Cerita Ketua Dekranasda Tapanuli Utara, Satika Nikson Nababan Populerkan Kain Ulos

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ketua Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) Tapanuli Utara, Satika Nikson Nababan/Foto: Doc. Pribadi

Ketua Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) Tapanuli Utara, Satika Nikson Nababan/Foto: Doc. Pribadi

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Indonesia dikenal dengan ragam wastranya, mulai dari Batik, Songket, tenun hingga kain ulos memiliki ceritanya masing-masing. Satika Nikson Nababan, Ketua Dekranasda Tapanuli Utara berbagi cerita mengenai Ulos yang ada di daerahnya melalui Instagram live bersama Cerita Cantika pada 18 Maret 2023. 

Ia bercerita awal mula memperkenalkan kain Ulos sebagai wastra Nusantara hingga kancah Internasional dan mendapatkan kesempatan untuk tampil di Korea untuk memperkenalkan Ulos. Termasuk bagaimana ia mampu untuk menggaet para pengerajin tenun. "Sebagai ketua dekranasda dan istri bupati, saya bertanya-tanya apa sih yang sebenarnya harus saya lakukan untuk ikut memajukan wastra Indonesia," katanya.

Menurutnya, dari awal memang sudah ada para penenun tradisional (gedogan) itu. Tetapi, mereka pada saat itu hanya menenun untuk budaya. Seperti kain tenun sarung itu, mereka biasanya menenun jika dapat orderan dari daerah lain dan motif dari daerah lain tersebut. 

Belum ada unsur fashion-nya, ada beberapa yang tenunan yang mereka tenun dari motif Kabupaten Tapanuli Utara ini, tetapi masih sedikit sekali. Permasalahan ini lah yang sekarang ini sedang Ibu Satika perjuangkan dan kasih pelatihan serta pengetahuan yang lebih dalam lagi.

"Hal ini pun bermula dari seorang laki-laki yang datang langsung kepada saya untuk memperlihatkan hasil tenunan-nya itu, pada saat itu karena masih memakai benang putar jadi lebih agak sulit untuk dibuat untuk fashion, karena ketika memakai benang putar ini tidak bisa dicuci dan mudah luntur," jelasnya.

Oleh karena itu, ia pun mengajak beberapa para penenun yang dekat dengan rumah dinas namun mereka tidak mau, kemudian di daerah Kecamatan pun mereka tidak mau. Pada akhirnya, ia pun memberi tahu bahwa ia akan membuat dua teknik untuk fashion, Ulos songket dan Ulos ikat. Kebetulan, di dekat rumah dinas ada banyak pengrajin yang menenun dengan teknik songket, namun mereka tetap tidak mau juga. 

Kemudian, datanglah lelaki itu yang menjadi titik awal yang berprofesi sebagai seorang guru dan juga sebagai penenun. Lantas, ia menyerahkan hasil yang ia tenun dengan tangan yang berdarah-darah, mungkin itulah sebabnya mengapa banyak para pengerajin yang tidak mau untuk berganti bahan baku dikarenakan benang yang lain itu lebih kasar. "Ternyata memang menenun gedogan dan songket adalah proses yang tidak mudah, sangat sulit," ungkapnya. 

Dari sanalah Satika memulai untuk proses ke kancah fashion dengan membawa ulos pada Indonesian Fashion Week, meskipun banyak rintangan dan tidak mulus jalannya. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Ulos pernah sampai ke kancah Internasional, tepatnya Korea. 

Pada saat itu memang ada banyak penawaran-penawaran pada kita, tetapi kami harus menimbang kembali karena Tapanuli ini juga bukan Kabupaten yang memiliki anggaran yang sangat besar.

Lantas, Satika berpikir jika harus mengeluarkan sekian ratus juga, lebih baik dialokasikan untuk kebutuhan para pengrajin yang lainnya. Namun, pada saat itu dari pihak Korea, ada yang bersedia untuk memfasilitasi mulai dari venue hingga model. 

Melalui pencapaian itu, Satika berharap agar Ulos dapat dikenal oleh seluruh masyarakat baik yang ada di Nusantara maupun pada kancah Internasional. 

Pilihan Editor: Mengenal Lebih Dekat Kain Ulos Tapanuli Utara, dari Tradisional hingga Ready to Wear

WIDYA FITRIANINGSIH 

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."