Preeklamsia Bisa Jadi Silent Killer untuk Ibu Hamil, Segera Lakukan Deteksi Dini

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi ibu hamil. shutterstock.com

Ilustrasi ibu hamil. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Dokter Spesialis Obsteri dan Ginekologi Aditya Kusuma mengatakan pentingnya untuk mendeteksi dini masalah preeklamsia pada ibu hamil untuk mencegah risiko komplikasi hingga kematian pada ibu dan janin.

Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan bahwa preeklamsia adalah gangguan tekanan darah yang hanya terjadi pada kehamilan dan dapat menyebabkan komplikasi, termasuk kerusakan pada organ vital, khususnya ginjal dan hati.

Preeklamsia sendiri biasanya dimulai setelah minggu ke-20, namun seringnya menimpa ibu hamil yang sebelumnya tidak memiliki riwayat hipertensi. "Preeklamsia ini munculnya tiba-tiba, kalau dia udah ada hipertensi sebelum hamil berarti bukan preeklamsia. Ibu hamil biasanya tidak terlalu aware kalau tensinya tinggi karena sebelum hamil diperiksa tensinya baik-baiknya," ujar Aditya dalam webinar "Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Risiko Kematian Ibu dan Janin" oleh Roche pada Selasa 12 Oktober 2021.

Aditya menyebutkan beberapa gejala umum yang alami oleh ibu hamil yang menderita preklamsia, di antaranya adalah sakit kepala parah, gangguan penglihatan, tekanan darah tinggi, naiknya berat badan dengan cepat, mual, sakit pada area abdominal, protein pada urin dan bengkak pada tangan dan kaki.

Diskusi “Deteksi Dini Preeklamsia untuk Kurangi Risiko Kematian Ibu dan Janin,” yang diselenggarakan oleh Roche Indonesia dalam rangka memperingati Hari Kesadaran Keguguran dan Kematian Bayi yang jatuh setiap 15 Oktober/Roche Indonesia

Untuk mendeteksi ada tidaknya preeklamsia pada ibu hamil, biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan tekanan darah dan urin untuk melihat apakah terdapat kandungan protein atau tidak. "Tapi tidak semua ibu hamil yang proteinnya positif terkena preeklamsia. Ada yang proteinnya negatif tahunya malah kebobolan dan ibunya tiba-tiba kejang atau gagal ginjal, ini adalah pe-er besar, jadi sebenarnya tidak hanya berdasarkan tensi tinggi dan urin positif saja," kata Aditya.

Aditya mengungkapkan pentingnya melakukan pemeriksaan biomarker sFlt-1 dan PlGF untuk mengetahui resiko terjadinya preeklamsia pada usia kehamilan dini. Tes ini dapat dilakukan saat usia kehamilan 11-13 minggu.

Perubahan kadar protein angiogenik seperti sFlt-1 dan PlGF dapat digunakan untuk memprediksi dan mendiagnosis preeklamsia. Ratio sFlt-1/PlGF telah terbukti memiliki kinerja tes yang lebih tinggi daripada standar saat ini seperti menggunakan tekanan darah dan proteinuria. "Kalau mengintip Singapura dan Eropa sebenarnya ini bukan hal baru. Kenapa dilakukan pada trimester pertama, karena kita bicara soal pencegahan dan pengobatan seperti pemberian aspirin. Aspirin ini bisa menurunkan kejadian preeklamsia yang muncul hingga 90 persen, kalau kita bisa melakukan upaya skrining, ujung-ujungnya kita bisa menurunkan biaya kesehatan seperti biaya rawat inap yang tidak perlu atau perawatan khusus untuk bayi prematur," kata Aditya.

Director, Country Manager Diagnostics Roche Indonesia, Ahmed Hassan mengatakan di masa pandemi ini, kematian ibu dan janin mengalami peningkatan drastis. Salah satu komplikasi
kesehatan yang sering ditemui pada ibu hamil adalah preeklamsia. "Sayangnya, banyak ibu hamil yang belum mendapatkan informasi yang memadai tentang preeklamsia, gejalanya, dan risiko kesehatan yang bisa muncul jika kondisi ini terlambat ditangani,” kata Ahmed Hassan.

Ahmed Hassan setuju bahwa deteksi dini preeklamsia menjadi hal yang perlu diperhatikan sejak awal kehamilan. Para ibu hamil saat ini dapat mengakses pengujian preeklamsia lewat tes darah di berbagai rumah sakit dan laboratorium. Salah satu inovasi untuk deteksi preeklamsia adalah tes darah dengan menggunakan biomarker sFlt-1/PlGF yang kini dapat memprediksi kemungkinan terjadinya preeklamsia pada kehamilan, bahkan sejak trimester pertama kehamilan. Tentunya semakin dini kondisi preeklamsia dapat diprediksi, maka dokter dan ibu hamil dapat memberikan perawatan yang lebih cepat dan tepat. Inovasi ini merupakan yang pertama di dunia untuk mendeteksi preeklamsia pada tahap awal kehamilan.

“Bersama mitra kami di rumah sakit, klinik, dan laboratorium, Roche Indonesia berkomitmen untuk menjaga kesehatan para ibu dan calon buah hati mereka melalui inovasi dan penelitian yang berkelanjutan. Sesi diskusi ini merupakan bentuk komitmen kami untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan bersama-sama memberikan peluang hidup yang lebih tinggi bagi ibu dan bayinya serta mengurangi risiko kematian dengan deteksi dini preeklamsia,” kata Ahmed Hassan.

Baca: Dokter: Ibu Hamil Rutin Konsumsi Aspirin Bisa Bantu Cegah Preeklampsia

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."