Wanita Rentan Mengidap Demensia? Ini Kata Dokter

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi wanita tersenyum pada orang tua atau lansia di panti jompo. shutterstock.com

Ilustrasi wanita tersenyum pada orang tua atau lansia di panti jompo. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Berbeda dengan pikun, demensia adalah penyakit yang membuat seseorang lupa dan tidak dapat mengingat meski telah diberikan stimulus. Menurut Kepala Departemen Neurologi FKIK Unika Atma Jaya, Dokter Saraf Octavianus Darmawan, demensia lebih banyak menyerang wanita daripada pria dengan persentase sebesar 2:1.

“Pasien demensia di usia lanjut 2:1 rasionya, artinya perempuan jauh lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki,” kata Octa dalam acara webinat Brain Awareness Week Indonesia (BAW Indonesia) 2021 yang diselenggarakan oleh Indonesia Neuroscience Institute pada Senin, 20 Oktober 2021.

Dia menjelaskan bahwa penyebab tingginya jumlah penderita demensia wanita, tidak selalu karena faktor gender atau kesehatannya namun disebabkan oleh tingginya angka hidup wanita. Dengan angka hidup yang lebih tinggi dibandingkan pria, menyebabkan banyaknya jumlah populasi wanita di usia lanjut. “Secara umum memang perempuan angka hidupnya lebih tinggi, sehingga bukan nggak mungkin perempuan (dengan demensia) lebih banyak, bukan karena lebih rentan mengalami demensia, tapi memang jumlah populasi wanita di usia lanjut lebih banyak aja,” kata Octa.

Dalam 3 fase kehidupan yaitu fase awal hidup (kurang dari 45 tahun), fase menengah (45 -65 tahun), fase akhir (lebih dari 65 tahun). Fase akhir, pada usia lanjut memiliki peluang lebih besar untuk mengidap demensia. Dengan tingginya angka hidup wanita dan peluang tinggi demensia usia lanjut, menyebabkan wanita lebih banyak mengalami demensia.

Selain itu, penyebab lain dari tingginya angka penderita demensia pada wanita dipengaruhi oleh hormonal. Octa menjelaskan bahwa faktor hormonal juga mempengaruhi demensia. Ketika wanita alami menopause atau berhenti menstruasi, maka akan menyebabkan berkurangnya produksi hormon estrogen sehingga mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, yaitu memori dan pemahaman dalam berpikir pada jangka panjang.

“Pasca menopause sendiri, kita diketahui bahwa ada gangguan hormonal, hormon estrogen menurun, sedangkan hormon estrogen dikatakan punya efek baik untuk neuroplastisitas, sehingga dikatakan karena terjadi menopause estrogennya turun, kemudian fungsi kognitifnya terganggu,” kata Octa.

FAHIRA NOVANRA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."