Jadi Pembicara di Pesantren, Butet Manurung: Tegang dan Khawatir Kerudung Lepas

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Aktivis Perempuan, Pelopor Pendidikan Alternatif untuk Masyarakat Adat, dan Pendiri SOKOLA, Butet Manurung di Eastern Opulence, Jakarta Selatan, Selasa 25 September 2018 (Tempo/Astari P Sarosa)

Aktivis Perempuan, Pelopor Pendidikan Alternatif untuk Masyarakat Adat, dan Pendiri SOKOLA, Butet Manurung di Eastern Opulence, Jakarta Selatan, Selasa 25 September 2018 (Tempo/Astari P Sarosa)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Tentunya banyak dari Anda yang tidak asing mendengar nama Saur Marlina Manurung atau yang akrab disapa Butet Manurung, dan terbayang nama besar Sokola Rimba.  Sekolah ini bukan sekolah biasa, tetapi merupakan sekolah rintisan bagi anak-anak Orang Rimba atau Suku Kubu di pedalaman hutan Jambi.

Butet Manurung merupakan orang di balik berdirinya Sokola Rimba. Berdiri sejak 2003, Sokola Rimba merupakan konsep pendidikan bagi masyarakat adat atau suku terpencil di Indonesia.

Pada suatu kesempatan, tepatnya Senin 27 September 2021, Butet diundang untuk mengisi materi webinar di sebuah SMP pesantren boarding school di Jakarta.

Pengalaman menarik tersebut ia sampaikan di unggahan foto melalui laman Instagramnya. Menariknya, Butet ditanyakan apakah berkenan mengenakan kerudung, Butet menjawab sangat senang.

"Rasanya berkesan sekali pakai keurudung. sibuklah saya mempersiapkan, pakai tutup kupluk hitam segala supaya rapi. Sepanjang acara saya cukup tegang karena berusaha fokus, takut kerudung lepas, acak-acakan atau takut aku lupa trus spontan membukanya. Untunglah semua baik-baik saja," tulis Butet.

Tak lupa, ia juga menceritakan pertanyaan-pertanyaan menarik dari anak-anak yang menjadi peserta. Misalnya bagaimana kalau menjalankan ibadah salat di rimba.

"Saya menjelaskan kalau saya bukan muslim. Tapi pernah ada guru berkerudung di rimba, sholatnya lancar malah sering diingatkan Orang Rimba, dicarikan makanan dan buah-buahan untuk sahur dan buka puasa," tulisnya.

Lantas, ada pula anak-anak yang bertanya, bagaimana cara membeli celana sedangkan di sana tidak ada produk luar dan kenapa mereka bisa membeli padahal tidak ada pekerjaan. Termasuk pertanyaan yang membuatnya tertawa yakni bagaimana contoh bahasa rimba.

"Semua acara dikelola sendiri. MC dan moderatornya anak kelas 9. Guru dan pengurus sekolah hanya menyaksikan. Jika salah ucap, mereka ketawa sendiri lalu ulang lagi. Santai, penuh senyum, tidak setegang saya. Selamat hari Perdamaian Sedunia, 21 September," lanjutnya.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."