Mengenal Lebih Dekat Kain Tenun NTT, Ada 737 Motif dan 3 Teknik Menenun

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Koleksi Mata Hati, kolaborasi Ivan Gunawan dan Dekranasda NTT, mengangkat pesona tenun Sumba Timur. Foto: Dok. Garis Poetih

Koleksi Mata Hati, kolaborasi Ivan Gunawan dan Dekranasda NTT, mengangkat pesona tenun Sumba Timur. Foto: Dok. Garis Poetih

IKLAN

Teknik Menenun

Bicara soal proses menenun, Julie mengatakan dahulu kala menenun dari kapas lalu dipintal, kini lebih banyak menggunakan benang sintetis. Terkait pewarnaan, ada yang menggunakan benang pabrikan warna-warni atau benang putih yang dicelupkan ke pewarna alami.

"Warna gonjreng (cerah) sudah dari sananya, tapi ada juga benang putih pabrikan lalu dicelup ke pewarna alam, contohnya, merah marun pakai mengkudu, cokelat pakai kayu, kunyit untuk kuning," jelasnya.

Berapa lama proses menenun selembar kain? Dia mengatakan bisa berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung pada kerumitan motif.

Koleksi Mata Hati merupakan kolaborasi Ivan Gunawan bersama Dekranasda NTT mengangkat pesona tenun Sumba Timur. Foto: Dok. Garis Poetih

Terkait teknik, Julie mengatakan ada tiga teknik menenun di NTT. "Kami punya tiga teknik. Teknik ikat yang tidak timbul. lalu ada tenun yang lotis, timbul satu sisi. Ada lagi buna, timbul dua sisi," jelasnya

Di koleksi Mata Hati, Julie menyebutkan teknik yang dipakai adalah sotis.

Teknik menenun buna adalah membuat motif pada kain dengan menggunakan benang yang sudah diwarnai terlebih dahulu. Sementara itu, teknik menenun lotis, proses pembuatannya mirip dengan tenun buna, tapi identik dengan warna dasar gelap, seperti cokelat, hitam, biru tua, dan merah hati.

Dan, tenun ikat adalah kain tenun yang proses pembuatan motif dilakukan dengan cara pengikatan benang.

Pentingnya Menenun untuk Masyarakat NTT

Menurut Julie, sebanyak 90 persen mata pencaharian masyarakat NTT adalah petani dan nelayan. Mengingat pekerjaan itu ada musimnya, maka dari itu menenun bisa menjadi sumber pemasukan lain untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

"Memangnya sekolah anak ada musimnya, dapur ngebul ada musimnya, kan tidak? Harus ada cari pemasukan, tanpa melihat musim," ucapnya.

Maka dari itu, salah satu komitmennya untuk melestarikan tenun NTT adalah selalu memakai busana dari tenun tersebut setiap hari. Ia juga tidak pernah memakai busana dengan motif tenun printing.

"Tidak ada print, dan motif tidak perlu berubah. Karena corak itu leluhur punya cerita, kita tidak perlu berubah," jelasnya.

Baca juga: Kuatkan Ekonomi Lokal Melalui Perempuan Perajin Tenun Batak

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."