Pandemi Covid-19 Bikin Takut Menjalin Hubungan Cinta, Benarkah?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Istilah toxic relationship mengacu pada sebuah hubungan yang tidak sehat dan ditandai dengan berbagai perilaku 'beracun' yang punya potensi merusak fisik dan mental diri sendiri atau pasangan. (Foto: Canva)

Istilah toxic relationship mengacu pada sebuah hubungan yang tidak sehat dan ditandai dengan berbagai perilaku 'beracun' yang punya potensi merusak fisik dan mental diri sendiri atau pasangan. (Foto: Canva)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Tren “Fear Of Missing Out” atau FOMO mungkin telah akrab di telinga masyarakat Indonesia untuk menggambarkan sebuah hubungan karena takut ditinggal seseorang atau sebagai tren untuk tidak tertinggal segala sesuatu di lingkungan sosialnya khususnya di media sosial.

Namun, rupanya kini ditemukan sebuah tren baru terkait hubungan khususnya kencan yang dikenal dengan nama FODA atau “Fear Of Dating Again”. Tren yang lahir sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang berlangsung berkepanjangan. Ditambah dengan imabauan jaga jarak hingga pembatasan kegiatan di luar rumah.

Akhirnya tak sedikit yang mengalami kondisi takut untuk memulai interaksi sosial hingga sebuah hubungan cinta. Selama setahun terakhir, para lajang harus berurusan dengan ladang ranjau lanskap kencan lantaran pandemi. Tak sedikit pula yang merasa nyaman menjalin hubungan cinta atau kencan online.

Melansir laman Mashable, Rabu 10 Agustus 2021, pakar hubungan dan kepala pakar kencan di Match Rachel DeAlto mengatakan sangat bisa dimengerti jika seseorang merasa khawatir jika ingin menjalin sebuah hubungan.

"Kami tidak hanya memiliki beban dari tahun lalu, tetapi berkencan pada tahun 2021 juga hambatan yang tidak terduga. Rasa khawatir muncul lantaran dipicu faktor ketakutan akibat pandemi dan juga sudah beradaptasi dengan kondisi serba online," ucapnya.

Menyoal kekhawatiran tersebut, Karyawan Swasta Sabhrina mengatakan jika dirinya bukan tidak mau berhubungan dengan lawan jenis. "Lebih ke bingung mau keluar aktivitasnya apa, mau makan dan jalan kemana, sementara ketemu di kos juga terbatas tidak boleh lawan jenis masuk," ungkapnya saat dihubungi Cantika melalui pesan cepat.

Efeknya, walau ia pernah mengunduh aplikasi kencan online tapi lama kelamaan semakin membuatnya malas, sebab menurut Sabhrina efek pandemi membuat membernya seperti orang kesepian dan mencari teman lewat aplikasi kencan.

"Aku sampe uninstall dating apps, karena makin banyak banget cowok nggak jelas di sana. Buat orang yang serius, tidak merasa dating apps menjadi jawaban bagi yang buat cari pasangan," ungkap perempuan 28 tahun ini. 

Sayangnya, dari aplikasi online membuat mereka juga tidak sopan, setelah dekat lalu menghilang dan tida melanjutkan hubungan. Misal, awal pandemi tahun lalu, menurut Bhrina ada 1 sampai 2 orang dari dating apps yang seolah tidak masalah menjadikan staycation sebagai salah satu pilihan buat kenalan, karena takut nongkrong.

"Tentu saja ajakan ini jelas kutolak mentah-mentah, belum pernah ketemu sudah ngajak staycation, tidak kenal pula. Iya kalo baik dan niatnya kenalan. Kalau hanya nakal berhubungan badan doang atau dia pengen nyuri harta kita, kan bahaya banget," keluhnya.

Jadi, kalau menurut Bhrina kenapa orang malas atau berhubungan sama orang lain itu banyak faktornya. Salah satunya karena perubahan sikap orang lain dan efek kesepian yang berlebihan.

"Karena faktor di atas aku juga jadi cari banyak cara buat betah di rumah, lalu efeknya jadi malas pacaran dan mulai hubungan. Sebabnya trauma sama laki-laki yang bikin tidak nyaman. Sekarang bagaimana mau ketemu dan kenalan sama orang, keluar rumah aja nggak pernah," ujarnya. 

Aplikasi kencan Tinder ditampilkan di ponsel dalam ilustrasi gambar yang diambil pada 1 September 2020. [REUTERS / Akhtar Soomro / Ilustrasi]

Tidak jauh berbeda dengan, Sabhrina, Vian Everrdeen juga merasakan dampaknya karena efek pandemi jadi membuat pria yang keseharian menjadi penulis ini malas diajak ketemu sama orang. "Mau sih sama orangnya, tapi kalau ke tempat-tempat baru rasanya jadi insecure. Lebih suka di taman atau mal sekalian,' ujarnya saat dihubungi melalui pesan instan. 

