Tren Reading Club, Lebih dari Sekadar Membaca Buku Bersama

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Salah satu peserta reading club Membaca Raden Saleh sedang mendapat giliran membaca bab Kuda Pacu dan Jagal/Foto: Cantika/Ecka Pramita

Salah satu peserta reading club Membaca Raden Saleh sedang mendapat giliran membaca bab Kuda Pacu dan Jagal/Foto: Cantika/Ecka Pramita

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Jika ditanya, kapan terakhir kali kita membaca buku dengan suara kencang? Barangkali jawabannya saat kita masih menginjak masa sekolah, saat membacakan sebuah tugas mengarang di kelas. Geliat membaca buku tidak lagi menempati ruang-ruang privat, tetapi telah bergeser menjadi konsumsi publik.

Kini, membaca buku bisa dinikmati bersama melalui munculnya reading club di berbagai daerah, salah satunya reading club Membaca Raden Saleh (MRS) yang digagas oleh kedua penulisnya yakni Kurnia Effendi dan Iksaka Banu, ditambah oleh editor MRS, Endah Sulwesi. 

Hajatan perdana membaca buku Pangeran dari Timur ini sudah mulai eksis dimulai pada 23 Juni 2022 yang bertempat di Baca di Tebet, Jakarta Selatan dibuka dengan bab Rumah Dansa, kemudian disusul di Perpustakaan HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, membaca bab Senja Terakhir di Cikini, lalu di Tebet Sarana Square membaca bab Awal Dendam dan Hidup yang Terbelah. 

Penulis dan penggagas reading club Membaca Raden Saleh, Iksaka Banu (kiri) dan Kurnia Effendi (kanan) di Baca di Tebet, 23 Juni 2022/Foto: Cantika/Ecka Pramita

Terbaru, pada 18 September 2022 lalu di Taman Karisedenan, Bogor membaca Kuda Pacu dan Jagal. Tidak hanya membaca buku, peserta juga diajak menengok Rumah Dansa di Cikini dan ziarah ke makam pemilik nama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman di Jalan Pahlawan, Bogor. 

Lantas apa saja yang dilakukan selama momen acara berlangsung? Para peserta MRS yang hadir tentu saja diberi kesempatan dengan membacakan buku setebal 604 halaman tersebut. Mereka membaca dengan suara lantang dan sesuai urutan halaman dari bab yang telah diumumkan sebelumnya. Uniknya, setiap MRS memiliki cara yang berbeda-beda untuk memilih siapa yang dapat giliran membaca. 

Penulis sekaligus penggagas MRS Kurnia Effendi saat awal membuka acara pada 23 Juni 2022 mengatakan MRS bisa menjadi cara atau medium bagi masyarakat untuk lebih mengenal sosok Raden Saleh yang belum banyak diketahui perjalanan hidupnya, termasuk pula kisah romansa dan kehidupan Raden Saleh di masa kecil. 

Rumah Dansa Raden Saleh di Cikini menjadi salah satu tujuan para peserta reading club Membaca Raden Saleh/Foto: Cantika/Ecka Pramita

Selain itu, ada sisi emosional yang disampaikan Raden Saleh dalam lukisannya, seperti yang dikatakan oleh Iksaka Banu. Dalam lukisan Raden Saleh kita bisa melihat saat dia menggambarkan sosok Pangeran Diponegoro dan juga orang-orang Belanda. "Saat melukiskan kepala orang Belanda dibuat besar, bukan karena ia tak bisa membuat anatomi. Namun, itu merupakan ungkapan betapa orang Belanda memang besar kepala," jelasnya. 

Agar ilustrasi sejarah semakin menarik, maka perlu juga dilengkapi dengan kehidupan personal Raden Saleh yang menyentuh. "Karena ini menceritakan kisah sejarah, maka perlu ada sentuhan sisi romantisme yang dianggap Banu saya bisa melengkapinya agar tulisan ini tidak menjadi kering," ucap Kurnia saat menceritakan mengapa akhirnya mereka menulis bareng, selain tentu saja karena kedekatan personal sejak lama dan sama-sama suka kopi. 

Iksaka Banu menambahkan proses saat menyusun buku ini tentu saja perlu riset dan proses yang panjang, bagaimana membagi tema tulisan dan bisa saling menekan ego. " Malah di akhir-akhir menyusun, tulisan kami sudah menyatu seperti tidak ada bedanya," selorohnya. 

