Cara Greysia Polii dan Apriyani Rahayu Anti Tegang Jadi Juara, Tidur 10 Jam

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ganda Putri Indonesia, Apriyani Rahayu dan Greysia Polii berpose setelah raih medali emas di Olimpiade Tokyo di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, 2 Agustus 2021. Pasangan Greysia / Apriyani akan mendapatkan bonus dari Pemerintah sebesar Rp 5 miliar setelah meraih medali emas pada Olimpiade Tokyo 2020. REUTERS/Leonhard Foeger

Ganda Putri Indonesia, Apriyani Rahayu dan Greysia Polii berpose setelah raih medali emas di Olimpiade Tokyo di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, 2 Agustus 2021. Pasangan Greysia / Apriyani akan mendapatkan bonus dari Pemerintah sebesar Rp 5 miliar setelah meraih medali emas pada Olimpiade Tokyo 2020. REUTERS/Leonhard Foeger

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaGreysia Polii dan Apriyani Rahayu berhasil meraih medali emas dalam kategori Ganda Putri di Olimpiade Tokyo 2020. Kemenangan itu tidak diprediksi banyak pihak. Salah satu kunci yang dilakukan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu adalah dengan melakoni setiap laga dengan main tanpa beban atau "nothing to loose".

Apriyani menuturkan, sebelum bertanding dia hanya mengupayakan agar tetap fokus dan menjaga pikiran. Bagi atlet berusia 23 tahun ini, dibayangi target atau memikirkan calon lawan hanya akan mengganggu permainannya. Oleh karenanya, dia ogah memikirkan hal-hal yang dirasa mengganggu, termasuk menahan keinginan untuk menang yang justru bisa menjadi beban.

Saat Greysia Polii dan Apriyani Rahayu melawan Du Yue/Li Yin Hui pemain asal Cina di perempat final adalah laga terberat bagi Indonesia. Karena melalui drama rubber game selama lebih dari 1,5 jam.

Greysia Poli pun tidak mau memikirkan beban medali agar lebih leluasa meladeni lawannya, meski pada akhir pertandingan staminanya tak kuat menahan beban fisik hingga mengalami kram kaki dan terpaksa dibantu berjalan keluar lapangan.

Sebagai atlet, adalah hal biasa menanggung rasa sakit dan lelah yang berlebih di badan. Hal yang terpenting baginya adalah tetap fokus dan bersiap untuk laga lanjutan, katanya. "Kami tahu punya beban dan tekanan, tapi kami tidak mau memikirkannya terlalu banyak. Kami hanya ingin menikmati setiap pertandingan," kata Greysia Polii.

Sikap santai masih diterapkan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu jelang babak final. Misalnya saja Greysia, meski pernah tampil di Olimpiade London 2012 dan Rio 2016, namun belum pernah lolos ke partai puncak. Cerita dari senior, soal ketat dan menegangkannya laga final, tak membuat atlet yang 10 tahun lebih tua dari Apriyani ini urung menikmati jeda istirahatnya. Dia menceritakan bahwa masih bisa makan dan tidur enak, bahkan tidak memusingkan cerita-cerita dari seniornya sebelumnya.

Contoh konkritnya, adalah ketika Greysia bisa tidur hingga 10 jam pada malam sebelum laga perebutan medali emas melawan Chen Qing Chen/Jia Yi Fan dari China. Padahal pada turnamen biasa, dia hanya bisa tidur sekitar lima atau tujuh jam paling lama. Namun jelang babak final Olimpiade justru dia merasa lebih rileks.

Begitu pula dengan Apriyani, meski sadar peluang merebut medali emas di depan mata, namun dia memilih fokus menjaga permainan di lapangan. Benar saja, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu membuktikan statusnya sebagai Kuda Hitam dengan menyingkirkan peringkat dua dunia dan mengamankan medali emas hanya dengan dua gim langsung.

Aksi Greysia Polii dan Apriyani Rahayu turut membuktikan, bahwa di ajang Olimpiade semua catatan persaingan yang terjadi di tingkat turnamen tahunan bisa tidak berlaku. Titel non-unggulan bukan alasan untuk bermain payah. Justru Greysia Polii dan Apriyani Rahayu sukses menundukkan tiga pasangan yang peringkatnya lebih tinggi, serta mencetak sejarah dengan menjadi ganda putri pertama Indonesia yang meraih medali emas Olimpiade 2020. Selamat untuk keduanya.

Baca: Greysia Polii Ulang Tahun ke-34, Begini Ungkapan Cinta Felix Djimin

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."