang menghiasi masa tua, karya dan hidup Raden Saleh berhasil menciptakan perdebatan sengit di kalangan kaum pemaham seni di masa pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia, satu abad berikutnya.

Syamsudin, seorang arsitek awal abad ke-20, menguasai pengetahuan seni yang berkembang pada masanya. Dia berhasil menularkan minatnya terhadap lukisan Raden Saleh kepada Ratna Juwita, gadis pujaannya. Di sisi yang berbeda, Syafei, dengan gairah pemberontaknya, menempuh jalan keras menuju cita-cita sebagai bangsa merdeka. 

Mereka melengkapi sejarah berdirinya sebuah negeri, dengan hasrat, ambisi, dan gelora masing-masing. Dan, di tengah kekalutan panjang sosial politik sebuah bangsa yang sedang memperjuangkan nasibnya, kisah cinta selalu memberikan nyala api: hangat dan berbahaya.

Pilihan Editor: Ngabuburit ala Melody Laksani, Olahraga dan Pesan Makanan secara Daring

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."