Peserta reading club Membaca Raden Saleh melakukan ziarah ke makam Raden Saleh di Batutulis, Bogor, Minggu 18 September 2022/Foto: Cantika/Ecka Pramita

Sementara itu, salah satu peserta dari Tangerang Selatan yang sudah dua kali mengikuti MRS, Petrus Setiawan mengatakan dari dua penyelenggaraan yang sudah diikuti sangat informatif dan secara mengejutkan diminati semakin banyak peminat sastra berbagai kalangan, artinya cukup berhasil menjadi sarana temu diskusi para peminat sejarah dan sastra. Meski perlu waktu, Petrus meyakini acara semacam itu akan membuat masyarakat luas punya minat belajar sejarah. 

"Penyelenggaraan acara juga sangat rapi, ditangani anak-anak muda usia 12-18 tahun, ditambah para penulis sangat menguasai materi, dan acara di makam Raden Saleh juga sangat informatif," ucap pemerhati sejarah dan sastra ini. 

Suasana reading club Membaca Raden Saleh di Gedung Karisidenan Bogor, Minggu 18 September 2022/Foto: Doc. MRS

Begitu pula dengan peserta lainnya, Maria M Lapian mengatakan dengan mengikuti reading club, ia jadi membaca buku Pangeran Dari Timur kembali dan lebih mengenal sosok Raden Saleh. Maria juga berharap reading club semacam ini memantik banyak orang, khususnya anak muda tertarik membaca buku. 

"Tentu juga sekaligus tambah kagum pada duo penulis, karena novel ini begitu detail. Misalnya bab yang dibaca tadi (bab Kuda Pacu dan Jagal) kelihatan kan dua kubu. Dari sisi Belanda ada yang pro dan benci Raden Saleh Di sisi Indonesia ada Raden Saleh tokoh yang diam terhadap perjuangan dan Raden Salah yang berjuang dengan kekerasan. Di sisi Raden Saleh sendiri ada juga tentang istri pertama dan keduanya yang berbeda karakter," papar Maria. 

Sebagai informasi, Pangeran dari Timur adalah judul novel karya kolaborasi antara Iksaka Banu dan Kurnia Effendi yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2020. Novel merupakan genre fiksi sejarah yang banyak menceritakan tentang kehidupan pelukis Raden Saleh. Pangeran dari Timur ditulis selama dua puluh tahun, sejak 1999 hingga 2019, setelah melalui proses riset oleh keduanya di beberapa negara.

Sinopsis Pangeran dari Timur 

Pangeran dari Timur adalah judul novel karya kolaborasi antara Iksaka Banu dan Kurnia Effendi yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2020/Foto: Cantika/Ecka Pramita

Raden Saleh masih terlalu muda ketika dipisahkan dari keluarganya di Terbaya, Semarang, menjelang berakhirnya Perang Jawa. Kejeniusan dan tangan dinginnya dalam mengayunkan kuas tercium oleh para pejabat kolonial sehingga dia dikirim ribuan mil jauhnya menuju Belanda, sebuah negeri yang selama ini hanya didengarnya lewat cerita para kaum terpelajar Jawa. Terbukti dia mampu melukis bukan hanya sejarah dirinya yang gemerlap, melainkan juga wajah dan peristiwa zaman Romantis di Eropa. 

Bertahun hidup di tanah seberang, sang Pangeran justru merasa asing di tanah kelahirannya. Namun, tetap saja panggilan darah sebagai bangsa Jawa tidak dapat disembunyikannya di atas kanvas. Ditambah kegetiran yang menghiasi masa tua, karya dan hidup Raden Saleh berhasil menciptakan perdebatan sengit di kalangan kaum pemaham seni di masa pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia, satu abad berikutnya.

Syamsudin, seorang arsitek awal abad ke-20, menguasai pengetahuan seni yang berkembang pada masanya. Dia berhasil menularkan minatnya terhadap lukisan Raden Saleh kepada Ratna Juwita, gadis pujaannya. Di sisi yang berbeda, Syafei, dengan gairah pemberontaknya, menempuh jalan keras menuju cita-cita sebagai bangsa merdeka. 

Mereka melengkapi sejarah berdirinya sebuah negeri, dengan hasrat, ambisi, dan gelora masing-masing. Dan, di tengah kekalutan panjang sosial politik sebuah bangsa yang sedang memperjuangkan nasibnya, kisah cinta selalu memberikan nyala api: hangat dan berbahaya.

Baca: Hobi Membaca Buku, Maudy Ayunda Ungkap Pentingnya Potensi Diri

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."