Pria 30 tahun ini dilema kalau pakai alasan situasi pandemi. Kalau aku nggak sampai ke sini, takut menyinggung perasaan dia juga. Soalnya kan teman yang meninggal terus kena stigma covid kitanya sudah sakit hati, kan. Agak susah sih, semua serba sensitif soalnya," lanjut dia. 

Kedua, ia menjaga perasaannya orang tua (bapak). Mending "kencan" di rumah, daripada terkontaminasi di luar, dan ketiga kalau di tempat baru pasti berpikir juga. "Kalau punya kenalan, kita sama saja bantu usaha dia, tapi kalau sekadar hype, nanti-nanti saja deh. Apalagi case aku khusus, mereka malas sama orang yang ribet. Kayak susah diajak hidup susah jadinya," ungkap Vian.

Sementara itu, lain halnya dengan Anggraini, salah satu karyawan swasta di Jakarta mengungkap hubungan cintanya terhalang oleh pandemi. Perempuan 31 tahun ini tidak takut atau malas menjalin hubungan, sebab saat ini tengah dalam tahap berhubungan dengan seorang pria. Namun, efek pandemi berpengaruh pada proses yang mereka jalani.

"Dua bulan sebelum pandemi, aku sedang dekat dengan seorang lelaki. Berencana Maret 2020 mau ketemu, tapi terhalang pandemi, akhirnya nggak berlanjut selain karena pandemi juga tidak merasa cocok. "Posisi kami beda daerah, sampai sekarang kami belum ketemu. Salah satunya lantaran pandemi, walau udah vaksin tapi kondisi kan masih gawat kaya gini," ucap Anggraini yang dihubungi melalui pesan instan, 

Akhirnya, lanjut Anggraini, sampai sekarang mau bertemu tidak jadi-jadi, terlebih ada PPKM pasti lebih rumit, selain syarat perjalanan dan akses akan terhambat. Walau ia mengaku sudah vaksin, tapi kondisi masih gawat. 

"Kami memutuskan tidak ketemu, walau sebenarnya berat. Akhirnya semua komunikasi serba online. Intinya kalau menjalani hubungan aku pribadi nggak ada rasa takut. Tapi yang aku khawatirkan ternyata aku merasa baik-baik saja kalau tidak ketemu. Walau kadang juga merasa tidak baik," ucapnya Anggraini. 

Akhirnya masalah tersebut malah jadi bahan pertengkaran. Satu sisi Anggraini mau ketemu sama pasangannya, sementara si pria lebih rasional dan dewasa.

"Tapi yang jelas, apakah dia merasa nyaman kalau hanya via virtual dan dia mengelak anggapan aku. Kalau misal tidak ada jalan bertemu, ya aku memutuskan untuk mundur saja, walau dia akhirnya merespon tidak suka aku bicara seperti itu," pungkasnya. 

Lantas, bagaimana seseorang tahu jika mereka siap untuk berkencan? DeAlto merekomendasikan untuk melihat ke dalam dan menilai: Apakah Anda memiliki energi untuk membuka aplikasi, mengobrol, dan bertemu orang baru? Apakah Anda memiliki kapasitas untuk saat ini?

Jika ya, tetapkan niat Anda. Mau pacaran atau cari jodoh? Niat ini tentu saja dapat berubah, tetapi DeAlto percaya bahwa tujuan itu penting setidaknya untuk berkencan karena Anda akan tahu apa yang Anda cari.

Setelah Anda memiliki niat berkencan, maka Anda harus mencari tahu apa yang Anda setujui dalam hal keamanan COVID-19. Itu mungkin terlihat seperti hanya berkencan di luar ruangan, hanya berkenalan dengan orang yang divaksinasi lengkap jika Anda juga divaksinasi sepenuhnya, hal itu tergantung pada Anda.

Meskipun kami mungkin ragu untuk membicarakan hal ini dengan pasangan, DeAlto menegaskan bahwa tidak apa-apa untuk melakukan percakapan. Tidak apa-apa untuk tidak nyaman melakukan apa yang Anda lakukan sebelum pandemi. Tetapi lakukanlah diskusi yang jujur dengan diri sendiri dan pasangan Anda tentang hal itu, jangan sampai berkencan akan membuat takut lalu frustrasi.

Baca: 6 Tips Agar Obrolan di Aplikasi Kencan Berlanjut ke Pertemuan Nyata

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."